Qunut merupakan sunah dalam salat-salat tertentu. Di sebagian masjid, kita temukan imam melakukan qunut dalam salat witir mereka, khususnya di akhir bulan Ramadan. Saat itu, kita dapatkan kebanyakan imam membaca lafal doa tertentu. Berikut ini artikel ringkas tentang lafal qunut witir dan penjelasan maknanya.
Makna qunut (dalam salat)
Qunut memiliki beberapa makna, di antaranya adalah ( الدعاء ) doa. [1]
Dan dalam istilah, qunut adalah
اسم للدعاء في الصلاة في محل مخصوص من القيام
“Nama untuk doa dalam salat di tempat tertentu ketika berdiri.” [2]
Hukum qunut dalam salat Witir di separuh akhir Ramadan
Disunahkan qunut dalam salat Witir berdasarkan hadis Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma (akan disebutkan), secara umum.
Sedangkan secara khusus, di separuh kedua dari Ramadan berdasarkan perbuatan para sahabat. Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah,
للشافعية في الأصح: وهو أنه يستحب القنوت في الوتر في النصف الأخير من شهر رمضان خاصة
“Menurut mazhab Syafi’i pada pendapat yang lebih sahih, disunahkan qunut dalam witir di separuh akhir bulan Ramadan secara khusus.” [3]
Qunut dalam salat Witir merupakan tempat berdoa
Seperti yang telah kami jelaskan tentang makna qunut, yaitu doa, maka diperbolehkan bagi kita untuk berdoa apa saja dalam qunut witir karena itu adalah tempat untuk berdoa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
وحقيقة الأمر أن قنوت الوتر من جنس الدعاء السائغ في الصلاة، من شاء فعله، ومن شاء تركه. كما يخير الرجل أن يوتر بثلاث، أو خمس، أو سبع، وكما يخير إذا أوتر بثلاث إن شاء فصل، وإن شاء وصل.
وكذلك يخير في دعاء القنوت إن شاء فعله، وإن شاء تركه، وإذا صلى بهم قيام رمضان فإن قنت في جميع الشهر فقد أحسن، وإن قنت في النصف الأخير فقد أحسن، وإن لم يقنت بحال فقد أحسن
“Sejatinya, qunut witir merupakan bagian dari doa yang diperbolehkan dalam salat. Siapa yang mau melakukannya, silakan; dan siapa yang mau meninggalkannya, juga silakan. Sama seperti seseorang yang diberi pilihan untuk witir dengan tiga, atau lima, atau tujuh rakaat. Dan sama seperti diberi pilihan jika witir dengan tiga rakaat, mau dipisah atau disambung.
Demikian pula, dia diberi pilihan dalam doa qunut. Jika mau melakukannya, silakan; dan jika mau meninggalkannya, juga silakan. Dan jika ia mengimami mereka dalam salat tarawih di bulan Ramadan, maka jika ia qunut sepanjang bulan itu sudah baik; dan jika qunut di separuh akhir itu sudah baik; dan jika tidak qunut sama sekali juga sudah baik.” [4]
Lafal doa qunut
Salah satu doa yang diriwayatkan tentang lafal doa qunut adalah hadis dari Hasan bin Ali, radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata,
علَّمني رسولُ صلَّى عليْهِ وسلَّمَ كلماتٍ أقولُهنَّ في الوترِ، – قالَ ابنُ جوَّاسٍ: في قنوتِ الوترِ:
اللَّهمَّ اهدِني فيمن هديت، وعافِني فيمن عافيتَ، وتولَّني فيمن تولَّيتَ، وبارِك لي فيما أعطيتَ، وقني شرَّ ما قضيتَ، إنَّكَ تقضي ولا يقضى عليْكَ، وإنَّهُ لا يذلُّ من واليتَ، ولا يعزُّ من عاديتَ، تبارَكتَ ربَّنا وتعاليتَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan saya beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam witir, Ibn Jawwas berkata, ‘ dalam qunut witir’ , ‘Ya Allah, berikan kami petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, sehatkan aku di antara mereka yang Engkau sehatkan, dan jadilah pelindungku di antara mereka yang Engkau lindungi, berkahilah aku dalam apa yang Engkau berikan, lindungilah aku dari kejahatan apa yang Engkau takdirkan, sesungguhnya Engkau yang mengatur segala sesuatu dan tidak ada yang dapat mengatur-Mu, dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Sangat banyak keberkahan-Mu, wahai Tuhan kami, dan Mahatinggi Engkau.” [5]
Baca juga: Disyariatkan Membaca Doa Qunut Dalam Salat Witir
Makna lafal doa qunut
Berikut ini penjelasan ringkas tentang makna dari lafal doa tersebut, yang kami sarikan dari kitab Syarh Doa Qunut Witir. [6]
اللَّهمَّ اهدِني فيمن هديت
“Ya Allah, berikan kami petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk.”
