لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Sungguh ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” [1]
Hadis di atas tidak membedakan apakah wanita muda atau tua, memakai pelapis atau tidak. Maka, semuanya masuk ke dalam hadis di atas. Hal ini didukung dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tatkala beliau membaiat para wanita dengan ucapan, tidak dengan berjabat tangan, padahal beliau membaiat para laki-laki dengan berjabat tangan. Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan tentang hal ini,
وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عليه وسَلَّم يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ، غَيْرَ أَنَّهُ بَايَعَهُنَّ بِالكَلَامِ
“Demi Allah, tangan beliau tidak pernah menyentuh tangan perempuan sama sekali. Beliau membaiat para wanita dengan perkataan (saja).” [2]
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda,
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita.” [3]
Hadis di atas bersifat pengabaran, tetapi memiliki makna larangan secara hukum. Dan larangan tersebut mencakup beliau shallallahu ‘alaihi wassalam dan seluruh umatnya.
Di sisi lain, bersentuhan kulit saat berjabat tangan bisa menggerakkan syahwat dan ini lebih berpotensi daripada hanya melihat. Sehingga, bersentuhan bisa menimbulkan fitnah. Oleh karenanya, aneka godaan dengan berbagai sebabnya dan motifnya sudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam peringatkan sebelumnya,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan sebuah fitnah yang lebih bahaya bagi laki-laki daripada seorang wanita.” [4]
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ؛ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ؛ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sungguh dunia itu manis dan hijau. Sungguh Allah telah menjadikan kalian khalifah untuk mengelola apa yang ada di dalam dunia ini. Dan Dia melihat bagaimana perbuatan kalian. Maka, waspadalah pada dunia, waspadalah pada wanita, karena sungguh fitnah pertama kali pada Bani Israil adalah wanita.” [5]
Maka, adanya keharaman berjabat tangan dengan wanita, meski dia sudah tua sekalipun, adalah untuk menutup pintu-pintu fitnah dan menghindarinya. Dan juga, sebagai bentuk pencegahan munculnya keburukan dan kemaksiatan. Hal ini selaras dengan kaidah fikih,
مَا أَدَّى إِلَى حَرَامٍ فَهُوَ حَرَامٌ
“Segala sesuatu yang bisa mengantarkan kepada keharaman, maka ia pun haram.”
Adapun riwayat tentang Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada masa kekhalifahannya, beliau biasa pergi ke beberapa suku dan bersalaman dengan wanita tua, maka Az-Zaila’i rahimahullah di dalam kitabnya Nasbu Rayah [6] memandangnya sebagai riwayat gharib (aneh, ganjil). Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata di dalam kitab Ad-Dirayah, “Aku tidak menemukannya (riwayat tersebut).” [7] Adapun riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah berjabat tangan dari balik pakaian beliau, maka riwayatnya dhaif (lemah). [8]
Dengan demikian, maka tidak boleh berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik muda maupun tua. Jika hal ini tidak boleh, maka lebih tidak boleh lagi mencium tangan mereka. Wallahu Ta’ala A’lam.
Baca juga: Jabat Tangan Dan Berduaan Dengan Saudara Ipar
***
Penulis: Junaidi, S.H., M.H.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi:
Catatan kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam “Al-Kabir”, 20: 211-212.
[2] Muttafaq ‘alaih (HR. Bukhari no. 5288, Muslim no. 1866).
[3] HR. Tirmidzi no. 1597, HR. An-Nasa’i no. 4181, HR. Ibnu Majah no. 2874. Hadis sahih.
[4] Muttafaq ‘alaih (HR. Bukhari no. 5096, Muslim no. 2740).
[5] HR. Muslim no. 2746.
[6] Nasbu Rayah oleh Az-Zaila’i, 4: 240.
[7] Dirayah oleh Ibnu Hajar, 2: 225.
[8] Silsilah Shahihah oleh Al-Albani, 2: 64.
Leave a Reply