╔══❖•ೋ°° ೋ•❖══╗

*SBUM*
*Sobat Bertanya*
*Ustadz Menjawab*

╚══❖•ೋ°° ೋ•❖══╝

*NO : 1⃣0⃣2⃣*

*Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS*
https://grupislamsunnah.com

*Kumpulan Soal Jawab SBUM*
*Silakan Klik :* https://t.me/GiS_soaljawab

═══════ ° ೋ• ═══════

*Judul bahasan*
*BOLEHKAH MENGGABUNGKAN*
*PUASA SUNNAH?*

*Pertanyaan*
Nama : Salsabila
Angkatan : 01
Grup : 124
Domisili : –

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Semoga Ustadz beserta keluarga senantiasa dalam lindungan dan limpahan rahmat Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Aamiin…

Afwan Ustadz izin bertanya, Apakah boleh menggabungkan niat puasa, baik puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh yang bertepatan di hari Senin-Kamis, dan puasa Daud?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

*Jawaban*

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Untuk mengetahui hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu kita pahami terlebih dahulu.
Yaitu memperhatikan atau melihat latar belakang disyari’atkannya ibadah tersebut, dan para ulama membagi ibadah menjadi dua.

*Pertama*
Ibadah yang maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah merupakan tujuan utama disyari’atkannya ibadah tersebut. Sehingga ibadah ini harus ada secara khusus. Semua ibadah wajib, shalat wajib, puasa wajib, dan seterusnya masuk jenis pertama ini.

*Kedua*
Kebalikan dari yang pertama, ibadah yang laisa maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah itu bukan merupakan tujuan utama disyari’atkannya ibadah tersebut. Tujuan utamanya adalah yang penting amalan itu ada di kesempatan tersebut, apapun bentuknya.

Setelah kita memahami bersama penjelasan di atas, baru kita masuk ke dalam pertanyaannya.

Para ulama menyebutnya ”At-Tasyrik Fin Niyah” atau ”Tadakhul An-Niyah” (menggabungkan niat).
Terdapat kaidah yang diberikan para ulama dalam masalah menggabungkan niat,

إذا اتحد جنس العبادتين وأحدهما مراد لذاته والآخر ليس مرادا لذاته؛ فإن العبادتين تتداخلان

“Jika ada dua ibadah yang sejenis, yang satu maqsudah li dzatiha dan satunya laisa maqsudah li dzatiha, maka dua ibadah ini memungkinkan untuk digabungkan”.
(’Asyru Masail Fi Shaum Sitt Min Syawal, Dr. Abdul Aziz ar-Rais, Hal. 17).
 

Dari kaidah di atas, beberapa amal bisa digabungkan niatnya jika terpenuhi 2 syarat :

*Pertama*
Amal itu jenisnya sama. Shalat dengan shalat, atau puasa dengan puasa.

*Kedua*
Ibadah yang maqsudah li dzatiha tidak boleh lebih dari satu. Karena tidak boleh menggabungkan dua ibadah yang sama-sama maqsudah li dzatiha.

Maka kesimpulannya, diperbolehkan menggabungkan puasa sunnah dengan puasa sunnah yang lain.
Tentu harus sesuai dengan kaidah dan harus memenuhi syarat-syaratnya.

والله تعالى أعلم

29 Mei 2021.

Dijawab oleh : Ustadz Muhammad Beni Apriono
Diperiksa oleh : Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.

═══════ ° ೋ• ═══════

*Tambahan dari Ustadz Nur Rosyid, M. Ag.*

Ada kaidah yang mudah dipahami Insyaa Allah.

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah dalam kitabnya Al-Qowa’id, tepatnya kaidah ke-18, beliau mengatakan:

إذا اجتمعت عبادتان من جنس في وقت واحد ليست إحداهما مفعولة على جهة القضاء ولا على طريق التبعية للأخرى في الوقت تداخلت أفعالهما ، واكتفى فيهما بفعل واحد

“Apabila ada dua ibadah yang sejenis dan berkumpul dalam satu waktu, salah satunya bukan dikerjakan untuk mengqadha juga bukan karena mengikuti ibadah yang lainnya yang satu waktu maka dengan mengerjakan satu saja bisa mewakili yang lainnya”.
(Al-Qowa’id Li Ibni Rojab 1/23).

Jadi kalau 2 atau lebih ibadah yang sama jenisnya (seperti shalat sunnah dengan shalat sunnah, puasa sunnah dengan puasa sunnah), berkumpul dalam 1 waktu (seperti shalat Tahajjud dengan istikharah di sepertiga malam terakhir, atau puasa Ayyamul Bidh di hari Senin/Kamis), salah satunya bukan qadha (bukan ganti dari yang wajib), juga bukan beriringan dengan ibadah lain (seperti puasa syawal yang mengiringi Ramadhan), boleh untuk dikerjakan salah satu dengan mengikutsertakan niat yang lainnya.

Wallahu A’lam

View Source


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *