Ibnu Hisyam mengatakan,
وَأَمْرٌ يُعْرَفُ بِدَلَالَتِهِ عَلَى الطَّلَبِ مَعَ قَبُوْلِهِ يَاءَ المُخَاطَبَةِ
“Fi’il amr bisa diketahui dengan adanya permintaan untuk melakukan perbuatan dan kata tersebut bisa bersambung dengan يَاءُ المُخَاطَبَةِ (huruf ya’ yang menunjukkan perempuan satu orang yang diajak berbicara).”
Syekh Muhammad ibn Saleh Al-Fauzan menjelaskan bahwasanya ini adalah pembahasan fi’il yang kedua, yaitu fi’il amr. Kata أَمْرٌ tersebut ma’tuf (mengikuti i’rab) kata مَاضٍ yang disampaikan Ibnu Hisyam pada awal pembahasan mengenal macam-macam fi’il. Adapun kalimat lengkapnya adalah:
وَأَمَّا الْفِعْلُ فَثَلاثةُ أَقْسَامٍ : مَاضٍ, َأَمْرٍ
Ciri-ciri fi’il amr
Fi’il amr mempunyai 2 ciri yang selalu ada padanya. Yaitu:
Pertama,
Kata yang menunjukkan perintah untuk melakukan perbuatan. Contohnya adalah
أَطِعْ أَبَاكَ
“Taatilah bapakmu!”
Maka, kata أَطِعْ adalah fi’il amr karena kata tersebut menunjukkan perintah untuk melakukan ketaatan.
Kedua,
Bisa bersambung dengan يَاء mukhathabah (perempuan satu orang yang diajak berbicara). Contohnya adalah:
يَا نَجْلِاءُ أَطِيْعِيْ أَبَاكَ
“Wahai Perempuan, taatilah bapakmu!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah يَاءُ mukhathabah.
Apabila kata menunjukkan perintah dan tidak bisa bersambung dengan يَاءُ mukhathabah, maka kata tersebut tidak dikatakan fi’il amr. Contohnya adalah:
صَهْ إِذَا تَكَلَّمَ غَيْرُكَ
“Diamlah apabila orang lain berbicara.”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut menunjukkan perintah untuk diam. Akan tetapi, kata tersebut tidak bisa bersambung dengan يَاءُ mukhathabah. Oleh karena itu, apabila kedua syarat tidak terpenuhi, maka kata tersebut tidak dikatakan fi’il amr. Akan tetapi, kata tersebut adalah isim fi’il amr (isim yang bermakna perintah).
Apabila ada kata yang bisa bersambung dengan يَاءُ mukhathabah dan tidak menunjukkan perintah, maka kata tersebut tidak dikatakan fi’il amr. Kata tersebut adalah fi’il mudhari’. Contohnya adalah:
أَنْتِ – يَا هِنْدُ – تُهذِّبِيْنَ الْأَطْفَالَ
“Kamu, wahai Hindun, mendidik anak-anak itu.”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut hanya bisa bersambung dengan يَاءُ mukhathabah, namun tidak menunjukkan perintah.
Tanda mabni fi’il amr
Ibnu Hisyam mengatakan,
وَبِنَاءُهُ عَلَى السُّكُوْنِ, كَاضْرِبْ, إِلَّا الْمُعْتَلَّ فَعَلَى حَذْفِ آخِرِهِ كَاغْزُ, وَاخْشَى, وَارْمِ, وَنَحْوَ : قُوْمَا, وَقُوْمُوْا,وَقُوْمِي, فَعَلَى حَذْفِ النُّوْنِ
Fi’il amr mabni-nya dengan tanda sukun. Contohnya adalah:
إِضْرِبْ
(Pukullah olehmu!)
Jika fi’il amr yang diakhiri oleh mu’tal akhir (huruf yang cacat), fi’il amr yang diakhiri oleh huruf mu’tal akhir tersebut mabni dengan tanda dihapusnya huruf terakhir. Contohnya adalah:
أُغْزُ
(Berperanglah kamu!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf و (wawu).
إِخْشَ
(takutlah kamu!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf ا (alif).
إِرْمِ
(Lemparkanlah olehmu!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf ي (ya’).
