Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-31 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.
Masuk kita pada bab yang keenam di dalam kitab ini, yaitu
بَابُ تَفْسِيرِ التَّوْحِيدِ وَشَهَادَةِ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Bab tentang pengertian tauhid dan syahadah atau persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh.
Pada bab ini beliau rahimahullāh ingin menjelaskan kepada kita tentang apa sebenarnya hakikat dari tauhid. Apa sebenarnya pengertian, tafsir, dan juga penjelasan dari tauhid. Setelah sebelumnya beliau rahimahullāh mendatangkan beberapa bab yang sangat penting juga tentang masalah keutamaan tauhid dan keutamaan orang yang mewujudkan tauhid, serta kewajiban untuk takut dari kesyirikan yang merupakan lawan dari tauhid.
Kemudian beliau menyebutkan tentang dakwah kepada tauhid. Maka beliau mendatangkan bab ini karena tentunya apa yang sudah berlalu dari bab sebelumnya menjadikan seseorang penasaran untuk mengetahui apa sebenarnya tauhid. Setelah dia mengetahui keutamaannya, dia ingin mendapatkan keutamaan tadi, dan tidak mungkin dia mendapatkan keutamaan tadi kecuali dengan memahami apa sebenarnya tauhid.
Demikian pula orang yang mempelajari bab tentang wajibnya takut dari kesyirikan, yang merupakan lawan dari tauhid, maka dia akan berusaha memahami apa makna tauhid sehingga dia mengetahui apa sebenarnya syirik. Nah, kalau dia mengetahui apa itu syirik dan apa hakikatnya, dan itu adalah sesuatu yang sangat mengerikan, yang sangat membahayakan, maka dia insyaAllāh bi idznillāh bisa terhindar dari perbuatan syirik.
Demikian pula bisa juga dikatakan karena sebelumnya adalah bab tentang dakwah kepada tauhid, dan yang namanya dakwah harus didasari oleh ilmu. Allāh ﷻ berfirman:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah, inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allāh dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allāh, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf [12]: 108)
Dan sudah berlalu penjelasan tentang ayat ini.
Katakanlah, ini adalah jalanku. Aku berdakwah kepada Allāh — maksudnya adalah kepada tauhid — dengan ikhlas, di atas basirah, di atas ilmu, di atas pengetahuan, bukan di atas kebodohan. Orang yang ingin berdakwah kepada tauhid maka dia harus memahami apa itu tauhid dan apa hakikatnya, serta apa itu syirik sebagai kebalikan dari tauhid.
Sehingga beliau membuat bab ini untuk menjelaskan kepada kita tentang apa itu tauhid, karena dakwah kepada tauhid harus berdasarkan ilmu.
Beliau mengatakan
بَابُ تَفْسِيرِ التَّوْحِيدِ وَشَهَادَةِ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Bab tentang penjelasan tauhid.” Apa yang dimaksud dengan tauhid? Apa hakikatnya?
Dan kalimat tauhid berasal dari kata وَحَّدَ – يُوَحِّدُ – تَوْحِيدًا (wahhada – yuwahhidu – tauhīdan), yaitu masdar dari kata wahhada – yuwahhidu, yang artinya mengesakan, menunggalkan.
Itu adalah makna tauhid secara bahasa, yang artinya mengesakan, menunggalkan, menjadikan Dia esa, menjadikan Dia satu.
Adapun secara syariat, maka yang dimaksud dengan tauhid adalah mengesakan Allāh dalam perkara-perkara yang merupakan kekhususan bagi Allāh. Dia adalah hak Allāh saja. Kalau memang itu adalah hak Allāh saja, dan kita benar-benar menjadikan itu hanya untuk Allāh, maka itulah yang dimaksud dengan tauhid.
