🎙 Syekh Khalid Dhahwi Azh-Zhafiri hafizhahullah
Wahai hamba-hamba Allah, ada sebuah surah dari kitab Allah tabaraka wa ta’ala setara dengan sepertiga Al-Qur’an, meskipun singkat. Surah ini mengandung tauhid dan keikhlasan. Surah ini mengandung iman yang murni lagi bersih. Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala tidak memiliki anak dan tidak pula memiliki istri, seperti yang diklaim oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka berkata: Al-Masih adalah putra Allah; dan mereka berkata: ‘Uzair adalah putra Allah. Maha Tinggi Allah, jauh tinggi dari apa yang mereka katakan.
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah, Tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.”
Dia tabaraka wa ta’ala tidak membutuhkan satu pun dari ciptaan-Nya, sedangkan seluruh ciptaan membutuhkan-Nya. Dia Maha Kaya, sementara seluruh ciptaan-Nya miskin.
Dialah Ash-Shamad, yang tanpa-Nya pemeliharaan, perlindungan, dan kebaikan-Nya, hidup ini tidak akan berlangsung. Maha Suci dan Maha Tinggi Dia.
Surat Al-Ikhlas menetapkan keyakinan mendasar yang harus berakar kuat di hati setiap makhluk di alam semesta ini, yaitu keesaan Allah tabaraka wa ta’ala. Dialah satu-satunya sesembahan yang benar dan berhak. Semua selain Dia adalah hamba-Nya.
إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَٰنِ عَبْدًا ﴿٩٣﴾ لَّقَدْ أَحْصَىٰهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا
[مريم : 93-94]
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.
(QS Maryam: 93-94)
Atas dasar cahaya tauhid yang ditetapkan dalam surah Al-Ikhlas, kita dapat mengatakan dengan yakin dan bangga, serta menegaskan kepada seluruh umat manusia yang masih bingung dan bimbang, bahwa ‘Isa ‘alaihis-salam adalah hamba dan utusan Allah tabaraka wa ta’ala. ‘Isa ‘alaihis-salam seperti Adam ‘alaihis-salam tidak memiliki ayah, tetapi ‘Isa memiliki ibu ‘alaihimas-salam. Inilah sebabnya Allah ‘azza wa jalla menyatakan nasab ‘Isa kepada ibunya, sebagaimana Dia tabaraka wa ta’ala berfirman,
ذَٰلِكَ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ ۚ قَوْلَ ٱلْحَقِّ ٱلَّذِى فِيهِ يَمْتَرُونَ
[مريم:34]
Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.
(QS Maryam: 34)
Ya, saudara-saudara. Banyak orang Nasrani yang bingung dan galau tentang masalah ‘Isa ‘alaihis-salam. Apakah dia Tuhan? Apakah dia anak Tuhan? Atau apakah dia yang ketiga dari tiga?
Padahal Allah subhanahu wa ta’ala tidak beranak, tidak dilahirkan, dan tidak pula beristri.
مَا كَانَ لِلَّهِ أَن يَتَّخِذَ مِن وَلَدٍ ۖ سُبْحَٰنَهُۥٓ ۚ إِذَا قَضَىٰٓ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
[مريم:35].
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia.
(QS Maryam: 35).
Jika Rasulullah Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan tauhid, maka ‘Isa ‘alaihis-salam juga menyerukan tauhid, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
[المائدة: 37].
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
(QS Al-Maidah: 37)
Jika umat Nasrani saat ini mengklaim ketuhanan ‘Isa ‘alaihis-salam atau bahwa ‘Isa anak Allah tabaraka wa ta’ala, maka ‘Isa ‘alaihis-salam akan mengingkari dan menyingkap klaim dusta mereka di hadapan banyak saksi pada hari Kiamat. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَإِذْ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبْنَ مَرْيَمَ ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِى وَأُمِّىَ إِلَٰهَيْنِ مِن دُونِ ٱللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَٰنَكَ مَا يَكُونُ لِىٓ أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِى بِحَقٍّ ۚ إِن كُنتُ قُلْتُهُۥ فَقَدْ عَلِمْتَهُۥ ۚ تَعْلَمُ مَا فِى نَفْسِى وَلَآ أَعْلَمُ مَا فِى نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلْغُيُوبِ ﴿١١٦﴾ مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَآ أَمَرْتَنِى بِهِۦٓ أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۚ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَّا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa putra Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?” ‘Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.”
