Tapi tetap beliau tidak bersedia.
Saya sungguh sedih di sini.
Pertanyaan ana di sini Ustadz;
Bolehkah jika ana memutuskan untuk menghindar dulu dari keluarga.
Untuk mempelajari ilmu ini lebih dalam, lebih mengkhusyukan diri dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Dan sambil mengontrol emosi ana.
Agar bisa menjadi orang yang sedikit lebih penyabar.
Karena kalau berkomunikasi dengan keluarga, selalu mengarah ke topik agama yang sehingga membuat ana emosi.
Karena selalu menentang dengan kalimat mengolok-olok.
Bagaimana ana menyikapi hal ini, Ustadz ?
Apa yang harus ana lakukan ?
Lalu apakah benar, keputusan ana untuk mengikhlaskan saja anak ana berada di pondok itu sebagai bentuk bakti ana kepada suami ?
Atau tetap harus ana paksakan untuk memindah anak ana ke pondok manhaj salaf atau bagaimana, Ustadz ?
Karena ana melihat anak ana di pondok ini, seperti kurang adabnya dan setiap kali telpon ana suaranya habis.
Saat di tanya “kenapa kok suaranya habis?” katanya karena kemarin sholawatan.
Lalu ana bertanya lagi “memang sholawatan apa kok sampek suaranya habis begitu, memang teriak-teriak ?”, dijawab “Iya teriak-teriak”.
Ya Allah, karena ana sudah tahu ilmunya, di sini ana sedih sekali.
Ternyata di dalam pondok pun juga masih berpotensi melakukan bid’ah.
Ana juga terangkan hal ini ke suami, tapi karena memang sifat dasar suami yang sangat keras kepala, jadi tidak masuk dan selalu menentang.
Mohon pencerahannya, Ustadz.
Syukron
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.
*Jawaban :*
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bismillah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du;
Semoga Allah Al Hadi Dzat yang maha memberi hidayah senantiasa menjaga hidayah diatas manhaj salaf dan taufiq untuk mengamalkan sunnah.
Jika permasalahanya demikian ,intinya terletak pada suami anda yg belum mengenal kebenaran,dan meremehkan kebenaran tersebut.
Anda sebagai seorang istri tetap harus mengikuti keputusanya jika nasehat anda untuk memindahkan ke ma’had (bermanhaj salaf di Ponorogo yang dekat dengan kakek neneknya) ditolak olehnya.
Ada sifat ego yang ada dalam diri suami dan andapun punya ego baik untuk memindahkan putri anda dari pesantren tradisionil yang memang justru disana mereka diajarkan kebidahan yang terprogram.
Namun hal yang lebih penting adalah perdamaian agar maslahat yg lebih besar dalam hubungan rumah tangga terjaga.
Dan itu dilakukan dengan cara menurunkan keinginan ego kita untuk saat ini.
Allah Ta’alaa berfirman,
{ وَإِنِ ٱمۡرَأَةٌ خَافَتۡ مِنۢ بَعۡلِهَا نُشُوزًا أَوۡ إِعۡرَاضࣰا فَلَا جُنَاحَ عَلَیۡهِمَاۤ أَن یُصۡلِحَا بَیۡنَهُمَا صُلۡحࣰاۚ وَٱلصُّلۡحُ خَیۡرࣱۗ وَأُحۡضِرَتِ ٱلۡأَنفُسُ ٱلشُّحَّۚ وَإِن تُحۡسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِیرࣰا }
“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyūz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, *dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir(egois).*
Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari nusyūz dan sikap acuh tak acuh), maka sunguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
[Surat An-Nisa’: 128]
Masih ada solusi lain saat ini, yaitu dengan menunjukan akhlak anda sebagai istri semakin baik setelah mengenal sunnah.
Kedua, memberi nasehat ketikan momentumnya tepat , masuk dari issue anak yang tidak mendapat haknya di pesantren dan mudhorot fitnah teman-temannya bagi psikologi anak.
Ketiga, perbanyak buku buku bacaan yang temanya ringan dahulu di rumah, seperti masalah rumah tangga, atau shiroh, atau buku dzikir pagi dan petang.
Adapun penanganan kepada putri anda, maka sebagai orang anda harus intens berkomunikasi denganya, terlebih anda tinggal di luar negeri.
Leave a Reply