Kemudian, apa yang dimaksud dengan hak Allāh di sini? Apa saja yang merupakan kekhususan Allāh? Ada tiga:
Yang pertama rububiyyah Allāh, sifat rububiyyah yaitu sifat mencipta, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, maka ini termasuk dalam sifat rububiyyah. Ini adalah hak Allāh, dan dia khusus bagi Allāh saja. Maka kita harus mengesakan Allāh dalam rububiyyah-Nya — dalam masalah penciptaan, pemberian rezeki, dan pengaturan alam semesta — karena ini adalah khusus bagi Allāh. Kita tauhidkan Allāh, kita esakan Allāh, karena memang ini hanya Allāh saja yang melakukan.
Kemudian yang kedua, di antara hal yang merupakan kekhususan bagi Allāh adalah sifat uluhiyyah, sifat ketuhanan, yaitu sifat yang disembah. Maka sifat uluhiyyah juga hanya milik Allāh saja. Dialah yang berhak untuk disembah, memiliki sifat-sifat yang dengannya Dia berhak untuk disembah. Dialah yang mencipta, memberikan rezeki, mengatur alam semesta, maka Dialah yang memiliki sifat uluhiyyah, yang berhak untuk disembah.
Maka seseorang termasuk di antara orang yang men-tauhid-kan Allāh apabila dia mengesakan Allāh dalam masalah ibadah.
Kemudian yang ketiga, di antara kekhususan Allāh adalah nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang ‘ulya. Nama-nama Allāh yang Mahaindah, Mahabaik, dan juga sifat-sifat Allāh yang Mahatinggi. Tidak ada di antara makhluk yang menyerupai Allāh.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada yang serupa dengan Allāh, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrā [42]: 11)
Kalau memang itu khusus bagi Allāh, tidak ada yang menyerupai-Nya, maka kita esakan Allāh dalam nama dan juga sifat-Nya. Tidak ada yang serupa dengan Allāh. Tidak boleh mensifati selain Allāh dengan sifat-sifat Allāh ﷻ yang Mahatinggi.
Ini adalah pengertian tauhid secara istilah, mencakup tiga perkara ini.
Dan di sana ada tauhid apabila dimutlakan, maksudnya adalah lebih khusus. Kalau tadi adalah kemutlakan yang umum, mencakup tiga jenis. Di sana ada makna tauhid, tauhid yang apabila dimutlakan maksudnya adalah satu di antara tiga jenis tadi. Dan yang dimaksud adalah Tauhidul Uluhiyah, yaitu mentauhidkan Allāh ﷻ di dalam uluhiyah-Nya. Dan yang dimaksud oleh Syaikh di dalam bab ini adalah yang kedua, yaitu Tauhidul Uluhiyah. Pengertian dari Tauhidul Uluhiyah.
Sehingga ucapan beliau, bābu tafsīri at-tauhīd, bab tentang penjelasan tauhid, yang dimaksud adalah penjelasan Tauhidul Uluhiyah. Penjelasan dari Tauhidul Uluhiyah. Dan seperti yang tadi kita sampaikan, terkadang disebutkan tauhid dan maksud para ulama adalah Tauhidul Uluhiyah.
Kenapa demikian? Karena Tauhidul Uluhiyah ini adalah yang paling besar, yang paling penting, yang paling tinggi. Dan sudah berlalu tentang keutamaan Tauhidul Uluhiyah di bab yang pertama. Bahwasanya ini adalah sebab diciptakannya jin dan juga manusia. Dan dia adalah misi yang dibawa oleh para rasul.
Sehingga tidak heran apabila para ulama ketika menyebutkan tauhid dan maksud mereka adalah Tauhidul Uluhiyah. Karena inilah dakwah para nabi dan juga para rasul. Dan inilah hikmah penciptaan jin dan juga manusia. Oleh karena itu beliau mengatakan setelahnya, wa syahādat(i) an lā ilāha illallāh. Dan persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh.
