Kapan datangnya ujian dan pertolongan Allah?
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الْمَعُونَةَ تَأْتِي مِنَ اللَّهِ لِلْعَبْدِ عَلَى قَدْرِ الْمُؤْنَةِ، وَإِنَّ الصَّبْرَ يَأْتِي مِنَ اللَّهِ عَلَى قَدْرِ الْمُصِيبَةِ
“Sesungguhnya pertolongan itu datang dari sisi Allah kepada seorang hamba sesuai dengan level kesulitan atau kebutuhan. Dan sesungguhnya kesabaran itu datang dari sisi Allah sesuai dengan level musibah.” (HR. Al-Bazzar dalam Al-Musnad, 15: 327; Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 12: 337. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1952)
Dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa pertolongan itu akan Allah kirimkan kepada kita sesuai dengan tingkat kebutuhan kita, atau sesuai dengan krisis (masalah dan kesulitan) yang sedang kita hadapi.
Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْمَعُونَةَ عَلَى قَدْرِ الْمَئُونَةِ، وَأَنْزَلَ الصَّبْرَ عِنْدَ الْبَلَاءِ
“Sesungguhnya Allah turunkan pertolongan sesuai dengan level kesulitan atau kebutuhan. Dan Allah turunkan kesabaran ketika sedang menghadapi musibah.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 12: 337)
Apabila masalah yang sedang kita hadapi bisa dikonversikan menjadi angka, maka pada angka itu pula kadar pertolongan Allah akan datang. Apabila level masalah yang kita hadapi adalah 70%, maka Allah akan datangkan pertolongan sebesar 70%, tidak akan kurang dari itu. Oleh karena itu, pada saat kita terkena musibah dan ujian, kita harus mencamkan dan meyakini bahwa ujian dan petolongan dari Allah itu berjalan paralel dalam satu garis lurus. Tidak mungkin ujian (musibah) meninggalkan pertolongan. Allah-lah yang memberikan kita ujian, sebagaimana Allah pula yang memberikan kita pertolongan.
Namun yang menjadi masalah adalah, kemanakah iman kita terhadap hadis ini? Kemanakah keyakinan kita? Karena hadis ini hanya untuk orang-orang yang percaya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadis ini hanya untuk orang-orang yang percaya kepada Rabb-nya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
قال اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ
“Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku. Jika ia bersangka baik kepadaku, maka (kebaikan) itu untuknya. Dan jika ia bersangka buruk, maka (keburukan) itu untuknya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 9076; Al-Albani menyatakan sahih dalam Shahih Al–Jaami’ no. 4315)
Apabila kita yakin bahwa pertolongan Allah akan datang, maka Allah akan datangkan pertolongan. Dan apabila kita berburuk sangka kepada Allah, pesimis saat menghadapi hari-hari ujian, maka yang akan datang adalah masalah-masalah berikutnya, dan tidak ada solusi sama sekali.
Meminta pertolongan dan bertawakal kepada Allah
Pertolongan itu akan Allah datangkan sesuai dengan level kesulitan yang dihadapi seorang hamba. Akan tetapi, siapakah di antara kita yang bersegera menuju Allah, meminta pertolongan Allah ketika saat menghadapi musibah? Kita justru sibuk datang kepada si A, si B, si C, dan seterusnya. Semua arah kita tuju, kecuali menuju Allah Ta’ala. Siapakah di antara kita yang ketika menghadapi suatu masalah langsung mengingat Allah Rabbul ‘alamin? Siapakah di antara kita yang begitu menghadapi masalah, langsung mengambil air wudu dan salat karena mengingat firman Allah Ta’ala,
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Sayangnya, banyak di antara kita yang lebih bergantung kepada makhluk ketika menghadapi hari-hari ini. Buktinya, tidak ada tambahan kekhusyukan dalam salat kita, tidak ada tambahan rakaat dalam salat malam yang kita kerjakan, dan manakah air mata tobat kepada Allah Ta’ala? Manakah rintihan permohonan ampun kita kepada Allah?
Pertolongan itu turun dari Allah, Penguasa alam semesta. Hidup ini penuh dengan ujian, bagaikan gempa bumi dalam kehidupan kita. Inilah kehidupan orang-orang yang beriman, ujian dan musibah datang silih berganti. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan). Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Pertolongan Allah itu dekat, namun kita terburu-buru dan tidak mau bersabar. Ibadah tidak ditingkatkan, tapi inginnya segera keluar dari masalah. Tidak air mata tobat, tapi inginnya segera ada solusi. Ibaratnya, kita ingin segera sukses, namun kita tidak mau melewati dan menapaki jalan kesuksesan, sebagaimana perahu itu tidak berjalan di atas daratan. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki mata hati.” (QS. Al-Hasyr: 2)
Sebagaimana nasihat seorang alim,
اتق الله، واصبر ولا تستعجل
“Bertakwalah kepada Allah, bersabarlah, dan janganlah engkau terburu-buru.”
Allah datangkan kesabaran pada saat tertimpa musibah
Mungkin ada yang bertanya, “Bukankah pertolongan seringkali tidak datang bersamaan dengan masalah dan ujian?” Maka jawabannya adalah lanjutan hadis di atas,
وَإِنَّ الصَّبْرَ يَأْتِي مِنَ اللَّهِ عَلَى قَدْرِ الْمُصِيبَةِ
“Dan sesungguhnya kesabaran itu datang dari sisi Allah sesuai dengan level ujian.”
Betul, bisa jadi suatu ujian dan masalah datang satu tahun lalu, dan sampai sekarang belum ada solusi. Namun, pada masa-masa itu, Allah turunkan kesabaran yang membuat kita bisa menjalani hari-hari berat tersebut, sampai benar-benar semua masalah tersebut diselesaikan oleh Allah Ta’ala. Dan kesabaran yang Allah berikan itu sesuai dengan beratnya musibah yang kita rasakan. Kesabaran yang Allah berikan itu sesuai dengan rasa sakit yang kita rasakan. Kesabaran yang Allah berikan itu sesuai dengan kekuatan yang kita butuhkan.
Sabar akan didatangkan kepada seorang hamba sesuai dengan level musibah. Maka ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan dan pintu masuk untuk pesimis, galau, dan putus asa saat menghadapi ujian dan musibah. Tidak ada alasan untuk mengatakan, “Saya tidak sanggup, saya tidak mampu.” Pernyataan itu memang pada asalnya betul, siapa di antara kita yang mampu, sementara Allah mengatakan,
وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً
“Dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)
Manusia memang lemah. Tapi yang perlu diingat, ini bukan tentang kekuatan kita. Ini bukan tentang keperkasaan dan kemampuan kita, namun kesabaran dan kekuatan yang Allah berikan kepada kita untuk menghadapi hari-hari yang sulit ini. Ini bukan tentang kemampuan sabar yang lahir dari dalam diri kita, tapi sabar yang Allah berikan kepada kita. Maka tidak ada alasan membuka pintu sehingga setan masuk melemahkan kita. Merasa kita lemah, down, merasa tidak mampu, dan putus asa. Sekali lagi, Allah-lah yang menurukan dan mendatangkan kekuatan tersebut.
Jangan membuka pintu untuk pesimis dan putus asa
Sekali lagi, jangan membuka pintu setan di hari-hari tersebut, karena setan akan senantiasa membisikkkan pesimisme dan keputusasaan. Allah Ta’ala berfirman tentang setan,
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاء وَاللّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan (kefakiran) dan menyuruh kamu berbuat kekejian; sedangkan Allah menjadikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)
Maka, seluruh pesimisme, ketidakpercayaan diri, dan keputusasaan itu berasal dari setan. Separah apapun masalah yang kita hadapi, meskipun itu karena dosa dan maksiat kita, janganlah berputus asa. Oleh karena itu, dalam ayat di atas, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sedangkan Allah menjadikan untukmu ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Ini menunjukkan bahwa meskipun kita mendapatkan masalah karena dosa dan maksiat yang kita lakukan, jangan pernah putus asa dan pesimis, karena Allah tawarkan ampunan dan karunia kepada kita, asal kita benar-benar tobat dan kembali kepada Allah Ta’ala.
سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq: 7)
***
@23 Dzulhijah 1445/ 30 Juni 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari ceramah Ustadz Muhammad Nuzuk Dzikri hafizhahullah di tautan ini:
Leave a Reply