Rahasia Qur’ani di Balik Kekuatan Metode Perumpamaan Dalam Pendidikan & Dakwah

Rahasia Qur’ani di Balik Kekuatan Metode Perumpamaan Dalam Pendidikan & Dakwah

12 hours yang lalu
Rahasia Qur’ani di Balik Kekuatan Metode Perumpamaan Dalam Pendidikan & Dakwah

Rahasia Qur’ani di Balik Kekuatan Metode Perumpamaan Dalam Pendidikan & Dakwah

Bismillah…

Salah satu metode pendidikan yang paling efektif dan penuh hikmah dalam Al-Qur’an adalah metode perumpamaan (الأمثال). Perumpamaan merupakan cara unik Al-Qur’an dalam mendekatkan makna yang abstrak dengan realitas yang konkret, sehingga akal dapat memahaminya, hati dapat tersentuh, dan jiwa terdorong untuk beramal.

Metode ini menjadikan pesan Ilahi tidak hanya dipahami secara intelektual, tetapi juga dihayati secara emosional dan moral. Dalam konteks pendidikan Islam, hal ini menjadi model bagaimana seorang pendidik dapat menghidupkan pelajaran dengan gambaran yang bermakna, bukan sekadar penjelasan logis semata.

Dalil Al-Qur’an tentang Keutamaan Perumpamaan

Allah Ta‘ala berfirman:

وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia agar mereka mengambil pelajaran.”  (QS. Ibrahim: 25)

وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nūr: 35)

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-‘Ankabūt: 43)

Ayat-ayat ini menegaskan bahwa perumpamaan merupakan metode Qur’ani untuk membangkitkan kesadaran dan pemahaman mendalam. Hanya orang-orang yang memiliki ilmu dan ketajaman hati yang mampu menangkap pesan di balik perumpamaan tersebut.

Hadis tentang Pentingnya Menyampaikan dengan Perumpamaan

Rasulullah ﷺ juga menggunakan perumpamaan dalam menyampaikan ilmu dan nasihat. Beliau bersabda:

مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا

“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku dengannya adalah seperti hujan yang turun ke bumi.”  (HR. Al-Bukhārī no. 79, Muslim no. 2282)

Hadis ini menggambarkan bagaimana wahyu dan ilmu yang dibawa Nabi ﷺ ibarat hujan yang menyuburkan bumi.
Bumi menerima hujan dengan tiga kondisi berbeda, sebagaimana hati manusia menerima ilmu dan hidayah dengan tiga tingkat penerimaan:

  1. Tanah subur yang menyerap air dan menumbuhkan tanaman — seperti hati orang berilmu, memahami, dan mengamalkan ilmunya.
  2. Tanah keras yang menampung air namun tidak menumbuhkan tanaman — seperti orang yang menyimpan ilmu dan menyampaikannya, tetapi belum mengamalkannya secara sempurna.
  3. Tanah tandus yang tidak menyerap air dan tidak menumbuhkan apapun — seperti hati yang berpaling dari ilmu, tidak memahami, dan tidak mengambil manfaat darinya (Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi).

Inilah bentuk pendidikan yang hidup dan kontekstual menghubungkan pesan spiritual dengan fenomena yang dialami manusia.

Fungsi Amtsal dalam Pandangan Ulama

Imam Al-Mawardi -rahimahullah- berkata:

والأمثال من الكلام موقع في الأسماع، وتأثير في القلوب، لا يكاد الكلام المرسل يبلغ مبلغها، ولا يؤثر تأثيرها؛ لأن المعاني بها لائحة، والشواهد بها واضحة، والنفوس بها وامقة، والقلوب بها واثقة، والعقول لها موافقة. فلذلك ضرب الله الأمثال في كتابه العزيز، وجعلها من دلائل رسله، وأوضح بها الحجة على خلقه، لأنها في العقول معقولة، وفي القلوب مقبولة.

“Perumpamaan memiliki tempat istimewa di telinga dan pengaruh mendalam di hati. Ucapan biasa tidak dapat menandingi kekuatannya, sebab dengan perumpamaan makna menjadi jelas, bukti menjadi nyata, jiwa tertarik, hati merasa yakin, dan akal menerimanya dengan mudah. Karena itulah Allah memukul perumpamaan dalam kitab-Nya dan menjadikannya hujjah yang kuat atas hamba-Nya.” (Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hlm. 275)

Penjelasan ini menunjukkan bahwa metode perumpamaan memiliki daya edukatif dan afektif, ia bekerja di ranah bahasa, rasa, dan logika sekaligus. Dalam teori pendidikan modern, pendekatan seperti ini dikenal sebagai pembelajaran bermakna (meaningful learning) ketika peserta didik mengaitkan konsep baru dengan pengalaman nyata.

Korelasi dengan Teori Pendidikan Modern

Teori konstruktivisme (Piaget & Vygotsky) menyatakan bahwa belajar terjadi ketika seseorang membangun makna berdasarkan pengalaman konkret.
Hal ini sejajar dengan fungsi perumpamaan Qur’ani yang mengaitkan nilai-nilai abstrak dengan realitas empiris.

Sementara menurut David Kolb dalam teori experiential learning, belajar efektif terjadi melalui siklus “mengalami – merenungkan – memahami – menerapkan”.
Metode perumpamaan Al-Qur’an memfasilitasi proses itu secara sempurna: ia menghadirkan pengalaman batiniah yang menggerakkan kesadaran, sebelum diolah menjadi pemahaman dan tindakan.

Dengan demikian, Al-Qur’an telah menerapkan pendekatan pendidikan paling modern jauh sebelum teori-teori itu muncul.

Penjelasan Para Ulama Tafsir : 

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa‘dī rahimahullah menjelaskan:

في ضرب الأمثال في القرآن يستفاد منه أمور: التذكير، والوعظ، والحث، والزجر، والاعتبار، والتقرير، وتقريب المراد للعقل، وتصويره في صورة المحسوس، بحيث يكون نسبته للعقل كنسبة المحسوس إلى الحس.

“Dalam perumpamaan Al-Qur’an terdapat banyak manfaat: sebagai pengingat, nasehat, motivasi, peringatan, bahan renungan, peneguhan makna, pendekatan konsep kepada akal, dan penggambaran hal-hal abstrak dalam bentuk yang dapat dirasakan oleh pancaindra.” (Tafsir as-Sa‘di, hlm. 34)

Beliau menegaskan bahwa perumpamaan menjadikan makna abstrak terasa nyata, sehingga pengajaran menjadi efektif dan menyentuh. Dalam konteks pendidikan, ini berarti memanusiakan ilmu, menempatkan kebenaran dalam bentuk yang bisa dihayati.

Syaikh Muhammad al-Khaḍir Ḥusain -rahimahullah- menjelaskan secara luas:

يمكننا أن نقول: أمثال القرآن ما يضربه الله للناس من أقوال تتضمن ما فيه غرابة من تشبيه أو استعارة أو قصة، ويدخل في هذا كل ما سماه القرآن قبل ذلك أو بعده مثلاً، بل ويعد في أمثال القرآن كل ما اشتمل على تمثيل حال شيء بحال آخر.

“Perumpamaan dalam Al-Qur’an adalah setiap ucapan yang Allah jadikan untuk manusia yang mengandung keunikan berupa tasybih (perbandingan), isti‘arah (metafora), atau kisah. Setiap ayat yang menggambarkan keadaan sesuatu dengan keadaan yang lain termasuk dalam kategori amtsāl Al-Qur’an.” (Al-A‘mal al-Kamilah, 2/1/37)

Beliau juga mengagumi keindahan struktur perumpamaan Al-Qur’an:

ومن بديع أسلوب القرآن في ضرب المثل أن يسوق الجمل مستعملاً لها في معانيها الحقيقية، قاصداً بها غرضاً خاصاً، وبعد أن يفيد بها هذا الغرض يعود إلى جعلها مثلاً يرمي إلى غرض من الأغراض التي تضرب لها الأمثال.

“Salah satu keindahan luar biasa dalam gaya bahasa Al-Qur’an adalah ketika Allah menyebut kalimat dalam makna hakikinya untuk maksud tertentu, lalu menjadikannya juga sebagai perumpamaan untuk tujuan pendidikan lainnya.” (Ibid., 2/1/41)

Contoh paling indah adalah firman Allah:

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا… كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ

“Dia menurunkan air dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, lalu arus itu membawa buih yang mengambang… Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang kebenaran dan kebatilan; adapun buih itu akan hilang lenyap, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia akan tetap di bumi.” (QS. Ar-Ra‘d: 17)

Ayat ini mengandung pelajaran pendidikan moral dan sosial, bahwa kebenaran bersifat menetap dan memberi manfaat, sementara kebatilan hanyalah buih yang cepat lenyap.

Metode perumpamaan adalah seni mendidik ala Al-Qur’an, mengajarkan dengan logika, menggetarkan dengan rasa, dan menuntun dengan gambaran yang hidup.

Dalam praktik pendidikan modern, guru dan da‘i dapat meneladani metode ini dengan:

  •     Menyampaikan konsep abstrak melalui analogi dan kisah nyata.
  •     Mengaitkan nilai-nilai spiritual dengan pengalaman sehari-hari.
  • Menghidupkan pesan dengan narasi yang menyentuh hati dan menggugah imajinasi.

Dengan demikian, pendidik (pengajar) Qur’ani tidak hanya mengajar dengan kata-kata saja, tetapi mendidik dengan makna, sebagaimana Allah Ta‘ala berfirman:

وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-‘Ankabut: 43)

Ditulis oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc., M.Pd.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link