Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-48 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.
Beliau mendatangkan firman Allāh ﷻ
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالعُزَّى﴾ الآيَاتِ
Dan juga firman Allāh: “Bagaimana pendapat kalian tentang Lāta dan juga ‘Uzzā?”
Ucapan afara’aitum, bagaimana pendapat kalian, yaitu kalian wahai orang-orang musyrikin. Ini adalah kalimat di dalam ayat ini yang menunjukkan penghinaan kepada mereka dan perendahan terhadap mereka.
Afara’aitumul-Lāta wal-‘Uzzā, kabarkan kepada kami bagaimana pendapat kalian tentang Lāta dan juga ‘Uzzā. Ini adalah perendahan terhadap sikap mereka yang menjadikan itu sebagai sesembahan selain Allāh.
Yang dimaksud dengan Lāta di sini adalah sesembahan orang-orang musyrikin Quraisy, dan ia berupa batu yang besar, dan posisinya di Thā’if dekat dengan kota Makkah. Ada pun al-‘Uzzā, maka ini adalah sebuah pohon yang diagungkan juga oleh orang-orang musyrikin Quraisy, dan posisinya berada antara Thā’if dengan Makkah, lebih dekat.
Wa Manātats-tsālitsatal-ukhrā, dan juga Manāt yang ketiga, ini juga sesembahan mereka; posisinya berada di sebelah utara kota Makkah, berupa batu yang besar.
Ini menunjukkan bahwasannya mereka, orang-orang musyrikin Quraisy, bertabaruk dengan benda-benda ini. Kebiasaan orang-orang jahiliyyah: bertabaruk dengan sesuatu yang Allāh tidak jadikan sebagai wasilah untuk mendapatkan berkah. Mereka bertabaruk dengan pohon dan batu, ingin mendapatkan kebaikan namun dengan cara seperti ini.
Dan Firman Allāh afara’aitum menunjukkan bahwasannya Allāh ﷻ mencela mereka dan mengingkari mereka atas apa yang mereka perbuat. Ini menunjukkan bahwasannya perbuatan ini—yaitu bertabaruk dengan pohon dan batu—bukan perbuatan orang Islam, tetapi perbuatan orang-orang musyrikin. Dahulu kebiasaan mereka memang demikian.
Mungkin ada yang bertanya: “Ustadz, bagaimana kalau kita melihat adanya orang yang mencium Ka‘bah, dan disunnahkan untuk mencium Ka‘bah ketika thawaf, bukankah ini termasuk bertabaruk dengan batu?”
Kita katakan, maksud dari mencium Ka‘bah itu adalah untuk mengikuti sunnah Nabi ﷺ, bukan untuk mendapatkan keberkahan dari Ka‘bah atau keberkahan Allāh dengan cara mencium Ka‘bah. Tapi maksudnya adalah mengikuti sunnah saja.
Sehingga ‘Umar ibn al-Khaththāb radhiyallāhu ‘anhu, ketika beliau menjadi khalifah dan thawaf, beliau mengatakan:
إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Sungguh aku mengetahui bahwa engkau ini adalah batu yang tidak memberikan mudharat dan tidak memberikan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah ﷺ menciummu, aku tidak akan menciummu.”
Ini menunjukkan bahwasannya diciumnya Ka‘bah ini adalah karena ittibā’, yaitu mengikuti sunnah Nabi ﷺ, bukan untuk mencari berkah yang bisa berpindah dengan cara mencium Ka‘bah.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


