4 Hal yang Sering Diremehkan oleh Seorang Muslim
4 Hal yang Sering Diremehkan oleh Seorang Muslim
Mentaati perintah Allah & Rasul-Nya merupakan kewajiban seorang muslim yang beriman untuk mendapatkan kebaikan dunia & akhirat.
Allah ‘azza wajalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ahzab [33]: 70-71)
Dan juga meremehkan perintah Rasul-Nya merupakan perbuatan dosa yang patut dihindari agar tidak mendapatkan keburukan di dunia & akhirat.
Allah ‘azza wajalla berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)
Pernahkah kita sadari, dalam kehidupan di lingkup negara tentu ada aturan-aturan yang perlu dipatuhi & tidak boleh diremehkan oleh warga negara, seperti dibuatnya peraturan rambu lalu lintas di jalan raya, hal ini wajib bagi warga negara untuk mematuhinya agar terhindar dari bahaya kecelakaan di jalanan.
Begitu juga dalam lingkup dunia kerja, tentu seorang karyawan akan patuh dan tidak meremehkan instruksi dari Direktur perusahaan dalam menyelesaikan proyek kerja yang telah diberikan kepadanya agar terhindar dari pemecatan atau dikurangi benefit bulanan dari perusahaan.
Oleh karena itu, perintah Allah & Rasul-Nya adalah prioritas utama bagi seorang muslim untuk ditaati, diikuti, dan tidak boleh meremehkannya, agar mendapatkan kebahagiaan dunia & akhirat serta terhindar dari adzab Allah yang pedih.
Termasuk di bawah ini fenomena kasus meremehkan perintah Allah & Rasul-Nya, yang terjadi di sebagian kaum muslimin:
Pertama: Menyekutukan Allah dalam beribadah
Fenomena ini masih sering terjadi oleh sebagian kaum muslimin dalam meyakini bahwa ada yang bisa memberikan manfaat ataupun menghindarkan diri dari keburukan selain Allah, seperti mengunjungi kuburan yang dikeramatkan untuk meminta bantuan atau perlindungan dari kuburan tersebut.
Padahal Allah ‘azza wajalla telah memerintahkan kita untuk tidak menyekutukan-Nya dan hanya beribadah kepada-Nya semata, Allah mengancam melakukan perbuatan menyekutukan Allah dalam firman-Nya:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)
Juga Allah ‘azza wajalla berfirman:
إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu, dan sekiranya mereka mendengar, mereka juga tidak mengijabahi permintaanmu. Dan pada hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh (Allah) Yang Mahateliti.” (QS. Fathir [35]: 14)
Kedua: Larangan menggunjing aib, mencari kesalahan, dan berburuk sangka kepada orang lain
Sering tidak disadari ketika berkumpul dengan sesama teman, seorang terjatuh bahkan meremehkan dari perbuatan diatas. Padahal Allah & Rasul-Nya memerintahkan kita untuk menjaga lisan dari keburukan dan berkata yang baik agar terhindar dari perselisihan & menyakiti orang lain. Allah mengingatkan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat [49]: 12)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قال: قلت: يا رسول الله أي المسلمين أفضل؟ قال: «من سلم المسلمون من لسانه ويده». متفق عليه.
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik?” Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari, no. 11)
Ketiga: Meremehkan Shalat Lima Waktu
“Shalatlah sebelum kita dishalatkan!” Kalimat ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa shalat adalah perintah Allah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim. Namun, sering diremehkan oleh sebagian muslim sedangkan shalat merupakan tiang agama & rukun agama Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 257)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi.” (HR. Abu Daud, no. 864, Hadits ini Shahih)
Keempat: Perintah Menepati Janji
Allah memerintahkan pada hamba-Nya untuk selalu menepati janji yang dibuat dengan sungguh-sungguh dan tidak melanggarnya. Janji yang dimaksud adalah janji yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mengingkari janji merupakan perbuatan tercela, bahkan Rasulullah menyebut orang yang ingkar janji sebagai ciri-ciri orang yang munafik.
Simaklah firman Allah dalam Al-Quran:
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
“Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji. Janganlah kamu melanggar sumpah(-mu) setelah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 91)
إن الله تعالى أمر في هذه الآية عباده بالوفاء بعهوده التي يجعلونها على أنفسهم، ونهاهم عن نقض الأيمان بعد توكيدها على أنفسهم لآخرين بعقود تكون بينهم بحقّ مما لا يكرهه الله
“Maksud ayat di atas bahwa Allah ta’ala memerintahkan dalam ayat ini pada hamba-hamba-Nya untuk memenuhi janji yang mereka buat atas diri mereka sendiri, dan melarang mereka untuk melanggar janji setelah menegaskannya atas diri mereka sendiri untuk orang lain dengan perjanjian yang ada di antara mereka dengan hak yang tidak dibenci oleh Allah. [1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أن رسول الله صل الله عليه وسلم قال: آية المنافق ثلاث : إذا حدث كذب ، وإذا وعد أخلف، وإذؤتمن خان. أخرجه البخاري
“Tanda-tanda orang Munafiq ada tiga: Apabila berkata dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat berkhianat.” (HR. Bukhari, no. 53)
Kesimpulan
Tentunya masih banyak lagi contoh yang terjadi disebagian kaum muslimin baik disadari atau tidak disadari terkait fenomena sikap meremehkan perintah Allah & Rasul-Nya.
Cara yang paling tepat adalah hendaknya seorang muslim untuk saling mengingatkan, saling menasihati, dan senantiasa mempelajari ilmu agama untuk menjadi perbekalan seorang muslim di dunia & akhirat supaya mengetahui perintah dan larangan Allah & Rasul-Nya serta menunaikan kewajiban dan meninggalkan apa dilarang bagi seorang muslim yang taat.
Referensi:
[1] Imam Abu Ja’far at-Thabari. Tafsir Jami’ al Bayan. Mekkah: Dar Tarbiyah wa Turats, Jilid 17, Hal. 282
Leave a Reply