Halaqah 49 | Pembahasan Hadits Abi Waqid Al-Laitsi – ilmiyyah.com

Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-49 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.

Beliau mendatangkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi

عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِلَى حُنَيْنٍ

Dari Abi Waqid Al-Laitsi, beliau mengatakan: Kami keluar bersama Rasulullah ﷺ ke Hunayn, yaitu untuk membuka kota Hunayn, dan itu terjadi pada tahun ke 8 Hijriyah setelah Nabi ﷺ membuka kota Makkah.

وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ

Sedangkan kami ini baru meninggalkan kekufuran, karena saat itu yang ada dalam pasukan ada para sahabat yang memang sudah lama bersama Nabi. Ada di antara mereka yang baru masuk Islam ketika dibukanya Kota Makkah, sehingga ada di antara mereka yang ikut keluar ke Hunain, tapi dia masih baru saja meninggalkan kekufuran.

وَلِلْمُشْرِكِينَ سِدْرَةٌ يَعْكفُونَ عِنْدَهَا، وَيَنُوطُونَ بِهَا أَسْلِحَتَهُمْ

Dan orang-orang musyrikin, mereka punya sidrah (sejenis pohon) yang di situ mereka beriktikaf dan mereka menggantungkan di situ senjata-senjata mereka. Itu keadaan orang-orang musyrikin, menunjukkan di antara kebiasaan orang-orang musyrikin: iktikaf, berdiam diri di sekitar pohon, atau bersemedi, atau bertapa, kemudian mereka menggantungkan di situ senjata mereka. Tujuannya adalah untuk mencari keberkahan.

يُقَالُ لَهَا: ذَاتُ أَنْوَاطٍ

Sidrah tadi dinamakan dengan Dzātu Anwāth

فَمَرَرْنَا بِسِدْرَةٍ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! اِجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ

Maka kami pun melewati sebuah sidrah lagi, maka sebagian mereka berkata kepada Nabi ﷺ, “Wahai Rasulullah, jadikanlah untuk kami Dzātu Anwāth”, yaitu pohon yang digunakan untuk beriktikaf di sekitarnya, menggantungkan di sana senjata, supaya mendapatkan berkah dari Allāh ﷻ, maka mereka mengucapkan ucapan ini, “sebagaimana mereka juga memiliki Dzātu Anwāth”.

Karena mereka baru meninggalkan kekufuran, baru masuk Islam, dan mengetahui bahwa orang-orang musyrikin, mereka memiliki Dzātu Anwāth. Di situ mereka beriktikaf, di situ mereka menggantungkan senjata mereka. Sehingga orang-orang yang baru masuk Islam ini ingin yang demikian, dibuatkan oleh Nabi Dzātu Anwāth, di situ mereka mencari keberkahan dari Allāh ﷻ.

Apa kata Rasulullah ﷺ?

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ  ﷺ: «اللَّهُ أَكْبَرُ

“Allāh Maha Besar.” Karena apa yang mereka ucapkan, ini adalah ucapan yang batil, bertentangan dengan keagungan Allāh. Di antara bentuk pengagungan Allāh adalah mengesakan Allāh dalam ibadah, termasuk di antaranya adalah meyakini bahwasanya Allāh ﷻ Dia-lah yang menurunkan berkah, dan meyakini bahwasanya sesuatu itu berkah kalau memang dia diberkahi oleh Allāh. Dan tidak boleh kita mengatakan sesuatu itu berkah kecuali dengan dalil. Maka ini termasuk pengagungan.

Sementara yang mereka ucapkan tadi adalah ucapan yang batil: “Jadikan untuk kami Dzātu Anwāth, itu sebuah pohon yang di situ kami akan beriktikaf dan meletakkan senjata-senjata kami di situ.” Maka ini adalah ucapan yang bertentangan dengan tauhid, bertentangan dengan pengagungan terhadap Allāh. Sehingga beliau ﷺ mengatakan, “Allāhu Akbar, Allāh Dia-lah yang Maha Besar.”

إِنَّهَا السُّنَنُ

Sesungguhnya ini adalah jalan-jalan, cara-cara… cara-cara siapa? Ini adalah cara-cara orang-orang Yahudi dan orang Nasrani. Yaitu apa yang kalian lakukan berupa meminta Dzātu Anwāth ini pernah dilakukan oleh Bani Israil, dan ini adalah sunnah mereka.