Kemudian, apabila fi’il amr yang menunjukkan pelakunya أنتما (kalian berdua orang laki-laki/perempuan) dan أنتم (kalian laki-laki banyak), maka mabni dengan tanda dihapusnya huruf nun. Contohnya adalah :
قُوْمَا
(Kalian berdua laki-laki/perempuan beririlah!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf ن (nun).
قُوْمُوْا
(Kalian laki-laki berdirilah!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf ن (nun).
قُوْمِي
(Kamu (perempuan) berdirilah!)
Pada kata tersebut yang dihapus adalah huruf ن (nun).
Ibnu Hisyam menjelaskan bahwasanya fi’il amr mirip dengan fi’il madhi jika dilihat tanda i’rabnya. Yaitu:
Pertama,
Fi’il amr mabni dengan tanda sukun. Apabila fi’il amr tersebut adalah fi’il amr shahih akhir (yang tidak diakhiri huruf cacat (alif, wawu, dan ya’) dan tidak bersambung dengan apa pun. Contohnya adalah:
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
(Bersamangatlah untuk yang bermanfaat bagimu!)
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il shahih akhir dan tidak bersambung dengan huruf atau kata apa pun.
Contoh fi’il amr yang bersambung dengan nun inats (yang menunjukkan pelakunya perempuan banyak) adalah:
اُتْرُكْنَ الْجِدَالَ
(Wahai perempuan, tinggalkanlah perdebatan!)
Maka, kata tersebut besambung dengan nun inats (yang menunjukkan pelakunya perempuan banyak).
Kedua,
Fi’il amr mabni dengan menghapus huruf ‘illah (huruf cacat). Mabni dengan menghapus huruf ‘illah ketika fi’il amr kategori mu’tal akhir (yang diakhiri huruf cacat). Contohnya adalah:
اُدْعُ إِلَى اللهِ بِاحِكْمَةِ
“Berdakwahlah kepada Allah dengan hikmah!”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut ada huruf ‘’illah yang dihapus pada akhir katanya. Yaitu, huruf و (wawu).
تَحَرَّ الصِّدْقَ فِيْمَا تَقُوْلُ
“Berusahalah untuk jujur terhadap apa yang kamu katakan!”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut mabni dengan tanda menghapus huruf ‘illah yang dihapus pada akhir katanya. Yaitu, huruf ا (alif).
أَهْدِ إِلَى أَقْرَبَائِكَ
“Berikanlah hadiah kepada kerabat-kerabatmu!”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut mabni dengan tanda menghapus huruf ‘illah yang dihapus pada akhir katanya. Yaitu, huruf ي (ya’).
Ketiga,
Fi’il amr mabni dengan tanda menghapus huruf ن (nun). Fi’il amr mabni dengan tanda tersebut apabila bersambung dengan ا (alif istnain/menunjukkan pelakunya dua orang) atau bersambung dengan wawu jama’ah (menunjukkan banyak), dan bersambung dengan ي mukhathabah (menunjukkan pelakunya satu orang perempuan yang diajak berbicara). Contohnya adalah:
أَكْرَمَا ضُيُوْفَكُمَا
“Muliakanlah tamu-tamu kalian!”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr mabni dengan tanda dihapusnya huruf nun pada akhir kata tersebut. Adapun huruf alif pada akhir kata tersebut adalah fa’il.
تَصَدَّقُوْا عَلَى الْفُقَرَاءِ
“Hendaklah kalian bersedekah kepada orang-orang fakir.”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr mabni dengan tanda dihapusnya huruf nun pada akhir kata tersebut. Adapun huruf alif pada akhir kata tersebut adalah fa’il.
أَحْسِنِي الْحِجَابَ
“Perbaikilah hijabmu!”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr mabni dengan tanda dihapusnya huruf nun pada akhir kata tersebut. Adapun huruf alif pada akhir kata tersebut adalah fa’il.
Keempat,
Ada tanda mabni fi’il amr yang tidak disebutkan oleh Ibnu Hisyam dan ditambahkan oleh Syekh Muhammad Ibn Shalih Al-Fauzan. Yaitu, Fi’il amr mabni dengan dengan tanda fathah apabila bersambung dengan nun taukid (penegas). Contohnya adalah:
عَاشِرَنَّ إِخْوَانَكَ بِالمَعْرُوْفِ
“Benar-benar bergaullah dengan saudaramu dengan cara yang baik.”
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr mabni dengan tanda fathah. Adapun nun taukid tersebut mabni dengan tanda fathah dan tidak ada kedudukannya di dalam kalimat.
Ibnu Hisyam mengatakan
وَمِنْهُ فِي لُغَةِ تَمِيْمً, وَهَاتَ وَتَعَالَ فِي الْأَصَح
“Menurut dialeg Bani Tamim, kategori fi’il amr lainya adalah وَهَاتَ وَتَعَالَ هَلُمَّ. Pendapat tersebut adalah pendapat yang sahih”
Syekh Muhammad Ibn Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwasanya penjelasan tanda mabni fi’il amr no 1-3 adalah pendapat yang sahih. Adapun kata هَلُمَّ ada dua makna. Yaitu:
Pertama,
Kata tersebut berkmakna أَقْبِلْ (kemarilah). Contohnya adalah:
هَلُمَّ إِلَى حَلَقَاتِ الْعِلْمِ
“Kemarilah ke halaqah ilmu!”
Kata yang bergaris bawah tersebut bermakna “kemarilah.”
وَالۡقَآٮِٕلِيۡنَ لِاِخۡوَانِهِمۡ هَلُمَّ اِلَيۡنَا
“Orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, ‘Marilah bersama kami.’” (Al-Ahzab : 18)
Maka, kata هَلُمَّ tersebut bermakna أَقْبِلُوْا “Kemarilah kalian!”.
Kedua,
Kata tersebut bisa bermakna أَحْضِرْ “Datangkanlah!” Contohnya adalah :
هَلُمَّ زَمِيْلَكَ
“Datangkanlah temanmu!”
Kata yang bergaris bawah tersebut أَحْضِرْهُ bermakna “Hadirkanlah dia!”
قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاۤءَكُمُ
“Katakanlah (Muhammad), Datangkanlah saksi-saksi kalian!” (Q.S.Al-An’am: 15)
Maka, kata yang bergaris bawah tersebut maknanya adalah أَحْضِرْهُ , “Datangkanlah oleh kalian!”
Menurut dialeg Bani Tamim kata هَلُمَّ tersebut masuk kategori fi’il amr. Kata tersebut dikatakan fi’il amr dikarenakan mencukupi syarat sebagai fi’il amr, yaitu menunjukkan makna perintah, bisa bersambung dengan يَاءُ mukhathabah, dan bisa bersambung dengan dhamir muttashil bariz. Contohnya adalah :
هَلُمَّ يَا صَالِحُ
“Kemarilah, wahai Sholih!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr yang menunjukkan perintah untuk laki-laki satu orang yang sedang diajak berbicara.
هَلُمِّي يَا عَائِشَةُ
“Kemarilah wahai Aisyah!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr yang menunjukkan perintah untuk perempuan satu orang yang sedang diajak berbicara dan bersambung dengan يَاءُ mukhathabah.
هَلُمَّا يَا مُحَّدَانِ
“Kemarilah, kalian berdua Muhammad!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr yang menunjukkan perintah untuk laki-laki dua orang yang sedang diajak berbicara dan bersambung dengan dhommir muttashil bariz.
هَلُمُّوا يَا عَلِيُّوْنَ
“Kemarilah, kalian wahai Ali (banyak)!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr yang menunjukkan perintah untuk laki-laki tiga orang yang sedang diajak berbicara dan bersambung dengan dhammir muttashil bariz.
يَا هِنْدَاتِ هَلْمُمْنَ
“Kemarilah, kalian Hindun (banyak)!”
Kata yang bergaris bawah tersebut adalah fi’il amr yang menunjukkan perintah untuk perempuan tiga orang yang sedang diajak berbicara dan bersambung dengan dhammir muttashil bariz.
Kembali ke bagian 5: Mengenal Macam-Macam Fi’il
Lanjut ke bagian 7: Bersambung
***
Penulis: Rafi Nugraha
Artikel: Muslim.or.id
Leave a Reply