Sifat-Sifat Umrah Dan Hukum Yang Berkaitan Dengannya
Sifat-Sifat Umrah Dan Hukum Yang Berkaitan Dengannya
Larangan-larangan dalam ihram
Larangan-larangan ihram atas laki-laki dan perempuan:
- Mencukur rambut atau memotong kuku
- Memakai wewangian
- Memakai pakaian yang sudah terkena za’faron atau wars
- Membunuh hewan buruan yang ada di darat, atau membantu orang yang berburu, atau melakukan sebab yang membuat hewan buruan lari dari tempat persembunyiannya.
- Akad nikah, berjima’, mengkhitbah/melamar seorang perempuan, dan bersenggama dengan istri disertai syahwat.
Dan diharamkan bagi seorang muslim baik dalam keadaan berihram ataupun tidak, baik laki-laki maupun perempuan untuk melakukan hal-hal di bawah ini:
- Membunuh hewan buruan yang ada di tanah haram
- Membantu dalam membunuh hewan tersebut, baik dengan alat atau memberi petunjuk dan sejensinya.
- Memotong pohon yang berada di tanah haram dan juga tumbuhannya yang berwarna hijau.
- Mengambil barang temuan kecuali dengan niat untuk mengumumkannya.
Larang-larangan khusus untuk laki-laki:
- Memakai pakaian yang berjahit secara keseluruhan. Maknanya adalah: pakaian yang dijahit dalam bentuk lekukan tubuh manusia, seperti jubah. Atau pakaian yang berjahit secara sebagian, seperti kaos, celana, sepatu, kaos kaki. Kecuali apabila seseorang tidak mempunyai kain ihram maka boleh baginya untuk memakai celana, begitu pula dengan orang yang tidak punya sandal, maka boleh baginya untuk memakai sepatu tanpa perlu memotongnya.
- Menutup kepala dengan benda yang menempel, seperti kopiah/peci, surban, imamah, dan sejenisnya. Begitu pula bagian wajahnya.
Larangan-larangan yang khusus untuk perempuan:
- Memakai pakaian yang berjahit di bagian wajah, seperti burqu’ dan niqab. Dan juga memakai pakaian yang berjahit di kedua tangan, seperti sarung tangan.
Sifat-sifat Umrah
Segala puji bagi Allah. Amma ba’du: maka ini merupakan intisari yang ringkas berkaitan dengan perbuatan-perbuatan manasik umrah, silahkan pembaca menyimak penjelasan di bawah ini:
- Apabila seseorang niat ingin umrah kemudian sampai di Miqot, maka dianjurkan baginya untuk mandi dan bersih-bersih.
Begitu pula yang hendaknya dilakukan oleh seorang perempuan walaupun dia dalam keadaan haid dan nifas, hanya saja perempuan yang haidh dan nifas tidak boleh tawaf sampai suci dari haid kemudian mandi.
Adapun seorang laki-laki, maka boleh baginya untuk memakai wewangian di badannya saja tanpa di pakaian ihramnya.
Apabila tidak memungkinkan untuk mandi di miqat, maka tidak mengapa.
Dan dianjurkan untuk mandi apabila sampai di Makkah sebelum tawaf apabila hal tersebut memungkinkan.
- Seorang laki-laki melepas semua pakaian yang berjahit kemudian memakai kain ihram dan disunnahkan agar kain ihramnya berwarna putih dan bersih.
Adapun seorang perempuan, maka dia berihram menggunakan pakaian biasa yang tidak ada hiasannya dan juga tidak mencolok.
- Kemudian niat untuk ihram dengan hatinya kemudian dengan lisannya dalam keadaan berucap “labbaika ‘umratan” atau “allahumma labbaika ‘umratan”.
Apabila seorang yang sedang berihram takut untuk tidak bisa menyempurnakan umrahnya seperti kalau dia dalam keadaan sakit atau ketika dia takut terhadap musuh dan sejenisnya, maka disyariatkan baginya untuk isytirath ketika awal dia melafazhkan niat umrah dengan ucapan “fa in habasanii haabis fa mahillii haitsu habastanii” berdasarkan hadits Duba’ah binti Zubair.
Kemudian selanjutnya bertalbiah dengan talbiah-nya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu ucapan “labbaika allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk, laa syariika laka”.
