Menggabungkan Anjuran Shalat Sunnah di Rumah dan Keutamaan Datang Awal ke Masjid?
![]()
Menggabungkan Anjuran Shalat Sunnah di Rumah dan Keutamaan Datang Awal ke Masjid?
Dalam sunnah Nabi ﷺ, kita dapati dua anjuran besar:
Pertama adalah menganjurkan agar shalat sunnah dilakukan di rumah, sebagaimana sabda beliau,
أَفْضَلَ الصَّلَاةِ صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib”.
Kedua adalah anjuran untuk menyegerakan hadir ke masjid dan meraih keutamaan shaf pertama, seperti sabda beliau,
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَاسْتَهَمُوا
“Andai mereka tahu keutamaan shaf pertama, niscaya mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya”.
Sekilas, dua anjuran ini tampak saling bertentangan, terutama dalam kasus shalat sunnah rawatib qabliyah—seperti sebelum Dzuhur—karena bila dilakukan di rumah, bisa saja membuat seseorang terlambat ke masjid dan kehilangan shaf pertama. Maka, benarkah keduanya bertentangan? Ataukah sebenarnya ada cara bijak untuk menggabungkannya?
Tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut.
Keduanya merupakan dua keutamaan yang secara umum bisa digabungkan. Jika ada yang tidak bisa menggabungkannya, itu karena kondisi pribadinya, bukan karena hadits-hadits itu saling bertentangan.
Banyak orang yang mampu menggabungkan keduanya.
Jika kondisi tidak memungkinkan?
Namun jika memang sulit untuk menggabungkannya, maka yang tampaknya lebih diutamakan adalah keutamaan datang lebih awal ke masjid, karena:
- Dalam hadits:
لو يعلمون ما التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ، لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا في الصف المقدم لاستهموا
“Seandainya mereka tahu keutamaan datang lebih awal ke masjid, niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka tahu keutamaan shalat Isya dan Subuh, mereka pasti mendatanginya meski harus merangkak. Dan seandainya mereka tahu keutamaan shaf pertama, niscaya mereka akan melakukan undian untuk menempatinya” (HR. Bukhari no. 688).
Maka, dengan mendahulukan datang awal ke masjid, kita bisa mendapatkan keutamaan shalat berjamaah di shaf pertama dan takbiratul ihram bersama imam, tanpa kehilangan keutamaan shalat sunnah di rumah untuk sunnah ba’diyah atau sunnah lainnya.
Maka jika memungkinkan untuk menggabungkan dua keutamaan —meskipun hanya sebagian dari salah satunya— itu lebih utama daripada meninggalkan salah satunya secara total.
- Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat dan ulama salaf bahwa mereka datang ke masjid sebelum adzan atau tepat saat adzan dikumandangkan. Ini menunjukkan bahwa mereka biasa mengerjakan shalat sunnah rawatib sebelum shalat fardhu (qabliyah) di masjid.
Seperti perkataan Sa’id bin al-Musayyib:
“ما أذن المؤذن منذ ثلاثين سنة إلا وأنا في المسجد”
“Sudah 30 tahun, muadzin tidak pernah mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di masjid.” (HR. Ibn Abi Syaibah)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
وقد استحب كثير من السلف المشي إلى المساجد قبل الأذان، وكان الإمام أحمد يفعله في صلاة الفجر، والآثار في فضل المبادرة بالخروج إلى المساجد كثيرة”
“Banyak ulama salaf yang menganjurkan berjalan menuju masjid sebelum adzan dikumandangkan. Imam Ahmad pun melakukannya untuk shalat Subuh. Dan terdapat banyak riwayat yang menjelaskan keutamaan bersegera keluar menuju masjid.” (Fathul Bāri karya Ibnu Rajab, 4/255)
- Adapun kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan rawatib qabliyah di rumah, itu berlaku bagi beliau yang memang menjadi imam tetap. Beliau tidak mungkin tertinggal shaf pertama, takbiratul ihram, atau keutamaan lainnya. Maka, orang yang seperti beliau (yaitu imam tetap) yang dianjurkan untuk shalat sunnah di rumah sebelum ke masjid.
Syaikh Abdul Karim Al-Khudair -hafizhahullah- menjelaskan perkara ini :
Telah tetap dari kebiasaan Nabi ﷺ bahwa beliau shalat sunnah Subuh (dua rakaat sebelum Subuh) di rumahnya, lalu berbaring di sisi kanan hingga Bilal memberi tahu bahwa iqamah akan dikumandangkan (HR. Bukhari). Maka cara meneladani Nabi ﷺ dalam hal ini adalah seperti itu.
Namun perlu dibedakan antara imam dan makmum. Yang meneladani Nabi ﷺ dengan cara tersebut adalah orang yang keadaannya seperti beliau—yaitu sebagai imam. Seorang imam bisa duduk di rumah, shalat dua rakaat sunnah setelah adzan, lalu berbaring sebentar, lalu datang ke masjid untuk mengimami orang-orang, sebagaimana dilakukan Nabi ﷺ.
Adapun makmum, maka di hadapannya ada beberapa keutamaan lain yang bisa ia raih di masjid seperti: datang lebih awal, menunggu shalat, duduk dekat imam, berada di shaf pertama, membaca Al-Qur’an, berdzikir sebelum shalat. Maka jika semua keutamaan ini bisa didapat dengan datang lebih awal ke masjid, maka itu lebih utama baginya daripada shalat sunnah Subuh di rumah dan berbaring seperti Nabi ﷺ.
Secara umum, semua perbuatan Nabi ﷺ adalah teladan. Namun, sebagian perbuatan beliau khusus sebagai imam kaum muslimin, sehingga hanya diteladani oleh orang yang berada di posisi yang sama, bukan oleh semua orang.
Demikian pula dalam shalat berjamaah, posisi imam berbeda dari makmum, maka masing-masing meneladani Nabi ﷺ sesuai kedudukannya. (Selesai)
Sebagai Penutup,
shalat sunnah —termasuk sunnah rawatib— memang lebih utama dilakukan di rumah. Namun, jika melaksanakannya di rumah justru membuat kita kehilangan keutamaan shaf pertama atau takbiratul ihram, maka lebih utama dikerjakan di masjid. Sementara itu, shalat sunnah lainnya tetap bisa dikerjakan di rumah agar keutamaan dari dua sisi bisa diraih. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah pemahaman kita dalam mengamalkan sunnah dengan tepat