Ini menunjukkan kepada kita bahwasanya maksud dari tauhid yang beliau tulis di sini adalah apa yang terkandung di dalam syahādat(i) an lā ilāha illallāh, persaksian bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allāh. Ini menunjukkan bahwasanya yang dimaksud dengan tauhid yang beliau tulis di sini adalah Tauhidul Uluhiyah.Dan inilah yang terkandung di dalam syahādat(i) an lā ilāha illallāh, persaksian bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah (berarti Uluhiyyah) kecuali Allāh.
Sebelum kita masuk pada pembahasan atau penyebutan dalil, secara singkat kita sampaikan bahwasanya yang dimaksud dengan mengesakan Allāh ﷻ di dalam masalah uluhiyah-Nya, mengesakan Allāh di dalam masalah sifat-sifat uluhiyah, mengesakan Allāh di dalam ibadah adalah menjadikan Allāh ﷻ sebagai sesembahan satu-satunya dan meninggalkan seluruh sesembahan selain Allāh. Itulah makna tauhid.
Yang namanya mengesakan, ya Allāh saja. Ibadah, ya hanya Allāh saja. Dan tidak menyembah kepada selain Allāh. Dan “selain Allāh” di sini umum. Baik itu yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Baik itu malaikat maupun nabi. Baik manusia maupun jin. Baik pohon maupun batu. Baik matahari maupun bulan. Dan itu semuanya masuk dalam selain Allāh. Pokoknya mengesakan Allāh dan menyerahkan ibadah hanya kepada Allāh. Itulah yang dinamakan dengan tauhid.
Jadi lā ilāha illallāh, para ulama menjelaskan di dalamnya ada penetapan dan di dalamnya ada penafian. Menetapkan, yaitu menetapkan bahwasanya Allāh sebagai satu-satunya yang disembah, dalam kalimat illallāh — hanya Allāh, kecuali Allāh. Berarti ketika seseorang mengatakan illallāh, dia menetapkan Allāh sebagai satu-satunya Dzat yang disembah.
Kemudian di sana ada penafian, yaitu menafikan seluruh sesembahan selain Allāh. Disingkirkan, berlepas diri, dinafikan. Yaitu di dalam kalimat lā ilāha — tidak ada sesembahan; maksudnya adalah mengingkari seluruh sesembahan selain Allāh.
Sehingga kalau digabungkan lā ilāha illallāh: tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh. Selain Allāh dinafikan, tidak berhak untuk disembah, karena dia bukan yang mencipta, memberikan rezeki, dan mengatur alam semesta. Siapa yang kita tetapkan? Illallāh, kecuali Allāh saja, karena Dialah yang mencipta, memberikan rezeki, dan juga Dialah yang mengatur alam semesta. Ini adalah pengertian lā ilāha illallāh. Di sana ada penetapan dan di sana ada penafian.
Kemudian, kalimat syahādah (bersaksi) di dalam bahasa Arab ini punya makna. Yang namanya bersaksi itu harus memahami. Di mana-mana yang namanya saksi, ketika dibawa ke sidang misalnya, maka dia adalah orang yang memahami perkara, ada sangkut pautnya dengan masalah tersebut. Ada pun yang tidak memiliki ilmu dan tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan tersebut, maka tidak bisa menjadi saksi.
Kemudian yang namanya saksi itu ada makna bersumpah. Ketika seseorang mengatakan asyhadu, berarti artinya adalah “saya bersumpah.” Dan yang namanya bersaksi itu mengabarkan kepada orang lain. Itu namanya saksi. Kenapa dia dibawa ke sidang? Karena dia supaya dikorek darinya keterangan: “Apa yang kamu lihat?” — dia akan menceritakan demikian dan demikian. Itu namanya saksi. Demikian pula kalimat asyhadu, di sana ada makna ikhbār, yaitu mengabarkan kepada orang lain.
Ini adalah secara ringkas makna kalimat lā ilāha illallāh yang merupakan kalimat tauhid, dan juga pengertian dari bersaksi.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


