Hukum Berobat dari Penyakit – إسماعيل بن عيسى

🎙 Syekh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz (wafat 1420 H) rahimahullah

السؤال: وهذه رسالة وردت من (م. ب) من جامعة البترول والمعادن بالظهران يسأل فيها عن أمرين: في الأول يقول: مسألة التداوي؛ فإن بعض أهل العلم قال ما محصلته: أنه لا يجب التداوي من مرض ولو ظن نفعه وتركه أفضل روي عن الإمام أحمد ؛ لأنه أقرب للتوكل، ولخبر الصديق إلى آخره. نرجو بسط القول في هذه المسألة، وما هو خبر الصديق؟ وما رأي سماحتكم؟

Pertanyaan: Ini adalah surat yang diterima dari (M. B) dari Universitas Perminyakan dan Mineral di Zhahran, di mana beliau menanyakan dua hal. Pertama, masalah berobat. Beberapa ulama telah menyimpulkan bahwa tidak perlu berobat untuk suatu penyakit meskipun diyakini bermanfaat, dan meninggalkannya lebih baik, sebagaimana diriwayatkan dari Imam Ahmad, karena lebih dekat dengan tawakal kepada Allah, hadis Ash-Shiddiq, dan sebagainya. Kami harap Anda dapat menjelaskan lebih lanjut tentang masalah ini. Apa hadis Ash-Shiddiq tersebut? Dan apa pendapat Anda?

الجواب: الصواب في التداوي أنه مستحب ومشروع، ذكره النووي رحمه الله وآخرون عن جمهور العلماء، وأن قول الأكثرين أنه مستحب، وذهب بعض أهل العلم إلى أنه مستوي الطرفين لا يستحب ولا يكره بل هو حلال، وذهب آخرون إلى أن تركه أفضل، 

Jawaban: Pandangan yang benar tentang berobat adalah bahwa hal itu dianjurkan dan boleh. Hal ini disebutkan oleh An-Nawawi rahimahullah dan lainnya, berdasarkan mayoritas ulama. Pendapat mayoritas adalah bahwa hal itu dianjurkan. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu sama saja, tidak dianjurkan dan tidak makruh, melainkan diperbolehkan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa lebih baik menahan diri dari berobat.

ويروى عن الصديق أنه قال لما قيل له: الطبيب؟ قال: الطبيب أمرضني ولكن لا أعلم صحة هذا عن الصديق، ولا أعرف صحة هذا عن الصديق. 

Diriwayatkan dari Ash-Shiddiq bahwa ketika beliau ditanya, “Dokter?” Beliau menjawab, “Dokter telah membuatku sakit.” Namun, saya tidak mengetahui keabsahan riwayat Ash-Shiddiq ini.

فالمقصود أن الذي عليه جمهور أهل العلم وهو الصواب أن التداوي مستحب بالأدوية الشرعية المباحة التي ليس فيها حرام كالتداوي بقراءة القرآن والرقية، التداوي بالكي،

Intinya, mayoritas ulama berpendapat, dan ini yang benar, yaitu bahwa berobat dianjurkan dengan pengobatan yang disyariatkan yang mubah, yang tidak mengandung sesuatu yang haram, seperti berobat dengan membaca Al-Qur’an dan rukiah, atau berobat dengan kayy.

التداوي عند عدم دواء آخر الكي لا بأس به عند الحاجة، التداوي بأمور مباحة لا بأس بذلك، وقد رقى النبي ﷺ بعض أصحابه، وقد رقاه جبرائيل عليه الصلاة والسلام، فالتداوي لا بأس به، 

Tidak ada salahnya berobat dengan kayy jika tidak ada pengobatan lain yang tersedia dan ketika diperlukan. Tidak ada salahnya berobat dengan perkara yang mubah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merukiah beberapa sahabat, dan Jibril ‘alaihish-shalatu was-salam merukiah beliau. Oleh karena itu, tidak mengapa berobat.

والنبي عليه السلام قال: عباد الله! تداووا، ولا تداووا بحرام فالتداوي أمر مشروع لا بأس به ولا ينافي التوكل، فالتوكل يشمل الأمرين: الاعتماد على الله والتفويض إليه مع تعاطي الأسباب، 

Nabi ‘alaihis-salam bersabda, “Hai hamba-hamba Allah, berobatlah, tetapi jangan berobat dengan hal yang diharamkan!” Berobat itu disyariatkan, tidak mengapa, dan tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah. Tawakal mencakup dua hal: bersandar kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya, seraya mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

ولا يجوز للإنسان أن يقول: أنا أتوكل ولا آكل ولا أشرب ولا أتسبب ولا أبيع ولا أشتري ولا أتعاطى زراعة ولا صناعة ولا غيره.. لا هذا غلط، 

Tidak boleh bagi seseorang untuk mengatakan, “Aku bertawakal kepada Allah, tetapi aku tidak akan makan, minum, melakukan sebab, membeli, menjual, atau bertani, bekerja dalam industri, atau apa pun.” Tidak, itu salah.