Dan hendaknya seseorang yang sedang berihram memperbanyak talbiah tersebut dan juga memperbanyak berdzikir dan berdoa hingga dia sampai di depan Ka’bah.
- Apabila telah sampai di Masjidil Haram, maka hendaknya masuk dengan mendahulukan kaki kanan, dan berucap:
بِسْمِ اللَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ أَعُوذُ بِاللَّهِ العَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الكَرِيمِ، وَسُلْطَانِهِ القَدِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Bismillaahi wasshalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillah, a’uudzu billaahil ‘azhiim, wa biwajhihil kariim, wa sulthaanihil qadiim, minas syaithaanir rajiim. Allaahummaftah lii abwaaba rahmatik
Artinya: “Dengan Nama Allah ‘azza wajalla, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia dan kekuasaan-Nya Yang Abadi, dari syaithan yang terkutuk, Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.”
- Apabila telah sampai di depan ka’bah, maka selesai waktu untuk bertalbiah, kemudian berjalan menuju hajar aswad, menghadapnya kemudian memegangnya dengan tangan kanannya dan menciumnya jika hal tersebut memungkinkan, dan tidak boleh mengganggu manusia lain dengan desak-desakan.
Dan ketika memegangnya hendaknya berucap:
بسم الله، والله أكبر
Bismillah wallahu akbar
Jika tidak mungkin untuk mencium, maka cukup memegang dengan tangannya atau sebagian tangannya dan sejenisnya, kemudian mencium bagian yang dia gunakan untuk menyentuh hajar aswad. Dan jika tidak bisa memegangnya sama sekali maka cukup berisyarat ke arahnya seraya berucap Allahu akbar, dan tidak perlu mencium apa yang dia gunakan untuk berisyarat.
Dan disyaratkan untuk sah-nya tawaf seseorang agar orang tersebut tawaf dalam keadaan berwudhu dan suci dari hadats kecil dan besar, karena tawaf hukumnya seperti shalat, hanya saja di dalam tawaf seseorang diperbolehkan untuk berbicara.
- Menjadikan ka’bah di sebelah kirinya, dan tawaf di sekitarnya sebanyak tujuh putaran. Jika telah sejajar dengan ruknul yamani, maka hendaknya dia memegangnya dengan tangan kanan jika hal tersebut memungkinakan, dan berucap: bismillahi waallahu akbar. Dan tidak perlu menciumnya. Jika hal tersebut tidak mungkin untuk dilakukan maka tidak mengapa untuk ditinggalkan saja, kemudian dia lanjutkan tawafnya dan tidak perlu berisyarat kepadanya dan tidak perlu bertakbir, karena hal tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Adapun hajar aswad, maka setiap kali seseorang sejajar dengannya maka dia memegangnya dan menciumnya seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, jika tidak bisa maka cukup isyarat kemudian bertakbir.
Dan dianjurkan untuk ramal (memepercepat berjalan sambil mendekatkan langkah/lari-lari kecil) pada tiga putaran pertama ketika seseorang tawaf qudum, dan hal ini khusus untuk laki-laki.
Dan ithtiba’ yaitu: menjadikan bagian tengah kain ihramnya di bawah lengan sebelah kanan dan kedua ujung kain tersebut berada di pundak sebelah kiri.
Dianjurkan untuk memperbanyak doa dan dzikir -semampunya- pada setiap putaran. Tidak ada doa khusus dalam tawaf, tidak ada pula dzikir khusus, hanya saja seseorang dianjurkan untuk berdoa dan berdzikir kepada Allah ‘azza wajalla dengan apa yang mudah baginya.
Seseorang yang tawaf dan berada di antara dua rukun dianjurkan untuk membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار {البقرة : ٢٠١}
Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil aakhiroti hasanah wa qinaaa adzabannaar
Artinya: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (Al-Baqoroh: 201)
Doa tersebut dibaca pada setiap putarannya, karena hal tersebut telah tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kemudian menutup putaran ke tujuh diawali dengan memegang hajar aswad dan menciumnya jika memungkinakan, atau isyarat ke arahnya seraya bertakbir, sama seperti perincian yang sudah kita jelaskan sebelumnya.
