قال الله عز وجل: ﴿ءَأَنتُمۡ أَشَدُّ خَلۡقًا أَمِ ٱلسَّمَآءُ ۚ بَنَىٰهَا ٢٧ رَفَعَ سَمۡكَهَا فَسَوَّىٰهَا ٢٨ وَأَغۡطَشَ لَيۡلَهَا وَأَخۡرَجَ ضُحَىٰهَا ٢٩ وَٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ دَحَىٰهَآ ٣٠ أَخۡرَجَ مِنۡهَا مَآءَهَا وَمَرۡعَىٰهَا ٣١ وَٱلۡجِبَالَ أَرۡسَىٰهَا ٣٢ مَتَٰعًا لَّكُمۡ وَلِأَنۡعَٰمِكُمۡ﴾ [النازعات: ٢٧-٣٣].
Allah—‘azza wa jalla—berfirman,
- Apakah kalian lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya,
- Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya,
- dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.
- Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.
- Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.
- Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,
- (semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian.
(QS An-Nazi’at: 27-33).
Ayat 27
﴿ءَأَنتُمۡ أَشَدُّ خَلۡقًا أَمِ ٱلسَّمَآءُ﴾ هذا الاستفهام لتقرير إمكان البعث؛ لأن المشركين كذبوا النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم بالبعث وقالوا: ﴿مَن يُحۡىِ ٱلۡعِظَٰمَ وَهِىَ رَمِيمٌ﴾ [يس: ٧٨]، فيقول الله عز وجل: ﴿ءَأَنتُمۡ أَشَدُّ خَلۡقًا أَمِ ٱلسَّمَآءُ﴾، والجواب معلوم لكل أحد أنه السماء، كما قال تعالى: ﴿لَخَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ أَكۡبَرُ مِنۡ خَلۡقِ ٱلنَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ﴾ [غافر: ٥٧].
“Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit?”
Pertanyaan ini untuk menetapkan adanya hari kebangkitan, karena orang-orang musyrikin mendustakan Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—terkait hari kebangkitan dan mereka mengatakan, “Siapa yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?” (QS Yasin: 78).
Lalu Allah—‘azza wa jalla—berfirman, “Apakah penciptaan kalian lebih sulit atau penciptaan langit?” Jawabannya sudah diketahui oleh semua orang bahwa penciptaan langit lebih sulit sebagaimana Allah taala berfirman, “Penciptaan langit dan bumi benar-benar lebih besar daripada penciptaan manusia. Akan tetapi sebagian besar manusia tidak mengetahui.” (QS Ghafir: 57).
﴿بَنَىٰهَا﴾ هذه الجملة لا تتعلق بالتي قبلها؛ ولهذا ينبغي للقارئ إذا قرأ أن يقف على قوله: ﴿أَمِ ٱلسَّمَآءُ﴾، ثم يستأنف فيقول: ﴿بَنَىٰهَا﴾، فالجملة استئنافية؛ لبيان عظمة السماء، ﴿بَنَىٰهَا﴾؛ أي: بناها الله عز وجل، وقد بين الله سبحانه وتعالى في آية أخرى في سورة الذاريات أنه بناها بقوة فقال: ﴿وَٱلسَّمَآءَ بَنَيۡنَٰهَا بِأَيۡي۟دٍ﴾ [الذاريات: ٤٧]؛ أي: بقوة. وقد يظن ظان أن الأيد هنا جمع يد، وليس كذلك؛ لأن (أيد) مصدر آد يئيد؛ أي: قوي.
“Banāhā”, kalimat ini tidak ada kaitan dengan kalimat sebelumnya. Oleh karenanya, seyogianya qari ketika membacanya untuk berhenti sebentar pada ucapan-Nya, “Amis-samā’,” kemudian dia memulai lagi dengan mengucapkan, “banāhā”. Kalimat ini adalah jumlah isti`nafiyah (kalimat permulaan) untuk menjelaskan keagungan langit.
“Banāhā” artinya Allah—‘azza wa jalla—membangun langit. Allah—subhanahu wa ta’ala—telah menjelaskan di ayat lain dalam surah Adz-Dzariyat bahwa Allah membangunnya dengan kekuatan. Allah berfirman, “Dan langit itu, Kami membangunnya dengan aid” artinya dengan kekuatan. Ada yang mengira kata “al-aid” di sini adalah bentuk jamak dari “yad (tangan).” Namun tidak demikian, karena “aid” adalah masdar dari fiil “āda ya’īdu” artinya kekuatan.
Ayat 28
﴿رَفَعَ سَمۡكَهَا فَسَوَّىٰهَا﴾ رفعه يعني: عن الأرض، ورفعه عز وجل بغير عمد، كما قال الله تعالى: ﴿ٱللَّهُ ٱلَّذِى رَفَعَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ بِغَيۡرِ عَمَدٍ تَرَوۡنَهَا﴾ [الرعد: ٢]، ﴿فَسَوَّىٰهَا﴾؛ أي: جعلها مستوية تامة كاملة، كما قال تعالى في خلق الإنسان: ﴿يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ ٦ ٱلَّذِى خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ﴾ [الانفطار: ٦-٧]، فسواك: أي جعلك سويًّا تام الخلقة، فالسماء كذلك سواها الله عز وجل.