(QS Al-Maidah: 116-117)
Orang-orang yang menuhankan ‘Isa ‘alaihis-salam atau yang mengklaim bahwa beliau adalah putra Allah tabaraka wa ta’ala –semoga Allah ‘azza wa jalla melindungi kita dari perbuatan itu– atau yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari tiga, mereka adalah orang-orang kafir yang sesat dan durhaka, yang kita –umat tauhid– harus berlepas diri dari mereka dan perkataan mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
لَّقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۚ وَإِن لَّمْ يَنتَهُوا۟ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٧٣﴾ أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى ٱللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٧٤﴾ مَّا ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ ٱلرُّسُلُ وَأُمُّهُۥ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ ٱلطَّعَامَ ۗ ٱنظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ ٱلْـَٔايَٰتِ ثُمَّ ٱنظُرْ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
[المائدة: 73 – 75].
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Allah adalah salah satu dari tiga.” Padahal tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa. Dan jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Masih, putra Maryam, itu hanyalah seorang rasul; telah berlalu sebelumnya beberapa rasul. Dan ibunya adalah seorang wanita yang sangat benar. Keduanya biasa memakan makanan. Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan, kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling.
(QS Al-Maidah: 73-75)
Setelah penjelasan kekafiran orang-orang yang menyandarkan kedustaan dan kebohongan kepada ‘Isa ‘alaihis-salam, dan setelah jelasnya kesesatan mereka, maka timbullah pertanyaan dalam benak kita: Apakah kita, umat Islam, boleh ikut serta bersama-sama dengan orang-orang kafir dan Nasrani dalam hari-hari besar mereka dan dalam perayaan-perayaan keagamaan mereka yang mengandung kesyirikan dan kekafiran?!
Hari raya Nasrani adalah syiar dan hukum keagamaan yang berkaitan dengan agama. Umat Yahudi dan Nasrani dikutuk karena upaya penggantian dan pengubahan mereka dalam agama Allah ‘azza wa jalla dalam kitab-kitab-Nya, sehingga hari raya mereka merupakan bagian dari agama mereka yang telah diubah-ubah. Hari raya umat Nasrani—wahai umat tauhid—memiliki keterkaitan dengan kekufuran terbesar, yang jika gunung-gunung, langit, dan bumi mendengarnya, niscaya akan hancur dan pecah.
وَقَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱلرَّحْمَٰنُ وَلَدًا ﴿٨٨﴾ لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْـًٔا إِدًّا ﴿٨٩﴾ تَكَادُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ ٱلْأَرْضُ وَتَخِرُّ ٱلْجِبَالُ هَدًّا ﴿٩٠﴾ أَن دَعَوْا۟ لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا ﴿٩١﴾ وَمَا يَنۢبَغِى لِلرَّحْمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا
Dan mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak.” Sungguh, kalian telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karenanya, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidaklah pantas bagi Yang Maha Pemurah untuk mempunyai anak.
Jika langit, gunung, dan bumi bereaksi dengan reaksi yang menakutkan ini terhadap mereka yang menganggap Allah taala memiliki anak, lalu bagaimana mungkin kalian, wahai kaum muslimin, ikut serta dalam hari raya dan perayaan umat Nasrani dan memberi selamat kepada mereka atas kebatilan dan agama mereka, yang merupakan simbol keagamaan dari keyakinan mereka yang kufur dan sesat? Bukankah itu merupakan dukungan terhadap agama mereka yang batil?
