Shalat Berjamaah Di Masjidil Haram

Shalat Berjamaah Di Masjidil Haram

8 hours yang lalu
Shalat Berjamaah Di Masjidil Haram

Shalat Berjamaah Di Masjidil Haram

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mohon pencerahannya Ustadzuna. Bagaimana penjelasan dan dalil mengenai kondisi Imam di Masjidil Haram yang mengimami sholat. Tidak berada di shaf paling depan (ada tempat khusus dibelakang) dan di depannya yaitu depan ka’bah ada makmumnya. Tidak seperti beberapa tahun saat Imam posisi paling depan atau semua shaf yang lurus di depan imam dikosongkan.

Mohon pencerahan dalil atau fatwanya. Apakah ini khusus kondisi di Masjidil haram saja atau dimungkinkan di masjid lainnya. Jazakumullahu khairan

______________________________________________________________________

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

بسم الله، الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد،

Shalat Berjamaah di Masjidil Haram: Imam Tidak di Shaf Paling Depan, Apakah Sah?

  1. Kondisi Masjidil Haram yang Berbeda

Masjidil Haram memiliki bentuk melingkar mengelilingi Ka’bah, bukan persegi panjang seperti masjid pada umumnya. Karena itu, posisi shaf jamaah juga melingkari Ka’bah, bukan semuanya di belakang imam.

Sebagian jamaah bahkan berada di depan imam secara arah kiblat, meski tetap menghadap Ka’bah.

Posisi imam berada di salah satu sisi Ka’bah (di belakang Maqam Ibrahim), dan tidak mungkin semua makmum berada di belakangnya. Maka, tampak bahwa di depan imam pun ada jamaah yang sedang shalat hal ini bukan kesalahan, tetapi sesuai dengan kaidah fiqih dan pandangan para ulama.

  1. Hukum Shalat Jamaah Bila Makmum Ada di Depan Imam

Secara umum, syarat berjamaah adalah makmum berada di belakang imam atau sejajar dengannya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ

“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, kondisi Masjidil Haram adalah kondisi khusus, di mana arah kiblat (Ka’bah) berada di tengah, dan jamaah mengelilinginya dari segala arah. Karena itu, sebagian makmum ada di depan imam tetapi semua tetap menghadap kiblat dan mengikuti gerakan imam.

  1. Pendapat Para Ulama Tentang Kasus Ini

⁠Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata:

والأصل في الإمام أن يكون متقدماً على المأمومين إلا إن ضاق المكان أو لم يكن إلا مأموم واحد.”

“Hukum asalnya, imam berada di depan makmum, kecuali jika tempatnya sempit atau makmumnya hanya satu orang.” (Fath al-Bari, 2/216).

Penjelasan ini menunjukkan bahwa posisi imam di depan makmum bukan syarat mutlak sahnya jamaah, tetapi hukum asal yang bisa dikecualikan bila ada kebutuhan atau uzur, seperti sempitnya tempat atau kondisi masjid yang berbeda bentuknya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan dengan sangat terperinci:

“Adapun shalat makmum di depan imam, maka terdapat tiga pendapat ulama:

Pertama, sah secara mutlak meskipun makruh ini pendapat Malik dan qaul qadīm dari Syafi‘i.

Kedua, tidak sah secara mutlak pendapat Abu Hanifah, Syafi‘i, dan Ahmad dalam riwayat masyhur.

Ketiga, sah bila ada uzur, seperti karena sempit atau tidak ada tempat lain, sebagaimana dalam shalat Jumat atau jenazah yang padat maka shalat di depan imam lebih baik daripada meninggalkan shalat.

Pendapat ketiga inilah yang paling adil dan kuat, karena larangan mendahului imam termasuk kewajiban yang gugur ketika ada uzur. Bukankah kewajiban dalam shalat pun gugur ketika ada udzur seperti berdiri, membaca, berpakaian, atau bersuci? Maka kewajiban dalam berjamaah tentu lebih utama untuk digugurkan ketika ada kesulitan.” al-Fatawa al-Kubra, 2/360.

Keterangan ini sangat kuat dan menjadi landasan fiqih Masjidil Haram, dimana kondisi tempat membuat sebagian jamaah berada di depan imam. Maka shalatnya tetap sah karena terdapat ‘udzur syar‘i (kondisi yang tidak bisa dihindari).

  1. Kaidah Fiqh yang Berlaku

Kaidah umum yang menjadi landasan hukum ini adalah:

المشقة تجلب التيسير

“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”

Dan juga:

الضَّرَرُ يُزَالُ

“Kemudaratan harus dihilangkan.”

Dalam konteks Masjidil Haram, memaksa semua makmum berada di belakang imam akan menimbulkan kesulitan besar dan kerusuhan tata tempat shalat. Karena itu, rukhsah (keringanan) diberikan berdasarkan kaidah syariat ini.

  1. Kekhususan Masjidil Haram

Kondisi ini tidak dapat diterapkan di masjid-masjid lain, karena:

  • Masjidil Haram memiliki bentuk melingkar di sekitar Ka’bah;
  • Posisi imam sudah ditentukan demi keteraturan jamaah global;
  • Seluruh jamaah tetap satu arah kiblat yang sama, yaitu Ka’bah.

Masjid-masjid biasa tidak memiliki alasan syar‘i untuk menempatkan makmum di depan imam, karena ruangnya linear dan masih memungkinkan posisi normal.

  1.  Kesimpulan 

    – Hukum asal: imam berada di depan makmum, namun boleh bila ada uzur syar‘i.
    Shalat berjamaah di Masjidil Haram tetap sah, meskipun sebagian makmum berada di depan imam, karena:

  • Semua tetap menghadap Ka’bah (satu kiblat),
  • Ada uzur dan kebutuhan syar‘i (masjid melingkar),
  • Diperkuat pendapat Ibnu Hajar dan Ibnu Taimiyah. 

    – Pengecualian ini khusus untuk Masjidil Haram, tidak berlaku di masjid biasa.

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan Allah tidak menjadikan bagi kalian kesempitan dalam agama.” (QS. al-Hajj: 78).

Baarakallahu fiikum

 

Dijawab Ringkas Oleh : Ustadz Muhammad Fikri Al-Hilabi S.Ag., M.Ag.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link