Enam Hikmah Thaharah (Bersuci)
Enam Hikmah Thaharah (Bersuci)
Thaharah atau bersuci dalam Islam bukan sekadar aktivitas fisik membersihkan tubuh dari kotoran dan najis, namun memiliki kedudukan penting dalam ibadah dan kehidupan sehari-hari. Di balik perintah bersuci terdapat banyak hikmah yang menunjukkan keindahan, kesempurnaan, dan kemuliaan ajaran Islam, baik dari sisi kesehatan, spiritualitas, maupun hubungan manusia dengan Rabb-nya.
- Thaharah sesuai dengan fitrah manusia.
Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah, dan bersuci seperti mencuci wajah, tangan, membersihkan mulut, hidung, dan beristinja (cebok) adalah hal yang secara alami disukai manusia. Bahkan tanpa dalil pun, orang yang fitrahnya bersih akan menjaga kebersihan tubuhnya dari kotoran dan najis.
- Islam adalah agama yang mencintai kebersihan dan keindahan.
Islam mengajarkan agar umatnya tampil bersih, rapi, berpakaian bersih, dan harum. Orang-orang yang menjaga kebersihan akan disukai dan dihormati masyarakat, sehingga lebih mudah dalam menyampaikan dakwah. Sebaliknya, orang yang kotor dan jorok akan dijauhi, dan itu bukanlah cerminan dari ajaran Islam.
- Thaharah menjaga kesehatan.
Penelitian ilmiah modern membuktikan bahwa kebersihan dapat mencegah banyak penyakit, sedangkan kotoran adalah penyebab berbagai macam penyakit. Maka sangat wajar jika Islam, sebagai agama yang sempurna, menetapkan aturan bersuci sebagai upaya pencegahan penyakit dan menjaga kesehatan.
- Thaharah sebagai bentuk penghormatan saat menghadap Allah.
Seorang muslim memiliki momen-momen khusus untuk bermunajat kepada Allah. Jika seseorang saja akan tampil rapi dan bersih saat bertemu pejabat atau orang penting, maka seharusnya lebih pantas lagi ia menjaga kebersihan dan penampilan saat berdiri di hadapan Allah dalam shalat. Ini adalah bagian dari adab kepada Allah, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad ﷺ yang tampil rapi ketika menyambut tamu atau utusan.
- Perbedaan jenis thaharah menunjukkan hikmah syariat.
Bagi orang yang mau merenungi aturan syariat dan diberi pemahaman oleh Allah, ia akan menyadari bahwa setiap bentuk thaharah memiliki tujuan dan hikmah. Misalnya, mengapa wajib mandi junub karena keluar mani, tetapi tidak karena buang air kecil.
Ibnu Qayyim menjelaskan
إيجاب الشارع صلى الله عليه وسلم الغسل من المنيّ دون البول : فهذا من أعظم محاسن الشريعة ، وما اشتملت عليه من الرحمة ، والحكمة ، والمصلحة ؛ فإن المنيّ يخرج من جميع البدن ، ولهذا سمَّاه الله سبحانه وتعالى ( سُلالة ) ؛ لأنه يسيل من جميع البدن ، وأما البول : فإنما هو فضلة الطعام ، والشراب ، المستحيلة في المعدة ، والمثانة ، فتأثر البدن بخروج المني أعظم من تأثره بخروج البول .
وأيضاً : فإن الاغتسال من خروج المني من أنفع شيء للبدن ، والقلب ، والروح ، بل جميع الأرواح القائمة بالبدن فإنها تقوى بالاغتسال ، والغسل يُخلف عليه ما تحلل منه بخروج المني ، وهذا أمر يُعرف بالحسِّ .
Yang ringkasnya : Bahwa mani berasal dari seluruh tubuh, sehingga dampaknya pada tubuh lebih besar dibandingkan air kencing, yang hanya sisa makanan dan minuman. Oleh karena itu, mandi setelah keluar mani lebih bermanfaat untuk kesehatan tubuh, hati, dan ruh. Bahkan mandi dapat mengembalikan energi yang hilang saat keluar mani — dan ini bisa dirasakan langsung oleh tubuh. (مختصرا من إعلام الموقعين)
- Dalam Islam, ada hubungan erat antara kebersihan lahir dan batin.
Orang yang rajin membersihkan tubuh dan pakaiannya dari kotoran dan najis, seharusnya lebih semangat lagi dalam membersihkan hati dan jiwanya dari akhlak buruk.
Merawat penampilan luar adalah tanda bahwa hatinya pun indah. Islam tidak hanya mementingkan kebersihan fisik, tapi juga kebersihan hati.
Meskipun seseorang bisa dimaklumi jika tidak mampu memperindah penampilan luar karena keterbatasan, dia tidak punya alasan untuk membiarkan hatinya kotor.
Keduanya — bersih luar dan dalam — adalah sebab mendapatkan cinta Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنَّ الله يُحِبُّ التوابين وَيُحِبُّ المتطهرين
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Bagaimanapun keadaannya, siapa yang merenungi hukum-hukum syariat, maka akan tampak baginya hikmah-hikmahnya. Namun, siapa yang Allah tutup mata hatinya, maka dia tidak akan mendapat manfaat dari apa yang dia lihat maupun dengar.
Perlu diketahui bahwa bersuci adalah bagian dari akhlak yang mulia, yang tidak diperselisihkan oleh syariat-syariat sebelum Islam. Tidak mungkin ada seorang rasul yang datang kepada kaumnya membawa risalah, kecuali pasti mengajak mereka terlebih dahulu untuk menyucikan hati dari kesyirikan, lalu menyeru mereka kepada ucapan, perbuatan, dan akhlak yang baik.
Termasuk juga perintah untuk membersihkan pakaian, tubuh, mandi, bersuci, dan menghilangkan kotoran dan najis — semua itu disepakati oleh seluruh syariat langit. Maka siapa yang memperdebatkannya, sesungguhnya dia hanya berdebat tanpa dasar yang benar.
Wallohu a’lam
Semoga bermanfaat, Baarokallohu fikum