Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-28 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى اليَمَنِ، قَالَ لَهُ
Dari Ibnu ‘Abbas, semoga Allāh meridhai keduanya, bahwasanya Rasulullah ﷺ ketika mengutus Mu‘adz ke Yaman, beliau berkata kepada Mu‘adz. Mu‘adz ini adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ dan beliau termasuk ulamanya para sahabat. Akhirnya beliau diutus — diutus ke Yaman.
Kenapa diutus Mu‘adz? Karena, sekali lagi, yang namanya dakwah ini perlu ilmu, sehingga bukan sembarangan orang yang diutus. Para ulama, para du‘āt yang mereka sudah mempelajari agama, itulah yang seharusnya mereka berdakwah, dan merekalah yang berhak untuk berdakwah. Adapun orang yang jahil, maka apa yang dia rusak itu lebih banyak daripada apa yang dia perbaiki apabila dia berdakwah di atas kebodohan.
Nabi ﷺ mengatakan kepada Mu‘adz,
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ
Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah kaum dari kalangan Ahlul Kitāb.
Yaman saat itu banyak orang Yahudi dan Nashara — ini kebanyakan. Ada di antara mereka yang bukan orang Yahudi dan Nashara, yaitu orang-orang musyrikin. Tapi kebanyakan saat itu adalah orang-orang Yahudi dan Nashara. Maka Nabi ﷺ mengabarkan kepada Mu‘adz bahwasanya orang yang akan dia dakwahi nanti kebanyakan adalah dari Ahlul Kitāb.
Dikabarkan oleh Nabi ﷺ yang demikian tujuannya adalah supaya Mu‘adz memiliki persiapan, tahu apa yang harus dilakukan. Karena kalau mereka adalah Ahlul Kitāb, maka di sana ada syubhat-syubhat, ada alasan-alasan yang terpendam dalam diri mereka sehingga mereka melakukan kesyirikan dan juga kekufuran. Maka seorang da‘i harus mengetahui alasan-alasan tersebut, sehingga kelak misalnya bertemu dengan mereka, dia sudah tidak kaget dengan alasan-alasan tadi.
Dia sudah mengetahui sebelumnya dan dia sudah mempersiapkan hujjah yang kuat, sehingga ketika bertemu dengan mereka langsung bisa menjelaskan kepada mereka dengan sebaik-baiknya dan menghilangkan syubhat-syubhat tadi dari diri mereka. Ini menunjukkan bahwasanya seorang da‘i itu harus mengetahui background dan latar belakang dari orang yang dia dakwahi, supaya sampai ilmu ini kepada mereka dengan baik.
Kemudian beliau mengatakan:
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ: شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka hendaklah yang pertama kali engkau dakwahkan kepada mereka adalah syahādat an lā ilāha illallāh.”
Beliau mengatakan: “أَوَّلَ, yang pertama kali engkau dakwahkan adalah supaya mereka ini bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh.” Karena sebelumnya mereka tidak mengucapkan syahadat, dan belum mengucapkan syahādat anna Muḥammadan Rasūlullāh yang merupakan satu kesatuan dengan syahādat an lā ilāha illallāh. Orang yang bersyahadat dengan syahadat yang pertama, maka dia harus bersyahadat dengan syahadat yang kedua, dan sebaliknya. Tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
Hendaklah yang pertama kali engkau dakwahkan adalah persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh.
Ucapan beliau فَلْيَكُنْ “hendaklah” ini adalah perintah, dan asal dari perintah adalah kewajiban. Menunjukkan bahwasanya memulai dakwah dengan tauhid dan berdakwah kepada tauhid ini adalah sebuah kewajiban. Karena Nabi ﷺ mengatakan “hendaklah” — ini adalah perintah, dan asal dari perintah adalah menunjukkan kewajiban.
وَفِي رِوَايَةٍ: إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ
Di dalam riwayat yang lain, beliau mengatakan: “Yang pertama kali engkau dakwahkan adalah bagaimana mereka mengesakan Allāh.” Dalam sebuah riwayat: syahādat an lā ilāha illallāh, dalam riwayat yang lain, “Sampai mereka mengesakan Allāh.” Dan dua riwayat ini saling menerangkan, menjelaskan satu dengan yang lain. Menunjukkan bahwasanya inti dari syahādat an lā ilāha illallāh adalah mentauhidkan Allāh di dalam ibadah.Mengesakan Allāh di dalam ibadah.
Kalau sebelumnya masih menyerahkan sebagian ibadah kepada selain Allāh, maka ajak mereka untuk mengesakan Allāh dalam ibadah. Allāh saja yang disembah, dan meninggalkan sesembahan selain Allāh ﷻ. Inilah dakwah yang pertama yang harus disampaikan.
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ
Kalau mereka menaati, mau menerima dakwah tauhid, mengucapkan asyhadu an lā ilāha illallāh, wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhū wa rasūluh, kalau mereka sudah menaati, memahami maknanya, dan siap untuk melaksanakan konsekuensi dari kalimat syahadat,
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
maka ajarkan atau kabarkan kepada mereka bahwa Allāh telah mewajibkan mereka untuk melakukan lima shalat dalam sehari semalam.
Sudah kenal tauhid, siap untuk meninggalkan sesembahan selain Allāh, sekarang ajarkan kepada mereka rukun Islam yang kedua, yaitu melakukan shalat lima waktu.
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ
Kalau mereka menaati kamu untuk melakukan shalat lima waktu,
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً
sekarang beritahukan kepada mereka bahwa Allāh telah mewajibkan mereka zakat.
Dan ini adalah rukun yang ketiga, termasuk di antara bentuk ketundukan kita kepada Allāh. Selain ketundukan anggota badan kita dengan melakukan shalat, maka kita harus tunduk kepada Allāh di dalam masalah harta kita. Harta ini adalah harta Allāh. Kita keluarkan apa yang memang Allāh ﷻ perintahkan untuk dikeluarkan, jangan kita tahan.
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتَرُدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Diambil zakat tadi — sedekah tadi — dari orang-orang kaya mereka, karena yang wajib untuk mengeluarkan zakat adalah orang kaya. Tentunya kaya di sini adalah kaya sesuai dengan pandangan syariat, bukan kaya menurut kebiasaan manusia. Di sana ada kategori kaya di dalam syariat, inilah yang kita pegang, bukan kaya menurut kebiasaan dan anggapan manusia.
فَتَرُدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Kemudian disampaikan dan diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Ini adalah di antara orang-orang yang berhak untuk mendapatkan zakat, dan bukan merupakan pembatasan. Di sana ada delapan golongan yang berhak untuk mendapatkan zakat, fakir ini adalah di antaranya.
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ
Kalau mereka mau menaati kamu, menunaikan zakat, mereka mengatakan: “Iya, kami siap untuk membayar zakat.”
فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ
Maka berhati-hatilah dengan harta-harta yang paling mereka senangi, yaitu yang paling berharga.
Maksudnya, jangan sampai kalian mengambil harta zakat tadi dari harta yang paling berharga, yang paling mahal yang mereka miliki. Asalnya adalah kita mengambil yang pertengahan — bukan yang paling bagus dan bukan yang paling jelek — tapi pertengahan dari harta mereka. Ini yang seharusnya diambil, kecuali kalau mereka ingin memberikan dengan kelegaan hatinya, dengan rela, dengan ikhlas.
Jika seseorang ingin memberikan zakat dari harta yang paling baik yang dia miliki, maka itu kembali kepadanya. Tapi jika sebagai seorang amil, sebagai petugas yang telah ditugaskan oleh negara, maka dia mengambil yang pertengahan — tidak yang paling jelek dan juga tidak yang paling bagus.
وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ
Dan hendaklah engkau berhati-hatilah dari doanya orang yang dizalimi.
Maksudnya adalah, kalau sampai kita mengambil harta yang paling baik yang dia miliki, dan dia tidak ridha, bukan dari kelapangan dadanya, dari kelegaan hatinya, maka ini kezaliman. Maka Nabi ﷺ mengingatkan hati-hati dengan doanya orang yang dizalimi.
فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Karena tidak ada antara doa orang yang dizalimi dan antara Allāh penghalang.”
Artinya, doanya dikabulkan oleh Allāh ﷻ. Orang yang dizalimi kemudian dia berdoa, “Yā Allāh, hancurkan si Fulan, karena dia telah menzalimiku dalam hartaku.” Maka Allāh ﷻ akan mengabulkan doa tersebut.
Tentunya kita tidak menginginkan yang demikian, sehingga jangan sampai kita didoakan kejelekannya oleh orang yang kita zalimi. Kalau demikian, maka hendaklah kita menghindari dan menjauhi kezaliman tersebut.
أَخْرَجَاهُ
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imām al-Bukhārī dan juga Muslim di dalam ash-Shahihain. Yang jelas, hadits ini di antara faedah yang bisa kita ambil adalah tentang kewajiban untuk berdakwah kepada tauhid, dan memprioritaskan dakwah tauhid ini sebelum yang lain.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