قُلْتُمْ – وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ – كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ لِمُوسَى

Kalian telah mengatakan – Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya – ini seperti ucapan Bani Israil kepada Musa.

Ternyata orang-orang Bani Israil sudah mengucapkan ucapan ini sebelumnya. Apa ucapan mereka kepada Musa?

اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ

“Buatkan untuk kami sesembahan sebagaimana mereka juga memiliki sesembahan.”

Yaitu orang-orang Bani Israel ketika diselamatkan oleh Allāh dari kejaran Fir‘aun, mereka melewati sebuah kaum di mana mereka sedang dalam keadaan beriktikaf di depan berhalanya.

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Dan Kami seberangkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka mendatangi suatu kaum yang sedang beriktikaf di sekitar berhala-berhala mereka. Mereka berkata, “Wahai Musa, buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan-sesembahan.” Musa berkata, “Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil.” (QS. Al-A‘rāf: 138)

Kami seberangkan orang-orang Bani Israil, kemudian mereka mendatangi sebuah kaum yang mereka sedang beriktikaf di sekitar sesembahan mereka. Kemudian mereka ini mengatakan, “Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka juga memiliki sesembahan.” Ini ucapan Bani Israil setelah melihat ada sebagian kaum yang mereka menyembah berhala tadi.

Ini keadaannya, sebabnya persis seperti yang dilakukan dan diucapkan oleh sebagian sahabat tadi. Karena dia melihat orang-orang musyrikin ternyata memiliki Dzātu Anwāth yang di situ mereka beriktikaf, mengalungkan, dan menyimpan senjata-senjata mereka. Akhirnya mereka meminta kepada Nabi ﷺ untuk dibuatkan Dzātu Anwāth ini. Berarti persis dengan Bani Isrāil yang minta kepada Musa ‘alaihissalam untuk dibuatkan berhala yang mereka sembah.

Kemudian Nabi ﷺ mengatakan,

لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

“Sungguh kalian akan melakukan, akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian.” Apa yang mereka perbuat akan kalian perbuat, akan kalian ikuti. Ini maksud ucapan beliau latarkabunna sunana man kāna qablakum, termasuk di antaranya adalah ucapan ij‘al lanā ilāhan kamā lahum ālihah ada di antara umat Islam yang mengucapkan ucapan yang semakna.

رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dishahihkan oleh beliau rahimahullah.

Syahid dari hadits ini, bahwa Nabi ﷺ mengingkari. Di antaranya beliau mengatakan Allāhu Akbar, ini pengingkaran terhadap apa yang mereka ucapkan yang isinya adalah merendahkan Allah. Kemudian juga beliau menganggap ini adalah sebuah ittibā‘, mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kita, yaitu orang-orang Bani Isrāil.

Ini menunjukkan bahwasanya perkara ini adalah perkara yang diharamkan—karena apa yang dilakukan oleh Bani Isrāil ada di antaranya yang sampai kepada kesyirikan, kekufuran, kebid‘ahan—sehingga mengikuti mereka adalah sebuah perkara yang diharamkan.

Jadi ucapan beliau, “Ini adalah cara, jalan yang dimiliki oleh Banu Isrāil,” maksudnya adalah pencelaan bahwa jalan mereka ini bukan jalan orang yang baik, bukan jalan yang lurus. Sehingga kita berlindung kepada Allāh dari menempuh jalan mereka.

Dalam Al-Fātiḥah kita membaca: tunjukilah kami jalan yang lurus; jalan orang yang Engkau telah berikan nikmat; bukan jalan orang yang Engkau murkai dan bukan jalan orang yang sesat. Dan orang yang dimurkai di sini adalah orang-orang Yahudi.

Maka ini menunjukkan tentang diharamkannya perbuatan ini. Dan orang-orang musyrikin saat itu mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di Dzātu Anwāth ini tujuannya adalah untuk mencari berkah dari Allāh dengan cara menggantungkan senjata di pohon-pohon.

Baik, ini menunjukkan tentang diharamkannya perkara tersebut. Dan perinciannya: kalau dia meyakini itu adalah sebab saja, maka ini adalah syirik kecil; kalau meyakini itu yang memberkahi, maka ini adalah syirik besar.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 49 | Pembahasan Hadits Abi Waqid Al-Laitsi – ilmiyyah.comimage_print

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link