Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-35 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.
Sebagaimana biasanya, di akhir bab beliau menyebutkan tentang beberapa faedah yang bisa kita ambil dari bab ini.
فِيهِ مَسَائِلُ
Di dalamnya ada beberapa permasalahan.
Kalau kita lihat di sini, permasalahan yang beliau sebutkan hanya satu saja, padahal beliau mengatakan ada beberapa permasalahan. Sebagian mengatakan, kenapa di sini disebutkan satu saja, padahal beliau mengatakan beberapa permasalahan. Beliau mengatakan masā’il — beberapa permasalahan — karena ingin menunjukkan tentang pentingnya permasalahan ini.
Terkadang orang Arab, satu sebenarnya, tapi dia menggunakan lafaz jamak. Tujuannya apa? Untuk ta‘zhīm, yaitu untuk mengagungkan. Ingin menunjukkan bahwasannya satu permasalahan ini adalah permasalahan yang sangat penting, sangat utama sekali, dan sangat agung sekali dalam agama Islam.Karena ini berkaitan dengan makna dan tafsir dari kalimat Lā ilāha illallāh. Yang sangat disayangkan, ada sebagian kaum muslimin yang tidak memahami makna yang sangat penting dari kalimat Lā ilāha illallāh ini.
Sehingga beliau mengatakan masā’il — beberapa permasalahan — padahal hanya satu permasalahan saja, untuk menunjukkan tentang pentingnya permasalahan ini.
فِيهِ أَكْبَرُ المَسَائِلِ وَأَهَمُّهَا، وَهِيَ تَفْسِيرُ التَّوْحِيدِ، وَتَفْسِيرُ الشَّهَادَةِ، وَبَيَّنَهَا بِأُمُورٍ وَاضِحَةٍ
Yang pertama, dan ini yang paling penting, yaitu tentang penjelasan apa itu tauhid dan tafsir dari syahadah, yaitu tafsir dari syahadat Lā ilāha illallāh. Penjelasannya apa? Dan beliau menjelaskannya dengan beberapa perkara yang sangat jelas.
مِنْهَا آيَةُ الإِسْرَاءِ: بَيَّنَ فِيهَا الرَّدَّ عَلَى المُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَدْعُونَ الصَّالِحِينَ؛ فَفِيهَا بَيَانٌ أَنَّ هٰذَا هُوَ الشِّرْكُ الأَكْبَرُ
Yang pertama, beliau menjelaskan, di dalam surat al-Isrā’ ini, yaitu ayat yang ada dalam surat al-Isrā’, yaitu Firman Allāh ﷻ
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الوَسِيلَةَ
Beliau menjelaskan di dalamnya ini ada bantahan terhadap orang-orang musyrikin yang mereka menyembah orang-orang yang shalih. Disebutkan di sini, orang-orang musyrikin yang mereka menyembah orang-orang yang shalih berarti mereka telah menyelisihi tauhid. Mereka telah menyelisihi kalimat tauhid Lā ilāha illallāh, karena Lā ilāha illallāh mengharuskan dia untuk mengesakan Allāh dalam ibadah.
Ketika dia menyembah kepada orang yang shalih, meskipun dia adalah orang yang shalih, maka dia telah menentang dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kalimat Lā ilāha illallāh. Karena Lā ilāha illallāh berarti tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh, siapa pun dia. Meskipun dia adalah orang yang shalih, maka dia tidak berhak, karena dia adalah selain Allāh. Dan di dalamnya, bahwasannya ini termasuk syirik yang besar. Menyembah kepada orang yang shalih ini termasuk syirik yang besar.
وَمِنْهَا آيَةُ بَرَاءَةَ
Di antaranya adalah ayat yang Allāh sebutkan di dalam surat At-Taubah, yaitu firman Allāh tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan pendeta dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allāh.
بَيَّنَ فِيهَا أَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللهِ
Allāh menjelaskan di dalamnya bahwa orang-orang Ahlul Kitab telah menjadikan pendeta mereka dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allāh.
Berarti termasuk hal yang bertentangan dengan tauhid adalah syirik di dalam masalah tha‘ah, yaitu kesyirikan di dalam masalah ketaatan.
وَبَيَّنَ أَنَّهُمْ لَمْ يُؤْمَرُوا إِلَّا بِأَنْ يَعْبُدُوا إِلٰهًا وَاحِدًا
Dan beliau menjelaskan bahwa mereka ini tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Tuhan yang satu.
