Halaqah 50 | Kandungan-Kandungan Dalam Bab 09 – ilmiyyah.com

Kitab: Kitabut Tauhid
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-50 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Kitābut-Tauḥīd alladzhī huwa ḥaqqullāhi ʿalal ʿabīd yang ditulis oleh Al-Imām al-Mujaddid Muḥammad ibn ʿAbdil Wahhāb ibn Sulaimān At-Tamīmī raḥimahullāh.

Masuk kita pada faedah-faedah yang bisa kita ambil dari bab ini.

فِيهِ مَسَائِلُ

Di dalamnya ada beberapa permasalahan:

الأُولَى: تَفْسِيرُ آيَةِ النَّجْمِ

1. Penjelasan dari ayat yang ada di dalam surat an-Najm, yaitu firman Allāh ﷻ: afaraitumullata wal-‘uzzā, wa manāt ats-tsālitsata al-ukhrā. Dan sudah kita sebutkan siapa mereka ini,

الثَّانِيَةُ: مَعْرِفَةُ صُورَةِ الأَمْرِ الَّذِي طَلَبُوا

2. Mengenal bentuk dari perkara yang mereka inginkan — barakah dari Allāh dengan wasilah pohon dan batu tersebut — maksudnya: diinginkan oleh sebagian sahabat tadi yang mereka berkata kepada Nabi ﷺ: ij‘al lanā Dzāta Anwāth kamā lahum Dzātu Anwāth—maksudnya adalah ingin dijadikan di sana pohon yang ditaruh di sana senjata, dan mereka beriktikaf di sana sebagaimana dahulu ketika mereka masih musyrikin.

الثَّالِثَةُ: كَوْنُهُمْ لَمْ يَفْعَلُوا

3. Mereka tidak melakukan. Mereka hanya mengungkapkan tadi kepada Nabi ﷺ, tetapi mereka belum melakukan. Mereka baru berbicara kepada Nabi ﷺ untuk dibuatkan.

الرَّابِعَةُ: كَوْنُهُمْ قَصَدُوا التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ بِذٰلِكَ، لِظَنِّهِمْ أَنَّهُ يُحِبُّهُ

4. Mereka bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allāh dengan perbuatan tadi karena mereka menyangka bahwa Allāh ﷻ mencintainya. Jadi mereka, saking semangatnya, berkata kepada Nabi ﷺ ucapan tadi dengan tujuan untuk beribadah kepada Allāh—ingin mendekatkan diri kepada Allāh dengan cara seperti itu, dan dengan tujuan Allāh ﷻ mencintai dia—yaitu dengan cara menggantungkan senjata atau beriktikaf di sekitar pohon dan batu tadi. Mereka menganggap bahwa ini adalah perbuatan yang dicintai oleh Allāh ﷻ.

الْخَامِسَةُ: أَنَّهُمْ إِذَا جَهِلُوا هٰذَا، فَغَيْرُهُمْ أَوْلَى بِالْجَهْلِ

5. Kalau semisal para sahabat radhiyallāhu ‘anhum, meskipun mereka baru masuk ke dalam agama Islam, ternyata tidak mengerti perkara ini, maka selain mereka itu lebih awlā (pantas), seandainya ada di antara mereka yang jahil, ada yang bodoh, itu pantas. Jangankan dia, seorang sahabat Nabi ﷺ juga ada di antara mereka yang masih belum mengetahui perkara ini sampai diajarkan oleh Nabi ﷺ.

السَّادِسَةُ: أَنَّ لَهُمْ مِنَ الحَسَنَاتِ وَالوَعْدِ بِالمَغْفِرَةِ مَا لَيْسَ لِغَيْرِهِمْ

6. Mereka punya janji dari Allāh bahwa Allāh ﷻ akan memberikan kebaikan kepada mereka dan Allāh ﷻ akan mengampuni dosa-dosa mereka. Dan ini—baik rahmat maupun ampunan—Allāh ﷻ tidak memberikan keutamaan yang demikian yaitu diberikan oleh Allāh ﷻ kebaikan yang banyak dan ampunan yang, Allāh berikan kepada para sahabat bagian yang besar dari rahmat dan juga maghfirah tersebut yang tidak diberikan kepada yang lain.

Sehingga ucapan yang disebutkan oleh sebagian sahabat bukan menjadi sebab kita mencela para sahabat radhiyallāhu ‘anhum, karena mencela mereka adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama Islam. Dan janji Allāh kepada mereka berupa rahmat dan ampunan itu jauh lebih besar daripada dosa yang sangat sedikit yang mereka lakukan.

السَّابِعَةُ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يَعْذِرْهُمْ، بَلْ رَدَّ عَلَيْهِمْ بِقَوْلِهِ: «اللهُ أَكْبَرُ! إِنَّهَا السُّنَنُ! لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ»؛ فَغَلَّظَ الأَمْرَ بِهٰذِهِ الثَّلَاثِ

7. Nabi ﷺ tidak memberikan udzur kepada mereka. Beliau tidak memberikan udzur kepada orang-orang yang meminta, bahkan beliau membantah mereka dan mengatakan: “Allāhu Akbar, sesungguhnya ini adalah jalan-jalan, sungguh kalian akan mengikuti orang-orang sebelum kalian.” Maka di sini Nabi ﷺ memperkeras ancaman dengan tiga perkara ini: dengan mengatakan “Allāhu Akbar”, innaha sunan, dan latattabi‘unna sanana man kāna qablakum. Tiga perkara ini, dengannya Allāh ﷻ membantah orang-orang yang melakukan demikian.

الثَّامِنَةُ: الأَمْرُ الكَبِيرُ – وَهُوَ المَقْصُودُ – أَنَّهُ أَخْبَرَ أَنَّ طَلَبَهُمْ كَطَلَبِ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَمَّا قَالُوا لِمُوسَى: اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا

8. Perkara yang besar—perkara yang penting—dan inilah yang dimaksud: bahwa Nabi ﷺ menggambarkan bahwa permintaan mereka adalah seperti permintaan Bani Isrāīl. Apa yang mereka ucapkan persis seperti yang diucapkan oleh Bani Isrāīl, yaitu meminta shanam atau sesuatu yang disembah selain Allāh. Berarti dalam ucapan sebagian sahabat tadi ij‘al lanā Dzāta Anwāth kamā lahum Dzātu Anwāth, ini adalah perkara yang diharamkan, bahkan sudah berlalu perinciannya tentang orang yang melakukan tabarruk di pohon atau di batu.

التَّاسِعَةُ: أَنَّ نَفْيَ هٰذَا مِنْ مَعْنَى لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، مَعَ دِقَّتِهِ وَخَفَائِهِ عَلَى أُولٰئِكَ

9. Menafikan hal ini, yaitu menafikan/mengingkari tabarruk yang tidak disyariatkan, termasuk makna lā ilāha illā Allāh — dan orang yang bertabarruk dengan tabarruk yang tidak disyariatkan ini bertentangan dengan makna lā ilāha illā Allāh dan sudah berlalu perinciannya — padahal ini adalah perkara yang sangat rumit dan samar bagi mereka.

العَاشِرَةُ: أَنَّهُ حَلَفَ عَلَى الفُتْيَا، وَهُوَ لَا يَحْلِفُ إِلَّا لِمَصْلَحَةٍ

10. Nabi ﷺ bersumpah sebelum beliau berbicara, dan Beliau ﷺ tidak bersumpah kecuali karena maslahat. Karena kemaslahatan tertentu, di sini beliau mengatakan “ Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya”.

الحَادِيَةُ عَشْرَةَ: أَنَّ الشِّرْكَ فِيهِ أَصْغَرُ وَأَكْبَرُ؛ لِأَنَّهُمْ لَمْ يَرْتَدُّوا بِهٰذَا

11. Syirik ada yang besar dan ada yang kecil, karena mereka yang mengucapkan ucapan tadi tidak murtad setelah mengucapkan ucapan tadi. Nabi ﷺ tidak membunuh mereka atau menyuruh mereka bersyahadat, menunjukkan bahwa mereka tidak murtad, tapi mereka melakukan syirik yang kecil.

الثَّانِيَةُ عَشْرَةَ: قَوْلُهُمْ: «وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ»، فِيهِ أَنَّ غَيْرَهُمْ لَا يَجْهَلُ ذٰلِكَ

12. Ucapan mereka, “kami ini baru meninggalkan kekufuran” menunjukkan bahwa selain mereka tidak bodoh terhadap perkara ini. Artinya mereka semuanya tahu, yang tidak tahu hanya mereka yang baru masuk Islam saat itu. Adapun yang lain, maka mereka berada di atas ilmu. Dan ini menunjukkan bahwa kadang seseorang ketika baru masuk ke dalam agama Islam ada banyak perkara yang tidak dia ketahui, termasuk di antaranya adalah masalah tauhid dan perinciannya.

الثَّالِثَةُ عَشْرَةَ: التَّكْبِيرُ عِنْدَ التَّعَجُّبِ، خِلَافًا لِمَنْ كَرِهَهُ

13. Diisyaratkannya kita bertakbir ketika heran terhadap sesuatu, berbeda dengan orang yang membencinya.

الرَّابِعَةُ عَشْرَةَ: سَدُّ الذَّرَائِعِ

14. Nabi ﷺ menutup seluruh wasilah — seluruh perkara yang bisa menyebabkan seseorang menyekutukan Allāh. Jadi syirik kecil tadi dilarang oleh Nabi ﷺ karena dikhawatirkan akan merembet dan berkembang menjadi syirik besar.

الْخَامِسَةُ عَشْرَةَ: النَّهْيُ عَنِ التَّشَبُّهِ بِأَهْلِ الجَاهِلِيَّةِ

15. Dilarang untuk menyerupakan diri kita dengan orang-orang jahiliyah — dalam ibadah mereka, dalam akidah mereka, dalam akhlak mereka sehari-hari.

السَّادِسَةُ عَشْرَةَ: الغَضَبُ عِنْدَ التَّعْلِيمِ

16. Bolehnya seseorang marah ketika dia mengajar — karena Nabi ﷺ di sini ingin mengajari mereka, dan Beliau ﷺ sempat marah kepada sebagian mereka.

السَّابِعَةُ عَشْرَةَ: القَاعِدَةُ الكُلِّيَّةُ لِقَوْلِهِ: «إِنَّهَا السُّنَنُ

17. Ini adalah kaidah umum, kaidah yang menyeluruh, ketika beliau mengatakan “itu adalah sunan”, itu adalah jalan-jalan orang terdahulu—orang Yahudi dan Nasrani. Dan bahwasanya umat ini akan mengikuti mereka dalam banyak perkara.

الثَّامِنَةُ عَشْرَةَ: أَنَّ هٰذَا عِلْمٌ مِنْ أَعْلَامِ النُّبُوَّةِ، لِكَوْنِهِ وَقَعَ كَمَا أَخْبَرَ

18. Ini adalah tanda di antara tanda-tanda kenabian, karena terjadi sebagaimana dikabarkan oleh Nabi ﷺ.

التَّاسِعَةُ عَشْرَةَ: أَنَّ كُلَّ مَا ذَمَّ اللهُ بِهِ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى فِي القُرْآنِ، فَإِنَّهُ لَنَا

19. Setiap perkara yang Allāh ﷻ mencela orang Yahudi dan Nasrani dengannya di dalam Al-Qur’an, maka itu juga diarahkan kepada kita. Maksudnya adalah: kalau itu adalah perilaku orang Yahudi dan Nasrani, jangan ditiru.

العِشْرُونَ: أَنَّهُ مُتَقَرِّرٌ عِنْدَهُمْ أَنَّ العِبَادَاتِ مَبْنَاهَا عَلَى الأَمْرِ، فَصَارَ فِيهِ التَّنْبِيهُ عَلَى مَسَائِلِ القَبْرِ فَأَمَّا «مَنْ رَبُّكَ؟» فَوَاضِحٌ، وَأَمَّا «مَنْ نَبِيُّكَ؟» فَمِنْ إِخْبَارِهِ بِأَنْبَاءِ الغَيْبِ، وَأَمَّا «مَا دِينُكَ؟» فَمِنْ قَوْلِهِمْ: «اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا…» إِلَى آخِرِهِ

20. Telah tertancap dalam diri mereka, merupakan kaidah mereka, bahwa yang namanya ibadah itu dibangun di atas dalil, maka di dalam hadits ini ada peringatan tentang masalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di dalam kubur, yaitu tiga pertanyaan: “Siapa Rabbmu?”, “Apa agamamu?”, dan “Siapa Nabimu?”.

Adapun kalimat “Siapa Tuhanmu?” maka jelas di sini, ketika mereka ingin beribadah kepada Allāh, ingin mendapatkan berkah dari Allāh ﷻ tetapi dengan cara seperti yang disebutkan dalam hadits.

Adapun pertanyaan kedua, “Siapakah Nabimu?” maka ini dari kabar Nabi ﷺ tentang perkara ghaib. Karena tidak mengabarkan perkara ghaib kecuali seorang Nabi atau Rasul. Berarti di sini ada isyarat terhadap pertanyaan kedua: “Siapa Nabimu?”

Dan adapun “Apa agamamu?” maka ini diambil dari firman Allāh ﷻ: ij‘al lanā ilāhan—karena ketika mereka mengatakan ij‘al lanā ilāhan, “jadikan untuk kami sesembahan”, mereka berkata demikian kepada Nabi, menunjukkan bahwa agama itu diambil dari seorang Nabi, sampai akhir hadits ini.

الحَادِيَةُ وَالعِشْرُونَ: أَنَّ سُنَّةَ أَهْلِ الكِتَابِ مَذْمُومَةٌ كَسُنَّةِ المُشْرِكِينَ

21. Sunnah orang-orang Ahlul Kitab ini adalah sunnah yang jelek, sebagaimana sunnah orang-orang musyrikin. Jangan dikatakan bahwa sunnah Ahlul Kitab itu baik sementara sunnah orang-orang musyrikin itu jelek. Semuanya adalah sunnah jahiliyah.

الثَّانِيَةُ وَالعِشْرُونَ: أَنَّ المُنْتَقِلَ مِنَ البَاطِلِ الَّذِي اعْتَادَهُ قَلْبُهُ، لَا يُؤْمَنُ أَنْ يَكُونَ فِي قَلْبِهِ بَقِيَّةٌ مِنْ تِلْكَ العَادَةِ، لِقَوْلِهِ: «وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ

22. Orang yang baru berpindah dari kebatilan yang sudah terbiasa dilakukan oleh hatinya, maka tidak dia merasa aman bahwa di dalam hatinya masih ada sisa dari kebiasaan tersebut. Karena disebutkan di sini: “dan kami adalah orang yang baru meninggalkan kekufuran”.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Halaqah 50 | Kandungan-Kandungan Dalam Bab 09 – ilmiyyah.comimage_print

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link