Telegram: https://t.me/ilmusyar1
Belum lama ini, konflik antara Negara Yahudi dan Palestina kembali pecah. Kejadian ini menjadi tanda akan ketegangan dan konflik yang berkepanjangan yang tak kunjung mereda. Negara Yahudi yang terus ingin merampas bagian-bagian dari negara Palestina, melawan rakyat Palestina yang ingin mempertahankan tanah kelahiran mereka.
Sebagai saudara sesama muslim, maka jelas kita berada di pihak Palestina dan mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk merebut kembali hak-hak mereka yang selama ini dirampas oleh negara Yahudi
Sebagian orang pun bereaksi dan menyindir seakan-akan menuntut dan mempertanyakan, kemana saja negara-negara Arab, kok mereka diam dan tidak bersatu membantu melawan negara Yahudi itu?
Perlu diketahui, dulu sudah pernah terjadi peristiwa penting di wilayah Palestina yaitu perang Arab-Negara Yahudi pada tahun 1967. Pertempuran ini melibatkan negara Yahudi melawan tiga negara Arab, yakni Mesir, Suriah, dan Yordania. Hasilnya, Negara Yahudi memenangkan pertempuran tersebut. Walhasil, setelah itu Negara Yahudi pun semakin leluasa untuk mencaplok beberapa wilayah-wilayah di Palestina.
Di masa-masa sekarang ini pun, ikut campur dalam konflik negara lain adalah hal yang tidak mudah dan sederhana. Secara aturan internasional, sebenarnya suatu negara tidak boleh menyerang negara lain. Jika ada negara yang melanggar aturan ini, anggaplah ada negara Arab yang tiba-tiba menyerang negara Negara Yahudi sebagai respon dan bantuan terhadap Palestina, maka boleh jadi akan menjadi alasan pembenaran bagi negara yang benci dengan Islam untuk menyerang balik negara Arab tersebut.
Jika hal itu benar-benar terjadi, bukan perdamaian yang akan terjadi, malah konflik dan peperangan yang akan semakin membesar. Dampaknya, warga sipil yang menjadi korban tidak akan terelakkan lagi, kaum muslimin tidak tenang dalam beribadah. Ini namanya mencegah kemudharatan dengan kemudharatan yang lebih besar. Islam sendiri telah mengajarkan agar memilih mafsadat yang lebih ringan dibanding mafsadat yang lebih besar. Allah berfirman,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).
Artinya jika seseorang dihadapkan dengan kebinasaan (mati) dan tak ada pilihan lain selain memakan bangkai agar nyawanya selamat, maka dia diperbolehkan memakannya demi menyelamatkan dirinya dari mafsadat yang lebih besar.
Selain itu, perlu ditimbang juga keadaan kekuatan kaum muslimin, apakah dalam kondisi kuat atau lemah. Demikian pula kondisi internal negara Arab ini, boleh jadi di dalam negara mereka sendiri ada banyak masalah. Tentu akan ada pihak pro dan pihak kontra dalam masalah ini, sehingga bisa memancing konflik internal. Kondisi tersebut justru bisa dimanfaatkan oleh para pembenci Islam untuk menyusup dan menghancurkan negara Islam dari dalam.
Intinya banyak sekali alasan dan pertimbangan sebelum memutuskan terlibat dalam konflik global. Mereka pun sebenarnya tidak tinggal diam dan berusaha melakukan kegiatan-kegiatan diplomasi agar konflik ini bisa mereda. Hendaknya kita menghormati keputusan mereka dan mendoakan mereka terus dalam kebaikan.
Nikmat Aman adalah Nikmat Terbesar
Sesungguhnya keamanan adalah nikmat yang paling besar bagi kaum muslimin yang lebih patut untuk dijaga. Kita tidak ingin ada darah yang tertumpah, anak-anak menjadi yatim dan para wanita menjadi janda. Oleh karena itu, dalam kejadian ini dan pada setiap fitnah serta ujian yang menimpa kaum muslimin lebih dibutuhkan sikap sabar dan bimbingan para ulama.
Kita semestinya banyak bersyukur karena semua nikmat ini masih ada pada diri kita di negeri kita tercinta ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Leave a Reply