“Allah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya.” Allah meninggikan/mengangkat langit dari bumi dan Allah—‘azza wa jalla—meninggikan tanpa tiang, sebagaimana Allah taala berfirman, “Allah yang meninggikan langit-langit tanpa tiang sebagaimana kalian melihatnya.” (QS Ar-Ra’d: 2).
“Allah menyempurnakannya” artinya Allah menjadikannya lengkap lagi sempurna sebagaimana Allah taala berfirman tentang penciptaan manusia, “Wahai sekalian manusia, apa yang memperdayakanmu terhadap Rabmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakanmu.” (QS Al-Infitar: 6-7).
“Menyempurnakanmu” artinya menjadikanmu makhluk yang sempurna. Maka langit pun demikian. Allah—‘azza wa jalla—menyempurnakannya.
Ayat 29
﴿وَأَغۡطَشَ لَيۡلَهَا﴾ أغطشه أي: أظلمه، فالليل مظلم، قال الله تعالى: ﴿وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيۡنِ ۖ فَمَحَوۡنَآ ءَايَةَ ٱلَّيۡلِ وَجَعَلۡنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبۡصِرَةً﴾ [الإسراء: ١٢].
“Allah yang menjadikan malam itu gelap” agṭasyahu artinya menjadikannya gelap, maka malam itu gelap. Allah taala berfirman, “Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, maka Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang.” (QS Al-Isra: 12).
﴿وَأَخۡرَجَ ضُحَىٰهَا﴾ بينه بالشمس التي تخرج كل يوم من مطلعها وتغيب من مغربها.
“Dan Dia menjadikan siang terang benderang” Allah terangkan siang dengan adanya matahari yang setiap hari terbit dari tempat terbitnya dan tenggelam di tempat tenggelamnya.
Ayat 30-31
﴿وَٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ﴾؛ أي: بعد خلق السماوات والأرض ﴿دَحَىٰهَآ﴾، بين سبحانه هذا الدحو بقوله: ﴿أَخۡرَجَ مِنۡهَا مَآءَهَا وَمَرۡعَىٰهَا﴾، وكانت الأرض مخلوقة قبل السماء كما قال الله تعالى: ﴿قُلۡ أَئِنَّكُمۡ لَتَكۡفُرُونَ بِٱلَّذِى خَلَقَ ٱلۡأَرۡضَ فِى يَوۡمَيۡنِ وَتَجۡعَلُونَ لَهُۥٓ أَندَادًا ۚ ذَٰلِكَ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَٰسِىَ مِن فَوۡقِهَا وَبَٰرَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَآ أَقۡوَٰتَهَا فِىٓ أَرۡبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَآءً لِّلسَّآئِلِينَ ١٠ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلۡأَرۡضِ ٱئۡتِيَا طَوۡعًا أَوۡ كَرۡهًا قَالَتَآ أَتَيۡنَا طَآئِعِينَ ١١ فَقَضَىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَاتٍ فِى يَوۡمَيۡنِ﴾ [فصلت: ٩-١٢]، فالأرض مخلوقة من قبل السماء، لكن دحوها وإخراج الماء والمرعى منها كان بعد خلق السماوات.
“Dan bumi sesudah itu”, yaitu setelah penciptaan langit-langit dan bumi. “Daḥāhā”, Allah—subhanah—menjelaskan penghamparan dengan firman-Nya, “Ia memancarkan darinya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.”
Bumi sudah Allah ciptakan sebelum adanya langit sebagaimana firman Allah taala, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rab semesta alam.’ Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan suka hati.” Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa.” (QS Fussilat: 9-12).
Jadi bumi diciptakan sebelum langit, akan tetapi penghamparannya, pengeluaran air dan tumbuhan dari bumi terjadi setelah penciptaan langit-langit.
Ayat 32
﴿وَٱلۡجِبَالَ أَرۡسَىٰهَا﴾؛ أي: جعلها راسية في الأرض فلا تنسفها الرياح مهما قويت، وهي أيضًا تمسك الأرض؛ لئلا تضطرب بالخلق، كما قال تعالى: ﴿وَأَلۡقَىٰ فِى ٱلۡأَرۡضِ رَوَٰسِىَ أَن تَمِيدَ بِكُمۡ﴾ [النحل: ١٥].
“Gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh” artinya Allah menjadikannya kokoh di dalam bumi sehingga angin sekuat apapun tidak dapat menerbangkannya. Gunung-gunung juga menahan bumi supaya tidak goncang bersama makhluk yang ada di situ, sebagaimana firman Allah taala, “Dan Dia meletakkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kalian.” (QS An-Nahl: 15).
Ayat 33
﴿مَتَٰعًا لَّكُمۡ وَلِأَنۡعَٰمِكُمۡ﴾؛ أي: جعل الله تعالى ذلك متاعًا لنا نتمتع به فيما نأكل ونشرب، ولأنعامنا، أي: مواشينا من الإبل والبقر والغنم وغيرها التي تدر علينا، وتنمو بها أموالنا.
“Sebagai rezeki bagi kalian dan bagi ternak kalian” maksudnya adalah Allah taala telah menjadikan rezeki ini untuk kita nikmati pada makanan dan minuman kami, dan untuk ternak kami, yakni binatang ternak kami seperti unta, sapi, domba, dan lain-lain, yang dapat menyusui kami dan menambah harta kami.
Sumber: Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, surah An-Nazi’at, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin (wafat 1421 H) rahimahullah
