╔══❖•ೋ°° ೋ•❖══╗

*SBUM*
*Sobat Bertanya*
*Ustadz Menjawab*

╚══❖•ೋ°° ೋ•❖══╝

*NO : 0⃣8⃣5⃣*

*Dirangkum oleh Grup Islam Sunnah | GiS*
https://grupislamsunnah.com

*Kumpulan Soal Jawab SBUM*
*Silakan Klik :* https://t.me/GiS_soaljawab

═══════ ° ೋ• ═══════

*Judul bahasan*
*SHALAT*

*Pertanyaan*
Nama : Febitya Ramantahari Dewi
Angkatan : 1
Grup : 079
Domisili : –

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Apakah diperbolehkan haid yang sudah 3 minggu belum selesai untuk melaksanakan shalat?

Aku sudah periksa juga ke dokter, Alhamdulillah tidak terjadi apapun.

Mohon pencerahannya aku harus bagaimana menurut hadist yang shahih?

جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم

*Jawaban*

وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته

بسم الله

Di kalangan wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji’ (vagina)-nya di luar kebiasaan bulanan dan bukan karena sebab kelahiran. Darah ini diistilahkan sebagai darah istihadhah.

Al Imam An Nawawi rahimahullaah dalam penjelasaannya terhadap Shahih Muslim mengatakan:
“Istihadlah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya dari urat”.
(Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi 4/17, Fathul Bari 1/511).

Al Imam Al Qurthubi rahimahullaah mensifatkannya dengan darah segar yang di luar kebiasaan seorang wanita disebabkan urat yang terputus.
(Jami’ li Ahkamil Qur’an 3/57).

Syaikh Al Utsaimin rahimahullaah memberikan definisi istihadhah dengan darah yang terus menerus keluar dari seorang wanita dan tidak terputus selamanya atau terputus sehari dua hari dalam sebulan. Dalil keadaan yang pertama (darahnya tidak terputus selama-lamanya) dibawakan Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya dari hadits ‘Aisyah radhiallaahu ‘anha, ia berkata:
“Fathimah bintu Abi Hubaisy berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah suci…’ “
(HR. Bukhari no. 306, 328, dan Muslim 4/16-17).

Dalam riwayat lain: ‘Aku istihadhah tidak pernah suci… .’

Adapun dalil keadaan kedua adalah hadits Hamnah bintu Jahsyin radhiyallaahu ‘anha ketika dia datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam dan mengadukan keadaan dirinya: “Aku pernah ditimpa istihadhah (darah yang keluar) sangat banyak dan deras…”
(HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkannya. Dinukilkan dari Al Imam Ahmad akan penshahihan beliau terhadap hadits ini dan dari Al Imam Al Bukhari penghasanannya).
(Terj. Risalah fid Dima’, hal. 40).

Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam diadukan oleh Hamnah radhiyallaahu ‘anha tentang istihadhah yang menimpanya, beliau berkata,
“Yang demikian hanyalah satu gangguan/dorongan dari setan,”

Atau dalam riwayat Shahihain dari hadits Fathimah bintu Abi Hubaisy, beliau mengatakan tentang istihadlah,
“Yang demikian itu hanyalah darah dari urat, bukan haid”.

Hal ini menunjukkan bahwa istihadhah tidak sama dengan haid yang sifatnya alami, yaitu yang pasti dialami oleh setiap wanita normal sebagai salah satu tanda baligh. Namun istihadhah adalah satu penyakit yang menimpa kaum hawa dari perbuatan syaitan yang ingin menimbulkan keraguan pada anak Adam dalam pelaksanaan ibadahnya.

Kata Al Imam As Shan’ani dalam Subulus Salam (1/159):
“Makna sabda Nabi: (‘Yang demikian hanyalah satu dorongan/gangguan dari syaithan’) adalah syaitan mendapatkan jalan untuk membuat kerancuan terhadapnya dalam perkara agamanya, masa sucinya dan shalatnya hingga setan menjadikannya lupa terhadap kebiasaan haidnya.”

Al Imam As Shan’ani melanjutkan:
“Hal ini tidak menafikkan sabda Nabi yang mengatakan bahwa darah istihadlah dari urat yang dinamakan ‘aadzil karena dimungkinkan syaithan mendorong urat tersebut hingga terpancar darah darinya.”
(Subulus Salam 1/159).

Keberadaan darah istihadhah bersama darah haid merupakan suatu masalah yang rumit. Sehingga menurut Ibnu Taimiyyah, keduanya harus dibedakan. Caranya bisa dengan ‘adat (kebiasaan haid) atau dengan tamyiz (membedakan sifat darah).

View Source


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *