Salah Paham : Nadzar Bukan Jalan Instan Dikabulkannya Doa
![]()
Banyak orang menyangka bahwa dengan bernadzar, hajat atau doanya akan lebih cepat dikabulkan. Misalnya, seseorang berkata, “Kalau saya lulus ujian, saya akan puasa tiga hari.” Padahal, anggapan ini tidak sesuai dengan bimbingan Nabi ﷺ. Dalam Islam, nadzar justru tidak dianjurkan, karena tidak mempercepat datangnya kebaikan maupun menolak takdir buruk. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa nadzar hanya mengeluarkan sesuatu dari orang yang pelit, bukan sarana dikabulkannya permintaan.
Pengertian Nadzar
Nadzar adalah ketika seorang muslim mewajibkan dirinya sendiri untuk melakukan ibadah yang sebenarnya tidak diwajibkan oleh syariat.
Bentuknya bisa:
– Nadzar mutlak : seperti mengatakan, “Saya bernadzar karena Allah untuk salat dua rakaat,” tanpa dikaitkan dengan suatu kejadian.
– Nadzar mu’allaq : seperti mengatakan, “Saya bernadzar jika sembuh dari sakit, saya akan puasa tiga hari,” atau “Jika keinginan saya tercapai, saya akan bersedekah atau menyembelih kambing.”
Nadzar bukan sebab terkabulnya doa atau dimudahkan usaha
Banyak orang mengira bahwa nazar bisa menjadi sebab terkabulnya keinginan mereka. Padahal ini adalah anggapan yang keliru. Nabi ﷺ telah melarang bernazar, dan beliau menjelaskan bahwa nazar tidak memberi manfaat apa pun dalam meraih keinginan, serta tidak bisa menolak takdir.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:
“Nabi ﷺ melarang bernazar dan bersabda:
إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ البَخِيلِ
Sesungguhnya nazar tidak bisa menolak sesuatu (dari takdir), nazar hanya dikeluarkan dari orang yang pelit.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
إِنَّ النَّذْرَ لَا يُقَدِّمُ شَيْئًا وَلَا يُؤَخِّرُ، وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِالنَّذْرِ مِنْ الْبَخِيلِ
“Nazar tidak dapat mendatangkan atau menunda apapun. Nazar hanya dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR. Bukhari 6692, Muslim 1639).
Awalnya Makruh Tetapi Wajib Jika Terucap
Bernazar tidak disyariatkan dan hukumnya makruh, karena Nabi ﷺ melarangnya. Nazar tidak mendatangkan manfaat dalam terkabulnya doa atau tertolaknya takdir. Bahkan, ia justru menunjukkan sifat pelit, karena seseorang baru mau beribadah setelah hajatnya terpenuhi. Maka sebaiknya seseorang tidak menjadikan nazar sebagai sarana untuk meraih keinginan, tetapi hendaknya langsung berdoa, bertawakal, dan beramal saleh tanpa syarat.
Hanya saja, jika seseorang sudah terlanjur mengucapkan nazar dalam hal ketaatan kepada Allah, maka wajib baginya untuk menunaikannya, selama bukan dalam hal maksiat atau sesuatu yang tidak mampu ia lakukan. Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَلْيُوفُوا۟ نُذُورَهُمْ
“Maka hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzarnya.” (QS. Al-Hajj: 29)
Serta sabda Nabi ﷺ:
مَن نذَر أنْ يُطيعَ اللهَ فلْيُطِعْه ومَن نذَر أنْ يعصيَ اللهَ فلا يعصِه
“Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia menaatinya.” (HR. Bukhari).
Penutup
Sebagai penutup, penting untuk diketahui bahwa nazar bukanlah sarana agar doa terkabul atau takdir berubah. Justru, Islam tidak menganjurkan nazar, karena ia muncul dari sikap ragu dan pelit dalam beribadah. Namun jika seseorang terlanjur bernazar dalam ketaatan, maka ia wajib menunaikannya sesuai syariat. Semoga Allah membimbing kita untuk beramal dengan ilmu dan menjauhkan dari sikap yang tidak sesuai tuntunan Rasul-Nya.
Semoga bermanfaat baarokallohufikum
Ditulis Oleh Ustadz Nurhadi Nugroho