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Barangsiapa yang merayakan Nowruz dan Mahrajan mereka, lalu menirunya hingga ia meninggal dalam keadaan tersebut, kemudian ia tidak bertobat, maka ia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat.”
Pernyataan beliau ini menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan dosa besar, dan melakukan sedikit saja darinya akan menyeret menjadi banyak.
Seyogianya seorang muslim harus menutup pintu ini sepenuhnya. Ia tidak boleh berpartisipasi dalam perayaan mereka dengan cara apa pun. Tidak diperbolehkan menjual barang-barang khusus yang berkaitan dengan perayaan mereka, tidak memberi ucapan selamat, dan tidak memberi mereka hadiah. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. Allah taala berfirman,
وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًا
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Mujahid dan yang lainnya berkata, “Itu adalah perayaan orang-orang musyrik.”
Al-Hafizh Adz-Dzahabi berkata, “Dan kemungkaran apa yang lebih besar daripada berpartisipasi dalam perayaan dan acara-acara orang Yahudi dan Nasrani… padahal mereka terhina di bawah kendali kita. Mereka juga tidak berpartisipasi dan tidak meniru-niru kita dalam perayaan-perayaan kita. Mereka pun tidak melakukan seperti yang kita lakukan. Maka dengan wajah apakah kalian akan bertemu Nabi kalian besok pada hari kiamat?! Kalian telah menyelisihi sunahnya dan melakukan perbuatan orang-orang kafir, sesat, musuh-musuh agama.”
Wahai hamba-hamba Allah, di antara pondasi dan prinsip-prinsip yang mendasari agama tauhid adalah setia karena Allah dan berlepas diri karena Allah. Yaitu dengan cara setia kepada Allah taala, para nabi-Nya, para rasul-Nya, dan para wali-Nya dari kalangan orang-orang yang bertauhid, serta meninggalkan kekafiran dan kemusyrikan, para pelakunya, dan syiar-syiarnya. Allah taala berfirman,
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنْ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَوْ كَانُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ أَوْ أَبْنَآءَهُمْ أَوْ إِخْوَٰنَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ حِزْبُ ٱللَّهِ ۚ أَلَآ إِنَّ حِزْبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
[المجادلة : 22]
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Allah memasukkan mereka ke dalam janah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itu adalah golongan yang beruntung.
(QS Al-Mujadilah: 22)
Dan dalam hadis Ibnu ‘Abbas,
أوثق عرى الإيمان الموالاة في الله و المعاداة في الله و الحب في الله و البغض في الله
Ikatan iman yang paling kuat adalah kesetiaan karena Allah, permusuhan karena Allah, cinta karena Allah, dan kebencian karena Allah.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan sikap berlepas diri terhadap orang-orang kafir dan musyrik ini, sampai-sampai beliau melarang meniru mereka dalam adat dan pakaian khusus mereka, karena peniruan lahiriah mengarah pada kecenderungan dan kesesuaian batin. Beliau juga melarang meniru mereka atau berpartisipasi dalam syiar, ibadah, dan perayaan mereka, karena perayaan adalah syiar umat dan agama. Hampir tidak ada perayaan suatu umat yang tidak terkait dengan agama dan keyakinan mereka.
Di antara yang beliau lakukan adalah bahwa beliau datang ke Madinah dan mendapati mereka sedang merayakan dua hari raya yang sudah menjadi kebiasaan mereka pada masa jahiliah dan diwariskan secara turun-temurun, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghapuskannya dan memerintahkan mereka untuk membatasi perayaannya hanya pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Maka, wahai hamba-hamba Allah, jadilah orang-orang yang mulia dan janganlah hina. Kemuliaan itu milik Allah, milik Rasul-Nya, dan milik orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak tahu.
أقول ما تسمعون …
الخطبة الثانية
Khotbah Kedua
Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Bertakwalah kepada Allah, wahai umat Islam, dan ketahuilah bahwa tidak boleh mengucapkan selamat hari raya kepada umat Nasrani. Bagaimana kalian mengucapkan selamat hari raya kepada umat Nasrani?! Bagaimana mungkin seseorang berkata kepada orang kafir, “Selamat hari raya”?!! Padahal Allah ‘azza wa jalla telah mengancam orang kafir dengan neraka yang akan dimasukinya kekal di dalamnya selama-lamanya.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata dalam kitab agungnya, Ahkam Ahlidz-Dzimmah,
Adapun memberi selamat kepada mereka atas ritual-ritual kekafiran mereka, maka hal ini telah disepakati secara bulat sebagai hal yang haram. Seperti memberi selamat kepada mereka atas hari raya mereka dengan mengucapkan, ‘Semoga hari raya kalian diberkahi,’ atau, ‘Selamat hari raya,’ atau ungkapan-ungkapan yang kita dengar sekarang. Jika orang yang mengucapkannya selamat dari kekafiran–kita berlindung kepada Allah dari kekafiran–, maka hal itu termasuk hal-hal yang haram. Ucapan selamat hari raya itu seperti memberi selamat kepada seseorang karena sujud kepada salib. Bahkan, ini merupakan dosa yang lebih besar di sisi Allah dan lebih dimurkai daripada memberi selamat kepada seseorang karena minum khamar, membunuh seseorang, melakukan hubungan seksual yang haram, dan semacamnya. Barangsiapa memberi selamat kepada seorang hamba atas suatu maksiat, bidah, atau kekafiran, maka sesungguhnya ia telah menantang kebencian dan murka Allah.
Di antara yang telah ditetapkan oleh para imam kami adalah ucapan Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah,
Mengucapkan selamat hari raya orang kafir, tidak diragukan lagi ini haram. Bisa jadi yang mengucapkan itu tidak selamat dari kekafiran, karena mengucapkan selamat kepada mereka pada hari raya kekafiran berarti rida dengan mereka. Rida dengan kekafiran adalah kekafiran. Termasuk di dalamnya mengucapkan selamat kepada mereka pada hari raya yang disebut Natal, Paskah, dan lain sebagainya. Hal ini tidak boleh dilakukan sama sekali, meskipun mereka mengucapkan selamat kepada kita pada hari raya kita, namun kita tidak mengucapkan selamat kepada mereka pada hari raya mereka. Bedanya adalah ucapan selamat mereka kepada kami pada hari raya kita adalah ucapan selamat yang benar, sedangkan ucapan selamat kita kepada mereka pada hari raya mereka adalah ucapan selamat yang batil.
Termasuk bentuk perayaan hari raya mereka adalah perbuatan banyak kaum muslimin yang menjual barang-barang yang berkaitan dengan hari raya mereka, seperti pohon, gambar, atau benda dengan warna yang khas hari raya mereka. Begitu pula perbuatan sebagian mereka yang menyalakan kembang api pada malam tahun baru di tengah malam. Sungguh menyedihkan melihat tindakan seperti itu dilakukan oleh kaum muslimin.
Ketahuilah bahwa umat Nasrani sendiri sangat berbeda pendapat tentang waktu kelahiran ‘Isa dan Al-Qur’an menyelisihi mereka dalam waktu kelahiran beliau. Mereka mengatakan di akhir tahun, sementara Allah taala berfirman,
وَهُزِّىٓ إِلَيْكِ بِجِذْعِ ٱلنَّخْلَةِ تُسَٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma ke arahmu, niscaya ia akan menggugurkan kurma yang masak kepadamu.
Jadi kelahiran Al-Masih ‘alaihis-shalatu was-salam hanya terjadi pada masa-masa pematangan kurma di musim gugur, ketika panas mencapai puncaknya. Ini terjadi di pertengahan tahun, bukan di akhir tahun.
Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Wujudkanlah sikap setia dan berlepas diri karena Allah, niscaya kalian akan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ.
Sumber: