Inabah: Jalan Indah Kembali kepada Allah

Inabah: Jalan Indah Kembali kepada Allah

3 hours yang lalu
Inabah: Jalan Indah Kembali kepada Allah

Inabah: Jalan Indah Kembali kepada Allah

Setiap hati yang hidup pasti pernah lelah, goyah, dan tersadar. Saat itu, ia rindu pulang. Inabah adalah jalan pulang itu jalan kembali kepada Allah dengan penuh cinta, tunduk, dan penyerahan diri. Bukan sekadar taubat, tapi kerinduan yang terus menerus untuk kembali, memperbaiki, dan mengikhlaskan. Inilah sifat para pencari Allah: hatinya selalu tertarik kepada-Nya dalam segala keadaan.

Pengertian Inabah

Inabah secara bahasa Menurut Ar-Raghib

النَّوب: رجوع الشيء مرةً بعد أخرى .. والإنابة إلى الله تعالى الرجوع إليه بالتوبة وإخلاص العمل

Berasal dari kata an-naub yang berarti kembali berulang kali. Maka inabah kepada Allah adalah kembali kepada-Nya dengan taubat dan memurnikan amal hanya untuk-Nya.

Secara istilah syariat, Syaikh As-Sa’di menjelaskan: inabah adalah 

هي انجذاب القلب في محبة الله وعبوديته والرجوع إليه في كل حالة

“Tertariknya hati kepada cinta Allah, menghambakan diri kepada-Nya, dan selalu kembali kepada-Nya dalam setiap keadaan.” (الرياض الناضرة للسعدي ص ٢٤١)

Dalil tentang Inabah

Allah Ta‘ala mengabarkan tentang Nabi-Nya, Dawud ‘alaihis salam:

وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسۡتَغۡفَرَ رَبَّهُۥ وَخَرَّۤ رَاكِعٗاۤ وَأَنَابَ  

“Dan Dawud menyadari bahwa Kami telah mengujinya, maka ia memohon ampun kepada Tuhannya, lalu bersujud dan berinabah” (Shaad: 24)

Allah Ta‘ala juga berfirman tentang Nabi-Nya, Sulaiman ‘alaihis salam:

وَلَقَدۡ فَتَنَّا سُلَيۡمَٰنَ وَأَلۡقَيۡنَا عَلَىٰ كُرۡسِيِّهِۦ جَسَدٗا ثُمَّ أَنَابَ  

“Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman, dan Kami letakkan di atas singgasananya jasad (yang lemah), kemudian ia pun berinabah” (Shaad: 34)

Para nabi seperti Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimassalam ketika diuji oleh Allah, mereka segera kembali (berinabah) kepada-Nya dengan istighfar, sujud, dan taubat. Ini menunjukkan bahwa inabah adalah sifat mulia orang beriman bahkan para nabi, terutama ketika diuji atau melakukan kekeliruan, mereka segera kembali kepada Allah dengan hati yang tunduk dan taat.

Perbedaan antara inabah dan taubat:  

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,  

الفرق بينها وبين التوبة: قال ابن عثيمين: “الإنابة الرجوع إلى الله تعالى بالقيام بطاعته واجتناب معصيته وهي قريبة من معنى التوبة إلا أنها أرق منها لما تشعر به من الاعتماد على الله واللجوء إليه ولا تكون إلا الله تعالى

“Inabah adalah kembali kepada Allah dengan menjalankan ketaatan dan menjauhi maksiat. Maknanya mirip dengan taubat, namun inabah lebih halus, karena menunjukkan ketergantungan hati kepada Allah dan bersandar penuh kepada-Nya. Inabah juga hanya ditujukan kepada Allah semata.”  

Dalilnya adalah firman Allah:  

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ

“Dan kembalilah kalian kepada Rabb kalian dan berserah dirilah kepada-Nya.” (Az-Zumar: 54).

Pembagian Inabah

Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:

Inabah Itu Ada Dua Macam:

  1. Inabah kepada rububiyah Allah, yaitu kembali kepada-Nya karena merasa butuh dan terdesak. Inabah ini dilakukan oleh semua makhluk, baik orang beriman maupun kafir, orang saleh maupun pendosa. Ketika tertimpa musibah, mereka kembali kepada Allah dengan harapan pertolongan. Tapi jenis inabah ini tidak menunjukkan keimanan yang benar, karena bisa saja disertai kesyirikan dan kekufuran setelah itu.
  2. Inabah kepada uluhiyah Allah, yaitu kembali kepada-Nya dengan penuh cinta, tunduk, dan penghambaan. Inilah inabah nya orang-orang beriman dan wali-wali Allah.

Inabah Ini Mencakup Empat Hal:

– Cinta kepada Allah

– Tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya

– Kembali dan menghadapkan hati kepada-Nya

– Menjauh dari selain-Nya

Seseorang baru benar-benar disebut sebagai “munib” (orang yang berinabah) jika empat hal ini terkumpul pada dirinya.

Orang yang benar-benar disebut sebagai “munib” (orang yang berinabah) adalah yang memiliki keempat hal ini.  

Penafsiran para ulama salaf terhadap kata “inabah” pun berkisar pada makna-makna ini. (Lihat : مدارج السالكين ١/ ٤٦٦)

Tingkatan Orang Dalam Berinabah

Orang-orang berbeda-beda tingkatannya dalam berinabah (kembali kepada Allah). Di antara mereka ada:

  1. Orang yang berinabah kepada Allah dengan meninggalkan maksiat dan pelanggaran.  

   Ia kembali kepada Allah karena takut akan ancaman dan hukuman. Inabah seperti ini didorong oleh ilmu, rasa takut, dan kehati-hatian.

  1. Orang yang berinabah dengan semangat menjalankan berbagai ibadah dan amal kebaikan.  

   Ia bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah, karena hatinya senang dengan ketaatan. Inabah ini muncul karena harapan akan pahala, cinta akan kemuliaan dari Allah, dan yakin terhadap janji-Nya.

  1. Orang yang berinabah dengan banyak berdoa, merendahkan diri, merasa butuh, dan meminta segala kebutuhannya hanya kepada Allah.  

   Inabah seperti ini bersumber dari keyakinan bahwa Allah Maha Pemurah, Maha Kuasa, dan Maha Mampu mengabulkan segala permintaan. Mereka menggantungkan seluruh harapan dan kebutuhan hanya kepada-Nya, disertai dengan ketaatan terhadap perintah dan larangan-Nya.

Contoh Inabah Syirik:

Seseorang yang setelah melakukan dosa besar, tidak langsung beristighfar kepada Allah atau memperbaiki amalnya, tapi justru mendatangi seorang tokoh yang dianggap “wali” atau “keramat”, lalu:  

– sujud di hadapannya,  

– menangis dan mengaku dosa,  

– berharap agar sang wali mengampuni dosanya,  

– bahkan memintanya untuk “menyampaikan tobat” kepada Allah.

Contoh lainnya:  

Orang yang berkeyakinan bahwa ia cukup bertaubat kepada gurunya saja, tanpa perlu kembali langsung kepada Allah. Ia mengira kalau sang guru sudah “menerima”, maka dosanya otomatis terampuni. Ini adalah bentuk penyimpangan karena menjadikan manusia sebagai perantara yang tidak disyariatkan dalam tobat.

Padahal dalam Islam, taubat adalah urusan langsung antara hamba dan Allah, tanpa perantara siapa pun.

Dibahasakan sendiri dari nukilan Kitab. (ينظر: تنبيه العقول إلى كنوز ثلاثة الأصول، د. عبدالرحمن الشمسان (1 /453).

Sebagai penutup, inabah sejati adalah kembali kepada Allah dengan hati yang penuh cinta, tunduk, dan bergantung hanya kepada-Nya. Ia bukan sekadar meninggalkan dosa, tapi juga bersegera dalam kebaikan, berharap pahala-Nya, dan takut akan murka-Nya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang selalu berinabah—dalam suka dan duka, dalam lapang maupun sempit. Dialah tujuan kita, tempat kembali kita, dan hanya kepada-Nya kita bersandar.

Semoga  bermanfaat baarokallohufikum

Sumber utama pembahasan:

 

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Secret Link