تعاطي الأسباب لا ينافي التوكل، بل هو من التوكل وهكذا التداوي من التوكل، ولهذا أرشد النبي ﷺ إلى التداوي، وسئل عن الرقى والأدوية قال: هي من قدر الله، 

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah, bahkan itu adalah bagian dari tawakal kepada Allah. Demikian pula, berobat adalah bagian dari tawakal kepada Allah. Inilah sebabnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berobat. Ketika ditanya tentang rukiah dan obat-obatan, beliau berkata, “Itu semua adalah bagian dari takdir Allah.”

وقال عمر  لما أتى الشام وبلغه حصول الوباء في الشام الطاعون انصرف بالناس ورجع بهم وقال: نفر من قدر الله إلى قدر الله ثم أبلغه عبد الرحمن بن عوف أن النبي ﷺ قال: إذا سمعتم به في بلد فلا تقدموا عليه فسر بذلك حيث وافق السنة.

‘Umar berkata, ketika ia datang ke Syam dan mendengar tentang wabah penyakit di sana, ia pun pulang dan kembali bersama orang-orang. Beliau berkata, “Kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah.”

Kemudian ‘Abdurrahman bin ‘Auf mengabarkan kepadanya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau mendengar hal itu di suatu negeri, janganlah engkau pergi ke sana.”

Beliau menafsirkan dengan hal itu, karena perbuatan ‘Umar cocok dengan sunah.

فالمقصود أن التداوي أمر مشروع على الصحيح وهو قول أكثر أهل العلم ومن تركه فلا حرج عليه، وإذا ظن نفعه واشتدت الحاجة إليه تأكد؛ لأن تركه يضر يتعب نفسه ويتعب أهله ويتعب خدامه، 

Intinya, berobat itu disyariatkan menurut pendapat yang benar. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Barangsiapa meninggalkannya, maka tidak tercela. Jika ia yakin bahwa berobat akan bermanfaat dan memang sangat dibutuhkan, maka berobat lebih dianjurkan, karena jika tidak berobat, (penyakitnya) akan merugikan, melelahkan dirinya, melelahkan keluarganya, dan melelahkan para pembantunya.

فالتداوي فيه مصالح لنفسه ولأهله، ولأن التداوي يعينه على أسباب الشفاء ويعينه على طاعة الله حتى يصلي في المسجد، حتى يقوم بأمور تنفع الناس وتنفعه، 

Berobat bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya. Berobat juga membantunya untuk menempuh sebab kesembuhan dan membantunya menaati Allah, sehingga dia bisa salat di masjid dan sehingga bisa melakukan amalan yang bermanfaat bagi manusia dan dirinya sendiri.

فإذا تعطل بسبب المرض تعطلت أشياء كثيرة، وإن كان يثاب عما كان يعمله في حال الصحة في حال المرض كما في الحديث الصحيح يقول ﷺ: إذا مرض العبد أو سافر كتب الله له ما كان يعمله وهو صحيح مقيم هذا من فضل الله جل وعلا، 

Jika ia terhalang karena sakit, banyak hal yang terhalang. Meskipun, ia tetap mendapatkan pahala atas ibadah yang biasa dilakukannya ketika sehat, sebagaimana dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seorang hamba jatuh sakit atau bepergian, Allah mencatat baginya amalan yang ia kerjakan ketika sehat dan bermukim.” Ini adalah dari karunia Allah jalla wa ‘ala.

ولكن التداوي فيه مصالح كثيرة إذا كان بالوجه الشرعي والأدوية المباحة هذا هو الصواب، ومن قال: إنه مستوي الطرفين أو إن تركه أفضل فقوله مرجوح والحق أحق بالاتباع، والأدلة الشرعية مقدمة على كل أحد. وفق الله الجميع.

Namun, berobat memiliki banyak manfaat jika dilakukan dengan cara yang disyariatkan dan dengan pengobatan yang diperbolehkan. Ini adalah pandangan yang benar. Mereka yang mengatakan bahwa kedua belah pihak sama, atau bahwa meninggalkannya lebih baik, kurang tepat. Kebenaran lebih patut diikuti dan dalil syariat lebih diutamakan daripada pendapat seseorang. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.

المقدم: بارك الله فيكم! سماحة الشيخ! هناك من يحتج في هذا الباب بحديث السبعين ألف الذين يدخلون الجنة بغير حساب.

Pembawa acara: Semoga Allah memberkahi Anda! Syekh yang mulia, beberapa orang mengutip hadis tentang tujuh puluh ribu orang yang akan masuk janah tanpa hisab sebagai hujah dalam masalah ini.