مَعَ أَنَّ تَفْسِيرَهَا الَّذِي لَا إِشْكَالَ فِيهِ طَاعَةُ العُلَمَاءِ وَالعُبَّادِ فِي المَعْصِيَةِ، لَا دُعَاؤُهُمْ إِيَّاهُمْ
Padahal, tafsir dari firman Allāh
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
yang tidak ada permasalahan di dalamnya, apa penafsirannya di sini, mentaati ulama dan juga ahli ibadah didalam masalah kemaksiatan, ini yang Allāh ﷻ sebutkan di dalam Al-Qur’an.
Bukan berdoa kepada mereka. Jadi, Ahlul Kitab saat itu bukan berdoa kepada mereka, tapi mereka melakukan ketaatan yang berlebihan kepada para ulama dan juga ahli ibadah, sampai dalam masalah kemaksiatan. Maka ini termasuk yang bertentangan dengan tauhid.
وَمِنْهَا قَوْلُ الخَلِيلِ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِلكُفَّارِ: ﴿إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي﴾ [الزخرف: 26]
Dan di antaranya adalah ucapan Ibrāhīm al-Khalīl kepada al-kuffār, yaitu orang-orang kafir: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali yang menciptakan aku.”
فَاسْتَثْنَى مِنَ المَعْبُودِينَ رَبَّهُ
Maka beliau ‘alaihis-salām mengecualikan di antara sesembahan-sesembahan tersebut Rabb-nya, yaitu Allāh.
Ini menunjukkan tentang pengertian Lā ilāha illallāh.
وَذَكَرَ سُبْحَانَهُ أَنَّ هٰذِهِ البَرَاءَةَ وَهٰذِهِ المَوَالَاةَ هِيَ تَفْسِيرُ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ
Dan Allāh ﷻ menyebutkan bahwasannya berlepas dirinya beliau dan loyalitasnya beliau terhadap Allāh, berlepas diri kepada selain Allāh, dan loyalnya beliau terhadap Allāh, yaitu dalam firman-Nya إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي, inilah pengertian dari persaksian Lā ilāha illallāh.
Persaksian, tafsir dari kalimat ini, yaitu kalimat ucapan ashhadu an lā ilāha illallāh. Apa dalilnya
فَقَالَ: ﴿وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ [الزخرف: 28]
Karena Allāh mengatakan setelahnya: “Dan Dia telah menjadikan kalimat ini.” Kalimat yang mana? Kalimat Lā ilāha illallāh, innani barā’un mimmā ta‘budūna illā alladhī faṭaranī. Telah menjadikan kalimat ini akan terus ada setelah dia, la‘allahum yarji‘ūn, sampai mereka mau kembali.
Dan kalimat apa yang sampai sekarang terus ada? Kalimat Lā ilāha illallāh, ashhadu an lā ilāha illallāh. Inilah kalimatan bāqiyatan fī ‘aqibihi. Ini adalah kalimat yang ada setelah beliau, menunjukkan bahwasannya tauhid inilah yang terkandung di dalam kalimat syahādat an lā ilāha illallāh. Dan bahwasannya syahādat an lā ilāha illallāh, di dalamnya ada berlepas diri dari segala sesuatu yang disembah selain Allāh, dan menetapkan Allāh sebagai satu-satunya sesembahan.
وَمِنْهَا آيَةُ البَقَرَةِ فِي الكُفَّارِ الَّذِينَ قَالَ اللهُ فِيهِمْ: ﴿وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾ [البقرة: 167]،
Di antaranya adalah ayat yang ada di dalam surat al-Baqarah, tentang orang-orang kafir, yang Allāh mengatakan tentang mereka bahwasanya mereka tidak akan keluar dari neraka. Berarti mereka adalah orang-orang kafir.
ذَكَرَ أَنَّهُمْ يُحِبُّونَ أَنْدَادَهُمْ كَحُبِّ اللهِ
Allāh menyebutkan bahwasanya mereka mencintai sesembahan-sesembahan mereka sebagaimana mencintai Allāh. Yaitu cinta yang merupakan ibadah.
فَدَلَّ عَلَى أَنَّهُمْ يُحِبُّونَ اللهَ حُبًّا عَظِيمًا، وَلَمْ يُدْخِلْهُمْ فِي الإِسْلَامِ
menunjukkan bahwasanya mereka mencintai Allāh dengan kecintaan yang besar, tapi yang demikian ternyata tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam.
فَكَيْفَ بِمَنْ أَحَبَّ النِّدَّ أَكْبَرَ مِنْ حُبِّ اللهِ؟
Ketika mereka disebutkan, kita ambil faedah bahwasannya mereka mencintai Allāh dengan kecintaan yang besar, itu pun tidak memasukkan mereka ke dalam agama Islam. Lalu bagaimana seandainya mereka mencintai sesembahan tadi lebih dari cintanya kepada Allāh?
Sama saja, sama cintanya, tidak memasukkan ke dalam agama Islam. Lalu bagaimana kalau mencintai sesembahan tadi lebih dari cintanya kepada Allāh?
وَكَيْفَ بِمَنْ لَمْ يُحِبَّ إِلَّا النِّدَّ وَحْدَهُ، وَلَمْ يُحِبَّ اللهَ؟
Bagaimana dengan orang yang tidak mencintai kecuali sesembahan selain Allāh saja, dan dia tidak mencintai Allāh? Tentunya perkaranya lebih besar.
وَمِنْهَا قَوْلُهُ ﷺ: «مَنْ قَالَ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللهِ، حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ
Di antaranya dalam sabda Nabi ﷺ: “Barang siapa yang mengatakan Lā ilāha illallāh dan mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allāh, akan diharamkan hartanya dan juga darahnya, dan hisabnya adalah kepada Allāh semata.”
وَهٰذَا مِنْ أَعْظَمِ مَا يُبَيِّنُ مَعْنَى (لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ)؛ فَإِنَّهُ لَمْ يَجْعَلِ التَّلَفُّظَ بِهَا عَاصِمًا لِلدَّمِ وَالمَالِ
Inilah di antara perkara yang sangat menjelaskan makna Lā ilāha illallāh, karena Nabi ﷺ tidak menjadikan mengucapkan saja sebagai hal yang bisa menjaga darah dan juga harta. Tidak cukup dengan man qāla Lā ilāha illallāh, tapi menambah dengan wakafara bimā yu‘badu min dūnillāh.
بَلْ وَلَا مَعْرِفَةَ مَعْنَاهَا مَعَ لَفْظِهَا، بَلْ وَلَا الإِقْرَارَ بِذٰلِكَ، بَلْ وَلَا كَوْنَهُ لَا يَدْعُو إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، بَلْ لَا يَحْرُمُ مَالُهُ وَدَمُهُ حَتَّى يُضِيفَ إِلَى ذٰلِكَ الكُفْرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللهِ
Bahkan bukan saja mengenal maknanya bersamaan dengan mengucapkan, bahkan bukan hanya sekadar mengucap, memahami maknanya, dan juga mengakui, bahkan tidak pula hanya sekadar tidak menyembah kecuali hanya kepada Allāh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, bahkan tidak menjadi haram darah dan juga hartanya sampai dia menambahkan satu lagi, yaitu apa? Harus mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allāh.
Kalau hanya beribadah terus kepada Allāh tapi masih dia mengakui adanya sesembahan yang disembah selain Allāh, ini tidak akan bermanfaat kalimat Lā ilāha illallāh yang dia ucapkan.
فَإِنْ شَكَّ أَوْ تَوَقَّفَ، لَمْ يَحْرُم مَالُهُ وَلَا دَمُهُ
Kalau dia ragu-ragu atau dia tawakkuf, tidak mengatakan Allāh saja yang berhak disembah dan tidak mengatakan yang sebaliknya, lam yaḥrum māluhu wa lā damuhu, maka tidak akan haram hartanya dan juga darahnya.
Artinya masih halal jika dia masih ragu-ragu tentang kalimat Lā ilāha illallāh dan tidak mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allāh atau tawakkuf, maka ini belum haram darahnya dan juga hartanya.
فَيَا لَهَا مِنْ مَسْأَلَةٍ مَا أَعْظَمَهَا وَأَجَلَّهَا! وَيَا لَهُ مِنْ بَيَانٍ مَا أَوْضَحَهُ! وَحُجَّةٍ مَا أَقْطَعَهَا لِلمُنَازِعِ
Maka betapa besarnya permasalahan ini, dan sangat jelas apa yang disampaikan oleh beliau, dan sangat jelas hujjah yang beliau sampaikan, yang sangat mematahkan dan membantah orang-orang yang menentang di dalam masalah ini.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

