Bagaimana Seorang Anak Menyikapi Orang Tuanya Yang Berselisih?
![]()
Bagaimana Seorang Anak Menyikapi Orangtua yang berselisih?
Banyak anak menghadapi dilema ketika orangtuanya hidup bersama tetapi sering bertengkar, tinggal di tempat berbeda, dan tidak bercerai. Seorang anak, terutama yang belum menikah, merasa bertanggung jawab untuk merawat kedua orang tua yang sudah lanjut usia. Rasa bersalah muncul ketika harus memilih berada bersama ayah atau ibu, apalagi ketika salah satu menyebut yang lain dengan perkataan buruk. Bagaimana Islam memandu anak dalam menyeimbangkan kewajiban berbakti kepada orangtua tanpa menzalimi salah satunya? Apa yang harus dilakukan dalam komunikasi sehari-hari agar tetap menjaga adab dan hak-hak mereka?
Artikel ini akan membahas panduan syar’i dalam membagi perhatian dan tanggung jawab, serta cara menyikapi konflik antara orangtua bagi seorang anak yang ingin berbakti sesuai tuntunan Allah.
Hak Seorang Ibu Atas Anaknya Lebih Besar Daripada Hak Ayah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟
قَالَ: (أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوكَ )
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak atas perlakuan baik dariku?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab: “Ayahmu.” (HR. Bukhari 5971 dan Muslim 2548)
Hadits Ini Jelas Menunjukkan Keutamaan Hak Ibu.
Ibnu Bathol rahimahullah menjelaskan
وحديث أبى هريرة يدل على أن لها ثلاثة أرباع البرّ، وهو الحجة على من خالفه ” انتهى
Bahwa hadits ini menunjukkan bahwa ibu berhak mendapatkan tiga perempat kebaikan dari anaknya, dan ini menjadi hujjah bagi yang menegaskan keutamaannya.
. “شرح صحيح البخاري” (9 / 191).
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan,
” قال القرطبي: المراد أن الأم تستحق على الولد الحظ الأوفر من البر، وتقدم في ذلك على حق الأب عند المزاحمة، وقال عياض: وذهب الجمهور إلى أن الأم تفضل في البر على الأب، وقيل: يكون برهما سواء، ونقله بعضهم عن مالك، والصواب الأول ” انتهى
Menurut Al-Qurthubi, bahwa yang dimaksud adalah ibu berhak atas porsi yang lebih besar dari kebaikan anak dan lebih utama dibanding ayah ketika ada persaingan. Mayoritas ulama sepakat ibu lebih diutamakan, meskipun ada pendapat yang mengatakan keduanya sama. Pendapat yang menyatakan ibu lebih utama lebih tepat.. ” فتح الباري” (10 / 402).
Oleh karena itu, anak harus menunaikan hak ibu dengan sebaik-baiknya, tanpa menimbulkan kemarahan ayah. Berusahalah untuk mencari keridhaan keduanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Tirmidzi 1899, dinyatakan shahih oleh Al-Albani).
Jika Salah Satunya Sedang Sakit?
Jika salah satu dari orang tua sedang sakit atau membutuhkan perhatian lebih, maka utamakan merawatnya sesuai kebutuhannya.
Semua ini disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kita. Allah Ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بشيء فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apabila Aku melarang kalian dari sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila Aku memerintahkan sesuatu, lakukanlah sesuai kemampuanmu.” (HR. Bukhari 7288 dan Muslim 1337)
Damaikan Mereka Berdua
Usahakanlah sekuat kemampuan untuk memperbaiki hubungan antara kedua orang tua, dan niatkan pahala di sisi Allah.
Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- ditanya:
“Jika ayah dan ibu berselisih dan bertengkar, hingga meninggikan suara. Saya sudah menasehati masing-masing secara terpisah namun mereka tidak mau mendengarkan, apa yang harus saya lakukan?”
Beliau menjawab:
“Teruslah menasehati, bersabarlah, jangan putus asa atau bosan. Gunakan kelembutan, hikmah, dan kata-kata yang baik kepada keduanya. Jika memungkinkan, mintalah bantuan kerabat yang dihormati oleh orang tuamu untuk membantu memperbaiki hubungan mereka.”
Jika membela salah satu pihak justru membuat pihak lain marah atau memperparah perselisihan, maka cukup menolak keburukan itu dalam hatimu.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, ubahlah dengan hatinya, dan itulah tingkat iman yang paling lemah.” (HR. Muslim 49)
Penutup
Kesimpulannya, berusaha memperbaiki hubungan kedua orang tua adalah kewajiban dan bentuk bakti yang besar, namun tetap harus disertai kesabaran, hikmah, dan ikhlas. Jika tidak memungkinkan untuk mengubah keadaan, cukup menolak kebatilan dalam hati dan niatkan setiap usaha sebagai ibadah di sisi Allah.
Semoga Allah memudahkan kita dalam berbakti kepada kedua orang tua, memberi hati yang sabar dan bijak dalam menasehati, serta menjadikan setiap usaha kita untuk memperbaiki hubungan mereka sebagai amal jariyah yang terus mengalir pahalanya.
Aamiin.
Ditulis oleh: Ustadz Nurhadi Nugroho