الشيخ: هؤلاء ما تركوا الأسباب، إنما تركوا شيئاً وهو الاسترقاء طلب الرقية من الناس تركها أفضل، تركوا الكي وتركه أفضل، 

Syekh: Mereka ini tidak meninggalkan seluruh sebab, tetapi mereka meninggalkan sebagiannya saja, yaitu meminta rukiah dari manusia. Tidak melakukan hal itu lebih baik. Mereka tidak melakukan kayy dan tidak melakukan hal itu lebih baik.

لكن عند الحاجة لا بأس؛ النبي عليه السلام قال: الشفاء في ثلاث: كية نار أو شرطة محجم أو شربة عسل وما أحب أن أكتوي وفي لفظ آخر قال: وأنهى أمتي عن الكي وقد كوى ﷺ بعض أصحابه، 

Namun, jika diperlukan, tidak ada salahnya. Nabi ‘alaihis-salam bersabda, “Penyembuhan itu ada dalam tiga hal: kayy dengan api, sayatan bekam, atau minum madu. Aku tidak suka melakukan kayy.”

Dalam riwayat lain, beliau bersabda, “Dan aku melarang umatku dari kayy.”

Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan kayy terhadap beberapa sahabat beliau.

فإذا دعت الحاجة للكي فلا بأس هو سبب مباح عند الحاجة إليه، والاسترقاء: طلب الرقية، أما إذا رقى من دون سؤال فهو من الأسباب لا بأس به ولا كراهة في ذلك، 

Jadi, jika kayy diperlukan, tidak ada salahnya; itu adalah cara yang diperbolehkan ketika dibutuhkan. Istirqa` artinya meminta rukiah. Namun, jika seseorang melakukan rukiah tanpa meminta, maka itu adalah salah satu sebab yang tidak ada salahnya dan tidak makruh.

أما الطيرة في حديث السبعين: لا يسترقون ولا يكتوون ولا يتطيرون الطيرة محرمة وشرك أصغر وهو التشاؤم بالمرئيات أو المسموعات حتى يرجع عن حاجته هذا لا يجوز، 

Adapun thiyarah, dalam hadis tujuh puluh orang (yang masuk surga tanpa hisab), “Mereka tidak meminta rukiah, melakukan kayy, atau melakukan thiyarah.”

Thiyarah diharamkan dan merupakan syirik kecil, yaitu anggapan sial terhadap apa yang dilihat atau didengar sampai-sampai seseorang kembali tidak melanjutkan menunaikan kebutuhannya. Ini tidak diperbolehkan.

وعلى ربهم يتوكلون هذا يشمل المتداوي وغيره، فإن التوكل لا يمنع تعاطي الأسباب، ألست تأكل؟! وألست تشرب؟! الأكل سبب للشبع ولقوام هذا البدن وسلامته وهكذا الشرب 

“Dan mereka bertawakal kepada Rab mereka.” Ini mencakup orang yang berobat dan yang lainnya. Tawakal tidak menghalangi mereka untuk melakukan sebab. Bukankah kamu makan? Bukankah kamu minum? Makan adalah sebab untuk kenyang, kekuatan tubuh, dan kesehatan tubuh. Begitu pula minum.

فهل يجوز للإنسان أن يقول: أنا لا آكل ولا أشرب وأتوكل على الله في حياتي وأبقى صحيحاً سليماً لا يأكل ولا يشرب هذا لا يقوله عاقل، هكذا يلبس الثياب الثقيلة في الشتاء للدفء لأنه يضره البرد، 

Apakah boleh seseorang berkata, “Aku tidak makan dan minum, dan aku bertawakal kepada Allah dalam hidupku, dan aku akan tetap sehat walafiat”? Dia tidak mau makan dan minum. Tidak ada orang waras yang akan mengatakan hal ini. Begitu pula ia mengenakan pakaian tebal di musim dingin agar tetap hangat karena hawa dingin dapat membahayakannya.

وهكذا يتعاطى الأسباب الأخرى من إغلاق الباب حذراً من السراق، من حمل السلاح عند الحاجة كل هذه أسباب مأمور بها لا تنافي التوكل، 

Ia juga melakukan tindakan lain, seperti menutup pintu untuk berjaga-jaga dari pencuri dan membawa senjata jika diperlukan. Semua ini adalah tindakan yang diperintahkan yang tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah.

والنبي ﷺ هو سيد المتوكلين في أحد لبس السلاح لبس اللأمة، وفي بدر كذلك، وفي أحد ظاهر بين درعين، لبس درعان وعليه المغفر حين دخل مكة وعليه البيضة في أحد، كل هذه أسباب فعلها ﷺ. نعم.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin orang-orang yang bertawakal kepada Allah. Di perang Uhud, beliau mengenakan senjata dan perlengkapan. Di perang Badr, beliau melakukan hal yang sama. Di perang Uhud, beliau memakai dua rangkap zirah. Beliau mengenakan dua zirah. Beliau mengenakan helm saat memasuki Makkah. Beliau juga mengenakan pelindung kepala di perang Uhud. Semua ini adalah tindakan yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber:

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link