Hikmah dibalik Haramnya “Miras”

Hikmah dibalik Haramnya “Miras”

Hikmah dibalik Haramnya “Miras”

4 hours yang lalu
Hikmah dibalik Haramnya “Miras”

Hikmah dibalik Haramnya “Miras”

Ummul khoba’its, induk keburukan! adalah julukan yang diberikan Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam untuk khamr -yaitu minuman keras- [1]. Sebuah istilah untuk minuman memabukkan yang sangat disayangkan mudah ditemui di negara kita dengan berbagai jenisnya. Berbagai kabar mengenai dampak buruk bagi masyarakat maupun individu, bagi kesehatan, perekonomian, maupun kriminalitas sudah sering terdengar di telinga kita, namun sungguh susah sekali menghilangkan penyakit masyarakat ini.

Dalam hadis yang lain Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam menjuluki miras dengan miftah kulli syar, kunci segala kejelekan [2]. Ini adalah definisi yang tepat untuk menjelaskan minuman keras, minuman yang membawa peminumnya kepada keburukan yang tidak akan terpuji kesudahannya. Minuman yang menghilangkan akal peminumnya, padahal akal adalah pembeda antara manusia dengan binatang. Al-Ghazali berkata,

(وحرم الشرع شرب الخمر: لأنه يزيل العقل؛ وبقاء العقل مقصود للشرع، لأنه آلة الفهم)

“Syariat (Islam) mengharamkan meminum khamr (miras) dikarenakan khamr menghilangkan akal, sedangkan syariat (Islam) menghendaki adanya akal. Akal itulah alat untuk memahami.” [3]

Karenanya, tidak heran perbuatan orang yang mabuk sama seperti binatang, bahkan lebih buruk. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu menyebutkan sebuah kisah dari Bani Israil, tentang seorang ahli ibadah yang dipaksa untuk memilih satu dari tiga perkara, membunuh seorang anak, atau berzina, atau meminum segelas minuman keras. Diapun memilih meminum minuman keras karena menyangka itulah yang teringan. Ternyata dampaknya diluar dugaan, setelah meminum minuman keras itu maka hilanglah akalnya, diapun berzina dan membunuh sang anak [4]. Perhatikanlah, bagaimana minuman keras berdampak buruk kepada seorang ahli ibadah, dimana dia akhirnya mengerjakan dosa-dosa besar yang lainnya, lalu bagaimanakah dengan orang yang memang tabiatnya buruk apabila meminum minuman keras? Wal’iyadzu billah.

Dikarenakan keburukannya, maka Allah melarang dengan tegas meminum minuman keras dan menyebutnya sebagai perbuatan setan

{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }

“Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamr (minuman keras), berjudi, berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk dari perbuatan setan, maka jauhilah (perbuatan-perbuatan itu) agar kamu menjadi orang yang beruntung.” (QS. Al-Maidah (5): 90)

Allah pun melaknat khamr,

(إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْخَمْر)

“Sungguh Allah melaknat khamr.” (HR. Al-Baihaqi, no. 5195, hadis shahih)



Dan menyebutkan bahwa Allah tidak akan melihat kepada pecandu minuman keras di hari kiamat nanti,

(ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، والمُدْمِن الْخَمْرَ، والمنَّان بِمَا أَعْطَى)

“Tiga orang yang tidak akan dilihat oleh Allah di hari Kiamat: orang yang durhaka kepada Orang tuanya, pecandu minuman keras, dan orang yang banyak mengungkit pemberian.” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 7340, hadis shahih).

Dan barang siapa yang mati dalam keadaan diperutnya ada minuman keras maka dia mati dalam kondisi jahiliyah,

(فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِي بَطْنِهِ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً)

“Apabila dia mati dalam kondisi khamr itu ada di perutnya maka dia mati dalam kondisi jahiliyah” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, no. 36, hadis shahih)

Dengan kerasnya larangan-larangan tersebut maka Imam Adz-Dzahabi menggolongkan meminum minuman keras termasuk dosa besar, bahkan sebagian ulama menggolongkannya termasuk dosa besar yang paling  besar yang setara dengan kesyirikan. Dan berdasarkan ayat dan hadis tentang larangan minuman keras, para ulama dalam hampir setiap kitab fikih dalam setiap madzhab membuat bab tentang hukuman yang dilaksanakan oleh pemerintah kepada peminum miras, seperti Al-Juwaini salah seorang ulama madzhab Syafi’i dalam bukunya membuat bab: “Hukuman (dari pemerintah) bagi peminum minuman keras dan bagaimana bila ada yang mati karena cambukan pemerintah.”