Artinya, tunjukkan kami kepada kebenaran (ilmu) dan berikan kami taufik untuk beramal dengannya (amal). Hal ini karena petunjuk yang sempurna dan bermanfaat adalah ketika Allah mengumpulkan bagi hamba-Nya antara ilmu dan amal. Jadi, ketika kita mengatakan dalam doa qunut,
اللَّهمَّ اهدِني فيمن هديت
“Ya Allah, berikan kami petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk,” maka kita meminta dua jenis petunjuk, petunjuk ilmu dan petunjuk amal. Sama seperti firman Allah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” [7], mencakup kedua jenis petunjuk: ilmu dan amal. Sehingga, pembaca harus menyadari bahwa ia meminta kedua jenis petunjuk tersebut: petunjuk ilmu dan petunjuk amal.
Dan ucapan: ( فيمن هديت ) “Di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Ini merupakan bentuk tawassul dengan nikmat Allah Ta’ala kepada orang-orang yang telah diberi-Nya petunjuk, bahwa Dia juga memberikan kepada kita petunjuk tersebut.
وعافِني فيمن عافيتَ
“Dan sehatkanlah kami di antara mereka yang Engkau telah sehatkan,”
Artinya, berikan kami keselamatan dari penyakit hati dan penyakit badan.
Tentang penyakit badan, ini merupakan perkara yang diketahui. Adapun penyakit hati, ini kembali kepada dua hal:
Pertama: Penyakit syahwat yang bersumber dari hawa nafsu. Ketika seseorang mengetahui kebenaran, namun tidak menginginkannya karena dia memiliki keinginan yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kedua: Penyakit syubhat yang bersumber dari kejahilan. Karena orang jahil melakukan kebatilan dengan mengira itu adalah kebenaran. Dan ini adalah penyakit yang sangat berbahaya.
Jadi, kamu meminta kepada Allah keselamatan dan kesehatan dari penyakit badan dan penyakit hati, yang merupakan penyakit syubhat dan penyakit syahwat.
وتولَّني فيمن تولَّيتَ
“Dan jadilah pelindungku di antara mereka yang Engkau lindungi,”
Artinya, jadilah pelindung khusus bagi kami.
Dan pelindungan ( الولاية ) itu ada dua jenis: umum dan khusus.
Pelindungan khusus: merupakan kekhususan untuk orang-orang beriman, sebagaimana firman Allah,
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Sedangkan orang-orang yang kafir, pelindung mereka adalah taghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke dalam kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [8]
Adapun pelindungan umum, maka itu mencakup semua orang. Allah adalah pelindung semua orang, sebagaimana firman Allah,
ثُمَّ رُدُّواْ إِلَى اللَّهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Kemudian mereka akan dikembalikan kepada Allah, Tuhan (Pelindung) yang sebenarnya. Ingatlah, kepada-Nya-lah keputusan, dan Dia adalah yang paling cepat dalam menghitung.”[9]
وبارِك لي فيما أعطيتَ
“Dan berkahilah aku dalam apa yang Engkau berikan,”
Artinya, turunkanlah keberkahan untukku dalam apa yang Engkau berikan kepadaku.
Keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan tetap.
“Dalam apa yang Engkau berikan” ( فيما أعطيتَ ) artinya apa yang diberikan berupa harta, anak, ilmu, dan lain-lain yang Allah Azza Wajalla berikan. Maka, kamu meminta keberkahan di dalamnya. Karena jika Allah tidak memberkahimu dalam apa yang Dia berikan, kamu akan kehilangan banyak kebaikan.
وقني شرَّ ما قضيتَ،
“Dan lindungilah aku dari keburukan apa yang Engkau takdirkan,”
Artinya, lindungilah kami dari keburukan yang Engkau takdirkan. Karena sesungguhnya Allah menakdirkan keburukan dengan hikmah yang besar dan terpuji, dan ‘ma‘ ( ما ) di sini bukan bermakna mashdar, tetapi sebagai kata penghubung yang berarti ‘yang’, karena takdir Allah tidak mengandung keburukan. Oleh karena itu, Nabi bersabda dalam pujian kepada Tuhannya.
والخير بيديك والشر ليس إليك
“Dan kebaikan ada di tangan-Mu dan keburukan tidak ditujukan kepada-Mu.” Untuk itu, keburukan tidak disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
إنَّكَ تقضي ولا يقضى عليْكَ
“Engkau yang mengatur segala sesuatu dan tidak ada yang dapat mengatur-Mu.” Artinya, Allah Yang Mahakuasa, mengatur segala sesuatu secara hukum syar’i dan kauni. Allah mengatur segala hal dan dengan segala sesuatu, karena hukum-Nya adalah yang paling sempurna dan menyeluruh.
ولا يقضى عليْكَ
“Dan tidak ada yang dapat mengatur-Mu.” menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat memberikan hukum pada-Nya. Hamba-hamba tidak dapat menghakimi Allah, tetapi Allah yang menghakimi mereka. Hamba-hamba akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, dan Dia tidak dimintai pertanggungjawaban.
لاَ يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak dimintai pertanggungjawaban atas apa yang Dia lakukan, tetapi mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” [10]
وإنَّهُ لا يذلُّ من واليتَ، ولا يعزُّ من عاديتَ
“Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi.” Ini seperti penjelasan dari perkataan sebelumnya,
وتولنا فيمن توليت
“Dan jadilah pelindungku di antara mereka yang Engkau lindungi.” Oleh karena itu, jika Allah menjaga dan menolong seseorang, maka mereka tidak akan terhina. Dan jika Allah memusuhi seseorang, maka dia tidak akan mulia.
تبارَكتَ ربَّنا وتعاليتَ
“Sangat banyak keberkahan-Mu, wahai Tuhan kami, dan Mahatinggi Engkau.” adalah pujian kepada Allah Ta’ala dengan dua sifat: yang pertama adalah keberkahan, dengan “ta” ( التبارك ) untuk penegasan.
تبارَكتَ
“Sangat banyak keberkahan-Mu”
berarti kebaikan-Mu melimpah, meliputi, dan meluas ke seluruh ciptaan, karena berkah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adalah kebaikan yang melimpah dan langgeng.
ربَّنا
Dan perkataan “wahai Tuhan kami” adalah memanggil Allah, dengan huruf nida (panggilan) yang dihilangkan.
وتعاليتَ
Dan “dan Mahatinggi Engkau” berkaitan dengan tingginya Allah dalam zat-Nya dan sifat-sifat-Nya.
Demikian penjelasan ringkas, lafal qunut dalam salat Witir, dan maknanya. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau.
Baca juga: Memahami Istilah Salat Tarawih, Qiyamul Lail, Witir, dan Tahajud
***
9 Ramadhan 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen.
Penulis: Prasetyo, S.Kom.
Artikel: Muslim.or.id
Referensi:
- Al-Mishbahul Munir fii Gharib As-Syarhil Kabir, Ahmad bin Muhammad Al-Fayyumiy, Darul Faihaa – Damaskus, cet. ke-1, 2016 M.
- Al-Fatawa Al-Hamwiyah Al-Kubra, Ahmad bin Abdil Halim Ibn Taimiyah, Dar Kutub Ilmiyah – Mesir, cet. ke-1, 1408 (Maktabah Syamilah).
- Syarh Du’a Qunut Witir, Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Muassasah Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin Al-Khairiyah, Saudi, cet. ke-7, 1437.
- Al-Mausu’ahul Fiqhiyyahil Kuwaitiyyah, Tim Ulama Kuwait, Dar Shafwah – Mesir, cet. ke-1, 1421 (Maktabah Syamilah).
Catatan kaki:
[1] Al-Misbahul Munir, no. 526
[2] Al-Mausuu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 34:57.
[3] Al-Mausuu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 34:64.
[4] Al-Fatawa Al-Kubra, 2:119.
[5] HR. Abu Dawud no. 1425. Disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah.
Lihat takhrij yang rinci di kitab Ath-Thubut fi Dzabt Al-Qunut oleh As-Suyuti hal. 9 – 24 dengan tahqiq Farid bin Muhammad Fuwaylah cet. Dar Al-Bashair.
[6] Lihat Syarh Du’a Qunut Witir, hal. 5 – 19.
[7] QS. Al-Fatihah: 6.
[8] QS. Al-Baqarah: 257.
[9] QS. Al-An’am: 62.
[10] QS. Al-Anbiya: 23.
Leave a Reply