Setelah selesai tawaf, memakai kembali kain ihramnya dengan menjadikannya menutupi kedua pundaknya, dan kedua ujungnya berada di dadanya.
- Kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim jika memungkinkan, jika tidak, maka bisa dilaksanakan di bagian mana saja di dalam masjid.
Pada dua rakaat tersebut membaca surat Al-kafirun pada rakaat yang pertama, dan surat Al-Ikhlash pada rakaat yang ke dua, ini yang lebih utama. Namun jika tidak membaca kedua surat tersebut (dan membaca surat yang lain) maka tidak mengapa.
Kemudian setelah salam kembali menuju ke hajar aswad jika hal tersebut memungkinkan.
- Kemudian menuju ke bukit shafa, naik ke atas atau berdiri di sisinya, tapi naik di atasnya lebih afdhal, dan membaca ayat:
Al-Baqarah 2:158
إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ
Innas shafaa wal marwata min sya’aairillaah
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 158]
Dianjurkan untuk menghadap kiblat, memuji Allah ‘azza wajalla, bertakbir, dan berucap:
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamd, wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir, laa ilaaha illallaahu wahdah, anjaza wa’dah, wa nashoro ‘abdah, wa hazamal ahzaaba wahdah.
Artinya: “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, yang melaksanakan janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”
Kemudian berdoa dengan doa yang dia kehendaki dan mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Mengulang bacaan dan doa tersebut sebanyak tiga kali.
Kemudian turun dan berjalan menuju ke bukit Marwa, ketika sampai di lampu hijau maka ketika itu laki-laki mempercepat langkah sampai akhir lampu, adapun perempuan, maka tidak disyariatkan untuk mempercepat langkah, karena perempuan adalah aurat.
Kemudian lanjut berjalan ke arah Marwa, kemudian naik di atasnya atau berdiri di sisinya, dan naik di atasnya lebih afdhal jika memungkinkan.
Kemudian berucap dan berdoa sama seperti yang dilakukan di bukit Shafa.
Kemudian turun, kemudian berjalan seperti biasa di tempat berjalan biasa dan mempercepat langkan di tempat disyariatkan untuk mempercepat langkah hingga dia sampai di bukit Shafa.
Dia lakukan hal tersebut sebanyak tujuh kali, pergi dihitung satu putaran dan kembalinya juga dihitung satu putaran.
Jika seseorang ingin sa’i dalam keadaan naik kendaraan maka boleh, terlebih jika hal tersebut dibutuhkan.
Dianjurkan untuk memperbanyak dzikir dan doa ketika dalam keadaan sa’i, dan dianjurkan juga untuk sa’i dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil. Namun jika sa’i dalam keadaan tidak bersuci, maka sa’i nya juga sah.
- Jika telah sempurna putaran sa’i, maka laki-laki mencukur habis rambutnya atau memendekkan, dan mencukur habis lebih afdhal, namun jika seseorang datang ke Makkah bertepatan dengan dekatnya waktu haji, maka memendekan rambut lebih afdhal baginya sehingga dia bisa mencukur habis ketika haji.
Adapun perempuan, maka semua rambutnya dijadikan satu, kemudian dipotong seukuran satu ruas jari atau kurang dari itu.
Jika orang yang berihram telah melakukan hal-hal di atas maka umrahnya telah selesai. Dan segala puji bagi Allah ‘azza wajalla, kemudian setelah itu dia telah halal untuk mengerjakan apapun yang tadinya dilarang.
Semoga Allah ‘azza wajalla memberi taufiq kepada kita dan kepada seluruh saudara kita yang beragama Islam agar mereka paham terhadap agama dan teguh di atasnya. Dan semoga Allah ‘azza wajalla menerima amal kita semua, sungguh Allah adalah Dzat yang Maha Pemurah.
Penulis: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz رحمه الله
Mufti ‘aam Kerajaan Saudi Arabia
Ketua Hai’ah Kibar Ulama dan Idaroh Buhuts Ilmiyyah dan Ifta
Penerjemah: Abu Hanifah, Lc.
Refrensi:
صفة العمرة وأحكام الزيارة وآدابها (ص: ١-٧)
التأليف: عبد العزيز بن عبد الله بن باز -رحمه الله-
Leave a Reply