Setelah mengetahui keburukan-keburukan ini, tersisa satu pertanyaan dari Allah kepada orang-orang yang terjatuh pada minuman keras, baik peminumnya maupun penjual dan pengedarnya, yaitu firman-Nya,

{ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُون}

Maka apakah kalian akan berhenti? (QS. Al-Maidah (5): 90)

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menjadikan negeri kita negeri yang terbebas dari minuman keras.

Beberapa Pertanyaan Seputar Miras

  • Apakah yang dilarang hanya berupa minuman yang memabukkan?

Jawab:

Segala yang memabukkan masuk kedalam larangan, Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

(كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَام)

“Segala yang memabukkan itu haram.” (HR. Bukhari, no. 4343 dan Muslim, no. 1733).

Karenanya, masuk kedalam larangan ini segala yang memabukkan baik itu berupa cairan maupun benda padat seperti narkotika, semuanya haram.

  • Bagaimana dengan mengkonsumsi sedikit miras tanpa mabuk?

Jawab: 

Mengkonsumsi miras walaupun sedikit sama saja terlarangnya, karena Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

(ما أسكر كثيره فقليله حرام)

“Apa yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka sedikitnya juga haram.” (HR. Abu Dawud, no. 3681 dan Ibnu Majah, no. 3396, hadis shahih).

  • Bagaimana meminum minuman keras dengan dalih menghangatkan badan atau pengobatan?

Jawab: 

Meminum minuman keras dengan dalih menghangatkan badan atau pengobatan sama terlarangnya, karena Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

(فتداووا، ولا تداووا بحرام)

“Maka berobatlah, namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Abu Dawud, no. 3874, hadis shahih)

  • Bagaimana dengan orang yang berjualan minuman keras dengan dalih bahwa mereka terpaksa oleh kebutuhan ekonomi?

Jawab: 

Berjualan minuman keras apapun dalihnya hukumnya haram. Penjual miras juga terancam dengan laknat dari Allah, Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam menyebutkan,

«إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْخَمْر، وَعَاصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَسَاقِيَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ، وَبَائِعَهَا، وَمُشْتَرِيهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا»

“Sungguh Allah melaknat khamr (minuman keras), dan (juga melaknat) pembuatnya, peminumnya, penuangnya, pembawanya, pemintanya, penjualnya, pembelinya, dan pemakan hasilnya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 5195, hadis shahih).

Dan melihat kepada dampak buruk kepada masyarakat, maka penjual miras pada hakikatnya sedang berbuat kerusakan di atas muka bumi ini. Rezeki Allah itu luas, barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Ditulis oleh: Riza Taufiq Al Madina Lc, MA.

Madinah, 17 Rabiul Awal 1446 H.

 

Referensi:
[1] HR. At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, no. 3667, hadis shahih, dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah, no. 1854.
[2] HR. Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, no. 3371, hadis shahih, dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadis As-Shahihah, no. 2798.
[3] Syifaul Ghalil hal. 160.
[4] Syu’abul Iman lil Baihaqi, no. 5198.
 

Daftar Pustaka:

  1. Ath-Thabrani, Sulaiman bin Ahmad. Al-Mu’jam Al-Ausath. Mesir: Dar Al-Haramain.
  2. Al-Qazwaini, Muhammad bin Zaid (Ibnu Majah). Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyah.
  3. Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari. Daar Tauq An-najah.
  4. An-Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihy At-Turats Al-Arabi.
  5. As-Sijistani, Sulaiman bin Al-Asy’ats Abu Dawud. Sunan Abu Dawud. Beirut: Al-Maktabah Al-Asriyah.
  6. Al-Albani, Muhammad Nashirudin. Silsilah Al-Ahadis As-Sahihah. Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif Linnasyr Wattauzi’.
  7. Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain. Syu’abul Iman. Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd.
  8. Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad. Syifaul Ghalil. Baghdad: Mathba’ah Al-Irsyad.
  9. Adz-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Al-Kabair. Beirut: dar An-Nadwah al-Jadidah.
  10. Al-Busti, Muhammad Ibnu Hibban. Shahih Ibnu Hibban. Beirut: Muassasah Ar Risalah.
  11. Al-Juwaini, Abdul Malik bin Abdullah. Nihayatul Matlab. Jeddah: Darul Minhaj.

 

Source link


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *